Liputan6.com, London - Pengajuan rencana Brexit terbaru telah menyebabkan dua menteri kabinet Perdana Menteri Theresa May mengundurkan diri.
Tetapi jika kesepakatan itu terwujud, banyak pengamat mengatakan bahwa Inggris bisa menghadapi gejolak politik yang lebih kacau ketika mencapai tenggat waktu yang diundur hingga musim panas 2020.
Jika kesepakatan perdagangan belum siap, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Jumat (16/11/2018), Inggris harus memilih antara dua opsi yang tidak menyenangkan, yakni memperpanjang periode transisi Brexit, atau terpaksa kembali ke "rencana asuransi" yang juga membuat Negeri Ratu Elizabeth patuh pada aturan yang diajukan oleh Uni Eropa.
Advertisement
Baca Juga
Untuk diketahui, rencana asuransi pada isu Brexit merujuk pada permasalahan perbatasan (backstop) di Irlandia, yakni guna menghindari perbatasan keras di pulau Irlandia.
Jika para perunding kehabisan waktu untuk menemukan jawaban melalui hubungan perdagangan di masa depan, Uni Eropa dan Inggris akan memasuki serikat pabean, dengan tuntutan tambahan pada Irlandia Utara untuk menerapkan undang-undang Uni Eropa pada aturan lalu lintas barang.
Permasalahan perbatasan Irlandia disebut seperti boneka Rusia, di mana pengaturan hukum yang lebih rumit untuk Irlandia Utara telah dimasukkan ke dalam ketentuan "Inggris sama rata".
Pengaturan di atas akan berlaku "kecuali dan sampai" rencana kesepakatan Brexit ditangguhkan atau digantikan. Hal tersebut tidak bisa dipecahkan secara sepihak oleh Inggris.
Sementara pengaturan di atas bersifat sementara, tidak akan ada tanggal jatuh tempo dan hanya bisa diakhiri dengan kesepakatan bersama antara Inggris dan Uni Eropa.
Sebagai konsekuensinya saat ini, Inggris harus menerapkan tarif dagang Uni Eropa, dan tidak akan dapat menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan negara lain.
Simak video pilihan berikut:
Inggris Sementara Patuh pada Uni Eropa
Rencana kesepakatan Brexit terdiri dari dua dokumen. Pertama adalah perjanjian hukum setebal 585 halaman untuk melonggarkan hubungan 45 tahun dengan Eropa.
Adapun yang kedua adalah garis besar tujuh halaman yang menggambarkan hubungan masa depan, di mana akan dilengkapi dengan versi lebih lama yang akan disepakati oleh Uni Eropa awal pekan depan.
Namun, bagi yang kontra, kebijakan tersebut dinilai menakutkan karena akan membuat "Brexit membabi buta". Sir SImon Fraser, mantan menteri luar negeri Inggris menggambarkan rencana hubungan masa depan itu sebagai "benar-benar lemah" dan tanpa kejelasan pada tujuan jangka panjang.
Di lain pihak, Uni Eropa telah waspada terhadap permasalahan perbatasan Irlandia, yang telah dilihat sebagai perlakuan khusus untuk Irlandia Utara, karena bisnis di kawasan itu akan diizinkan untuk mengakses pasar Eropa tanpa pembatasan.
Daya tawar pembahasan tentang masalah di perbatasan Irlandia menjadikan Inggris mengiyakan serangkaian jaminan, bahwa pemerintah tidak akan melemahkan Uni Eropa dengan menjadi surga pajak, dan memangkas hak pekerja atau perlindungan lingkungan.
Untuk itu, Inggris telah setuju untuk menerima standar Uni Eropa tentang bantuan negara, persaingan usaha, beberapa perpajakan, standar lingkungan dan tenaga kerja.
Ini adalah janji yang akan membuat Inggris tetap di orbit regulator Uni Eropa yang kuat.
Komisi Eropa, misalnya, akan mempertahankan kekuasaan untuk membatalkan keputusan pemerintah Inggris dalam mensubsidi sebuah pabrik di Irlandia Utara, jika dianggap sebagai bantuan negara yang ilegal.
Advertisement