Liputan6.com, Tel Aviv - Militer Israel meluncurkan serangkaian serangan udara terhadap posisi Palestina di Gaza. Peristiwa ini terjadi setelah lebih dari 25 roket dan mortir ditembakkan dari Gaza ke Israel selatan pada Selasa, 29 Mei kemarin.
Serangan mortir dari Gaza itu disebut merupakan yang terbesar dalam beberapa tahun terakhir.
Israel membalas serangan tersebut dengan menargetkan lebih dari 35 sasaran milik Hamas dan Jihad Islam, demikian menurut militer Israel, seperti dikutip dari Al Jazeera, Rabu (30/5/2018).
Advertisement
Tel Aviv mengklaim bahwa para pejuang Palestina mendalangi serangan mortir ke Israel selatan.
Lewat sebuah pernyataan, sayap bersenjata Hamas dan Jihad Islam menyatakan "tanggapan bersama atas serangan puluhan roket di posisi pendudukan militer ... bahwa kejahatan ini tidak dapat ditoleransi dengan cara apa pun".
Brigade Al-Qassam dan Brigade Al-Quds menyalahkan Israel atas "agresi terhadap rakyat (Palestina)" yang mereka gambarkan sebagai "upaya mengalihkan perhatian dari kejahatan yang dilakukan terhadap warga sipil..."
Ismail Radwan, seorang pejabat Hamas, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Israel telah meningkatkan ketegangan.
"Eskalasi dari pendudukan zionis ini sangat berbahaya dan penjajah memikul tanggung jawab atas eskalasi ini serta akibatnya," kata Radwan.
Baca Juga
"Para penjajah harus tahu bahwa kejahatan akan ditanggapi dengan perlawanan," ia menambahkan.
Sejak 30 Maret, setidaknya 121 warga Palestina yang tidak bersenjata tewas dibunuh oleh pasukan Israel dalam demonstrasi di dekat pagar perbatasan dengan Israel. Aksi protes itu digelar untuk menuntut hak mereka kembali ke rumah dan tanah keluarga mereka yang dirampas oleh Israel.
Para pejabat Israel pada hari Selasa mengatakan bahwa sistem pertahanan udara Iron Dome berhasil mencegat sebagian besar dari 28 roket dan mortir yang ditembakkan ke Israel.
Tidak ada laporan tentang korban tewas di kedua belah pihak. Militer Israel mengatakan, tiga tentaranya mengalami luka ringan.
"Tidak ada negara di dunia ini yang akan atau harus menerima ancaman semacam itu terhadap penduduk sipilnya. Kami juga tidak," kata Emmanuel Nashson, juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Gaza Masih Diblokade...
Gaza, telah berada di bawah blokade Israel selama 12 tahun terakhir, itu sangat membatasi akses penting warga ke kebutuhan sehari-hari.
Pada Selasa, sekelompok warga Palestina berlayar dari Gaza, berupaya untuk melanggar blokade laut Israel dengan perahu. Ikut serta dalam aksi itu adalah pasien yang membutuhkan perawatan medis, mahasiswa, dan lulusan perguruan tinggi yang mencari kerja. Nahas, kapal itu ditangkap oleh Israel.
Ketegangan antara Israel dan Palestina muncul sehari setelah pasukan Israel membunuh seorang warga Palestina yang diduga mendekati perbatasan Gaza dan Israel, serta dua hari setelah tembakan tank Israel menewaskan tiga orang dalam serangan terhadap sebuah pos pengamatan militer milik Jihad Islam.
Seorang pemimpin Jihad Islam di Gaza mengatakan pada Selasa bahwa "selama ada pendudukan, perlawanan adalah hak sah bagi rakyat Palestina".
"Israel bertahan dengan agresivitasnya, kami tetap pada dua opsi: protes populer dan perlawanan rakyat untuk menanggapi agresi zionis," kata Khaled al-Batsh.
Lebih dari 2 juta warga Palestina berada di Gaza, sebuah wilayah kantong yang sempit.
Israel menarik pasukan dan pemukimnya dari Gaza pada tahun 2005. Namun karena alasan keamanan, mereka mempertahankan kontrol ketat atas perbatasan darat dan laut Gaza. Itu memicu kejatuhan ekonomi.
Mesir juga ikut membatasi pergerakan masuk dan keluar Gaza.
Sejak 2014, perundingan damai antara Israel dan Palestina telah terhenti. Sementara itu, permukiman Israel di wilayah pendudukan Palestina terus meluas.
Gaza mengalami konflik paling signifikan pada 2014, ketika setidaknya 2.251 warga Palestina yang sebagian besar adalah masyarakat sipil tewas. Di lain sisi, 66 tentara dan enam warga sipil Israel juga tewas.
Mukhaimer Abu Saada, profesor ilmu politik di Al Azhar University berpendapat bahwa pertanyaan apakah eskalasi saat ini akan berujung ke perang, itu sangat bergantung dari "sisi Israel".
"Jika pembalasan Israel ini akan mengakibatkan kematian lebih lanjut dan pertumpahan darah di antara warga Palestina, saya pikir kelompok-kelompok perlawanan Palestina tidak akan punya pilihan selain membalas," kata dia.
"Waktu-waktu mendatang sangat penting dan akan memutuskan apakah konfrontasi Israel dan Gaza kian dekat."
Dewan Keamanan PBB diperkirakan akan bertemu pada Rabu, menyusul permintaan dari Amerika Serikat untuk melakukan pertemuan darurat.
"Dewan Keamanan PBB harus marah dan menanggapi serangan kekerasan terbaru yang ditujukan pada warga sipil Israel yang tidak bersalah," kata Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley.
Advertisement