Liputan6.com, Jakarta - Belakangan ini, kabar tentang langkah pemerintah Israel untuk membatasi warga negara Indonesia masuk ke wilayah Negeri Bintang David --termasuk ke Yerusalem yang diduki Israel-- sontak jadi pembicaraan di dalam negeri.
Namun, di tengah problematika tersebut, nyatanya ada sejumlah WNI yang diberi kesempatan oleh Israel untuk dapat hadir ke perayaan ulang tahun negaranya ke-70 dan bertemu dengan Presiden Reuven Rivlin.
Lewat sambungan telpon pada Sabtu (2/6/2018) malam, seorang WNI bernama Lisa mengonfirmasi kebenaran tersebut. Ia menuturkan bahwa ada sekitar 30 orang yang akan terbang ke Israel pada 4 Juni mendatang, 29 orang di antaranya adalah WNI dan satu warga negara Singapura.
Advertisement
"Ya benar, bahwa tanggal 4 Juni mendatang saya membawa rombongan ke Israel dengan maskapai penerbangan Etihad Airways pada pukul 00.40 WIB," ujar Lisa kepada Liputan6.com.
"Perjalanan ini terbilang panjang, pasalnya kita akan berangkat dari Jakarta menuju Abu Dhabi. Dilanjutkan ke Jordan, setelahnya kami akan memasuki kawasan cross border agar bisa masuk ke Israel," ujar Lisa.
Baca Juga
Perempuan yang bekerja untuk salah satu perusahaan jasa travel di Israel tersebut juga memaparkan agenda utama yang akan ia hadiri.
"Pada tanggal 5 dan 7 Juni 2018 akan ada konferensi dan perayaan ulang tahun Israel ke-70 tahun, yang nantinya akan dihadiri langsung oleh Presiden Reuven Rivlin," jelas Lisa.
"Dari 30 yang berangkat, hanya ada lima WNI yang diberi kesempatan untuk bertemu dengan Presiden Reuven Rivlin, saya salah satu di antaranya. Proses terpilihnya saya dan teman-teman pun terbilang sulit. Kala itu saya menerima email resmi dari DPR Israel untuk hadir ke acara konferensi tersebut."
"Jelas saya merasa kaget. Namun, keyakinan untuk datang sangat besar. Lewat serangkaian proses seperti penyerahan curriculum vitae (CV) dan tes lainnya telah saya jalani. Sebab pemerintah menyaring betul siapa-siapa saja yang boleh menghadiri konferensi tersebut. Saya juga diminta untuk merekomendasikan teman-teman lain yang memenuhi syarat. Empat orang lainnya itu adalah WNI dari latar belakang berbeda. Ada guru, tokoh agama, pengusaha dan arsitek," ujar Lisa.
Lisa mengakui bahwa dirinya tahu ada larangan dari pemerintah Israel bagi WNI untuk masuk ke negara itu, terhitung pada 9 Juni mendatang. Meski demikian, ia telah diberi izin untuk dapat tinggal hingga 25 Juni 2018.
"Kami berangkat bukan atas nama pemerintah Indonesia. Ini adalah kepentingan personal. Bukan hanya WNI saja, setidaknya ada 52 negara lain yang turut di undang ke Yerusalem," kata Lisa.
"Harapan saya adalah agar terciptanya sebuah perdamaian. Sebab Yerusalem adalah kota tiga agama bagi umat dunia. Itu adalah tujuan dari konferensi tersebut. Bahkan tema yang diusung adalah "Pray for the Peace of Yerusalem".
"Saya pikir pemerintah Indonesia tak menyangka akan ada warga negaranya yang diundang ke Israel guna menghadiri pertemuan itu," tambahnya.
Bekerja Sebagai Tour Leader
Kebanyakan rombongan wisatawan yang dibawa oleh Lisa adalah mereka yang ingin berziarah ke Yerusalem. Kliennya beragam, namun kebanyakan dari tokoh agama Indonesia.
"Kadang satu tim dari gereja berangkat ke Israel dan menggunakan jasa travel saya. Saya juga pernah membawa tiga rombongan muslim untuk dapat berziarah ke kota suci tersebut," kata Lisa.
Jika nantinya kunjungan Lisa dan rombongan ke Israel jadi polemik, maka ia sudah mempersiapkan alasan keberangkatannya.
"Saya punya alasan dan sejumlah bukti soal keberangkatan ini. Jika nantinya akan menimbulkan polemik maka saya siap untuk bicara dengan membawa data-data yang saya miliki," tegas Lisa.
"Dalam forum tersebut saya ingin menyampaikan jangan ada pelarangan bagi WNI untuk datang ke Israel," tambahnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Komentar Kemlu RI soal Israel Larang Turis Indonesia Masuk ke Wilayahnya
Kementerian Luar Negeri RI angkat bicara soal kabar yang menyebutkan bahwa Israel melarang pemegang paspor Indonesia memasuki wilayah Negeri Bintang David.
Sebelumnya, keputusan tentang larangan tersebut beredar di berbagai media, sebagaimana mengutip pernyataan juru bicara Kementerian Luar Negeri Israel, Emmanuel Nahshon.
Seperti dilansir Middle East Monitor, pada Rabu, 30 Mei, langkah tersebut adalah upaya pembalasan Tel Aviv atas kebijakan Indonesia yang menangguhkan visa bagi 53 warga Israel pasca-insiden kerusuhan di Gaza pekan lalu.
Wakil Menteri Luar Negeri RI Abdurrahman M Fachir memberikan penjelasan terkait kabar tersebut.
"Pemerintah Indonesia sudah tahu akan langkah itu. Tapi kita harus memaklumi bahwa setiap negara memiliki kebijakan masing-masing terkait pemberian fasilitas visa, apakah akan memberikan atau tidak memberikan," kata Wamenlu Fachir di Jakarta, Kamis 31 Mei 2018.
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Yordania merangkap Palestina, Andy Rachmianto, turut memberikan penjelasan terkait kabar tersebut.
"Iya betul, itu informasi (surat Kementerian Dalam Negeri Israel) yang kita terima seperti yang telah beredar di media," ungkap Andy dalam pesan tertulis yang diterima Liputan6.com pada Rabu malam.
"Prinsipnya, suatu negara punya wewenang penuh untuk menerima atau menolak warga negara asing untuk berkunjung ke negaranya."
Andy menambahkan, "Kita tidak tahu persis apa alasan otoritas Israel melarang izin masuk bagi WNI ke Palestina/Israel. Semoga kebijakan itu hanya temporer sifatnya, karena juga akan berdampak kepada agen-agen travel lokal di Israel yang selama ini mengurusi turis WNI."
Seperti banyak diketahui, sejumlah umat Nasrani dan muslim kerap melakukan ziarah ke Yerusalem, kota yang dianggap suci bagi tiga pemeluk agama, yang dipersengketakan antara Israel-Palestina.
Kendati demikian, saat ini, kota tersebut masih di bawah pendudukan dan administratif Israel.
Setiap tahun tercatat, ada sekitar ribuan muslim, termasuk dari Indonesia yang mengunjungi Masjid Al-Aqsa dengan visa khusus. Belum lagi ribuat umat Nasrani Indonesia yang menjadikan Yerusalem sebagai destinasi ziarah suci mereka.
Advertisement