Menolak Uang Tunai Adalah Hal Ilegal di China, Ini Alasannya

Pemerintah China menetapkan aturan bahwa menolak pembayaran tunai adalah tindakan yang ilegal. Kenapa?

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 11 Des 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 11 Des 2018, 09:00 WIB
Ilustrasi mata uang yuan (iStock)
Ilustrasi mata uang yuan (iStock)

Liputan6.com, Shanghai - Bank sentral China pada awal pekan ini memperingatkan bahwa menolak uang tunai sebagai bentuk pembayaran adalah tindakan yang ilegal.

Praktik-praktik tersebut pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pada uang fisik, dan memperlebar jurang ketidakadilan bagi mereka yang tidak terbiasa dengan pembayaran elektronik, kata Bank sentral China dalam sebuah imbauan resmi.

Dikutip dari Channel News Asia pada Senin (10/12/2018), imbauan resmi tersebut disampaikan via akun resmi pemerintah di Wechat dan Weibo.

Imbauan itu menyoroti perkembangan pesat penggunaan uang elektronik di China via aplikasi Alipay dari Alibaba Group atau WeChat dari Tencent Holdings, yang penggunaannya telah meluas hingga ke transportasi umum dan membeli barang di toko kelontong.

Kemudahan transaksi via pembayaran elektronik berarti membuat beberapa vendor, terutama di kota-kota besar seperti Beijing dan Shanghai, tidak lama lagi akan berhenti menerima uang tunai.

"Pembayaran elektronik telah memberi kami cara baru untuk membayar, tetapi itu tidak harus menggantikan pembayaran tunai," kata imbauan Bank Sentral China.

"Seiring waktu, hal ini bisa menjadi kebiasaan yang mengurangi kepercayaan publik terhadap penggunaan uang tunai," lanjut imbauan terkait.

Ditambahkan bahwa sangat tidak adil bagi orang tua dan orang-orang yang tinggal di pedalaman China --di mana uang tunai sangat penting dalam aktivitas niaga setempat-- untuk menguasai proses pembayaran elektronik.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Potensi Fintech di China Belum Maksimal

Bendera China
Ilustrasi (iStock)

Salah satu perusahaan financial technology atau industri teknologi keuangan (fintech) di China menyebutkan meskipun saat ini pertumbuhan fintech tengah berada di puncaknya karena penggunaan sistem pembayaran lewat internet yang luas, industri fintech belum mencapai potensi maksimal.

Berdasarkan laporan dari konsultan EY pada 2017 menyebutkan ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut mengadopsi fintech sudah cukup tinggi.

Laporan tersebut menyebutkan 69 persen konsumen digital yang aktif di China merupakan penguna pelayanan fintech. Jumlah itu lebih tinggi dibanding di Amerika Serikat (AS) yang hanya 33 persen.

Namun, Co-founder dan Chairman dari Rong360, David Ye menuturkan pertumbuhan terbesar untuk adoptasi fintech itu berasal dari sistem pembayaran.

"China memang unggul dalam fintech seperti halnya pembayaran. China jauh terdepan dibanding negara-negara lainnya dalam hal pembayaran yang mana penetrasinya mencapai 60 hingga 70 persen," tutur dia, seperti dikutip dari situs web CNBC.

Meski begutu, David Ye menambahkan, fintech antara lain kredit online, kartu kredit, kredit infrastruktur dan akses asuransi masih jauh di bawah penetrasi. Oleh karena itu, fintech terhadap akses keuangan itu masih punya ruang untuk tumbuh.

"Ini mengapa kami harapkan seluruh sektor dengan pertumbuhan double digit, atau mungkin di sektor lain bisa high double digit dalam waktu 5 sampai 10 tahun ke depan," ujarnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya