Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah memecat Jaksa Agung AS Jeff Sessions pada Rabu 7 November 2018 waktu setempat.
Pemecatan itu dinilai mengejutkan mengingat Trump adalah orang yang menunjuk Sessions untuk menjadi Jaksa Agung AS pada awal 2017 lalu. Ia juga disebut sebagai orang dekat Orang Nomor Satu Negeri Paman Sam.
Namun, sejumlah pemberitaan di AS menyebut, alasan di balik pemecatan Sessions diduga bertautan dengan proses penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016. Penyelidikan itu, yang dipimpin Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman AS Robert Mueller, masih berlangsung.
Advertisement
Trump sendiri diketahui telah mengkritik otoritas hukum AS, karena penyelidikan yang mereka lakukan telah menjerat sejumlah orang yang dekat dengan sang presiden.
Baca Juga
Mengumumkan pemecatan salah satu pejabat tinggi otoritas hukum AS itu, Trump mengatakan, "Kami berterimakasih kepada Jaksa Agung Jeff Sessions atas pengabdiannya dan mendoakannya sukses," jelasnya lewat akun Twitter pribadi @realDonaldTrump, seperti dikutip dari BBC, Kamis (8/11/2018).
Di sisi lain, dalam sebuah pernyataan tertulis, Sessions --yang merupakan eks Senator mewakili negara bagian Alabama-- menyatakan bahwa pengunduran dirinya bukan merupakan keputusan pribadi, namun, atas desakan Donald Trump.
"Yang terhormat Pak Presiden, atas permintaan Anda, saya mengajukan pengunduran diri," ujar Sessions dalam sebuah surat pengunduran diri.
"Yang terpenting, selama masa tugas saya sebagai jaksa agung, kami telah menegakkan hukum," tambah Sessions.
Menurut seorang pejabat Gedung Putih, sebelum Sessions dipecat, ia sempat bertemu dengan Kepala Staf Kepresidenan John Kelly pada Rabu 7 November. Tidak jelas apa isi pertemuan keduanya, namun diduga, tatap muka itu ditujukan bagi Kelly untuk menginformasikan pemecatan Sessions.
Posisi Sessions sementara akan digantikan oleh kepala staf Kejagung AS Matthew Whitaker --figur yang diketahui merupakan pengkritik penyelidikan Mueller.
Mengapa Dipecat?
Pemecatan Sessions diyakini bertautan dengan kritik keras Trump kepada pria itu seputar penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016. Berbagai narasi seputar kasus tersebut menyebut soal dugaan kedekatan Trump dengan Rusia yang berujung pada kemenangannya pada pemilu dua tahun lalu.
Sessions sendiri pernah terlibat dalam penyelidikan tersebut pada 2017, namun, memutuskan mundur dari investigasi pada Maret 2017.
Keputusan Sessions untuk mundur dari penyelidikan itu dipicu oleh kritik dari Partai Demokrat (oposisi) yang menyebut, ketika ia ditanya oleh Senat AS dalam sebuah rapat dengar pendapat, dirinya tak menjelaskan soal pertemuan antara anggota Partai Republik dengan Duta Besar Rusia untuk AS pada Pilpres 2016. Demokrat menuduh hal itu sebagai upaya untuk menutup-nutupi bukti. Namun, Sessions membantah dan beralasan bahwa ia lupa untuk menjelaskan hal tersebut.
Merespons pengunduran diri Sessions dari penyelidikan, Trump mengatakan kepada New York Times pada Juli 2017, "Sessions seharusnya tidak mengundurkan diri, dan jika dia akan mengundurkan diri, dia seharusnya memberitahu saya sebelum dia mengambil pekerjaan (sebagai Jaksa Agung AS), dengan begitu, saya akan memilih orang lain."
Trump juga kemudian mengkritik tajam Sessions dengan menyebutnya "sangat lemah" dan "memalukan".
Beberapa bulan usai pengunduran diri Sessions dari penyelidikan, Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman AS Robert Mueller berhasil mendakwa sejumlah orang, termasuk beberapa figur yang dekat dengan Trump, atas dugaan keterlibatan mereka dalam kasus campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.
Donald Trump kemudian mengkritik penyelidikan dan dakwaan Mueller dengan menyebutnya sebagai "upaya perburuan penyihir." Ia juga telah membantah keras keterlibatannya dengan Rusia dalam Pilpres AS 2016.
Simak video pilihan berikut:
Masa Depan Penyelidikan Kasus Dugaan Campur Tangan Rusia
Kursi jaksa agung AS yang kosong kini diisi sementara oleh Kepala Staf Kejagung AS Matthew Whitaker, hingga Trump resmi menunjuk pengganti.
Matthew Whitaker tak hanya sekedar mengisi kekosongan kursi pucuk pimpinan, namun juga menjadi pengawas proses penyelidikan yang dilakukan oleh Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman AS Robert Mueller --kepala investigator atas kasus dugaan campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.
Pada poin inilah muncul dugaan bahwa pemecatan Sessions, yang kursinya kemudian diisi sementara oleh Whitaker, merupakan upaya Trump untuk meredam proses penyelidikan Mueller --CBS News melaporkan.
Presiden, yang geram atas penyelidikan Mueller, tidak dapat secara langsung memecat sang penyelidik khusus itu --menurut ketentuan hukum di AS. Namun, dengan Whitaker kini menjabat sebagai pelaksana harian Jaksa Agung AS, Trump mungkin bisa mengupayakan kehendaknya itu. Apalagi mengingat, Whitaker merupakan salah satu figur yang ikut mengkritik penyelidikan Mueller.
Pada April 2017, Whitaker menulis untuk CNN bahwa penyelidikan Mueller, yang kini memasuki tahap memeriksa transaksi keuangan Trump untuk memverifikasi dugaan keterkaitan dengan Rusia, telah "berjalan terlalu jauh".
Apa yang terjadi selanjutnya sangat penting. Kemungkinan, pemecatan Sessions adalah langkah awal dari upaya Gedung Putih untuk menutup penyelidikan Mueller terhadap kasus tersebut atau menutup-nutupi temuannya dari mata publik.
Advertisement