Liputan6.com, Jakarta Presiden China Xi Jinping pada Senin (17/2) mengadakan pertemuan dengan sejumlah bos besar perusahaan swasta negara itu.
Nama-nama yang termasuk dalam pertemuan tersebut mencakup pendiri Alibaba Jack Ma, Pendiri Huawei Ren Zhengfei dan pemimpin BYD Wang Chuanfu, serta pendiri Deepseek Liang Wenfeng.
Advertisement
Baca Juga
Dalam pertemuan itu, Xi Jinping mendorong para pemimpin swasta China untuk tetap percaya diri pada kekuatan model dan pasar negaranya.
Advertisement
Pertemuan tersebut juga diadakan menyusul pengumuman tarif dagang terbaru sebesar 25% terhadap China yang dikenakan Amerika Serikat.
"Ini adalah waktu yang tepat bagi mayoritas bisnis swasta dan pengusaha untuk menunjukkan bakat mereka," kata Xi Jinping dalam sambutan yang dikutip media pemerintah China.
Potret yang dirilis media pemerintah China menunjukkan Xi Jinping tampaknberbicara kepada para eksekutif swasta yang berbaris di depannya.
Gambar-gambar tersebut mendorong para investor berebut untuk melihat siapa yang masuk atau keluar di antara para pemimpin bisnis teratas.
Pertemuan ini sekaligus menggarisbawahi pentingnya inovasi sektor swasta bagi China guna mempertahankan sektor teknologinya.
"Ini adalah pengakuan diam-diam bahwa pemerintah China membutuhkan perusahaan sektor swasta untuk persaingan teknologinya dengan Amerika Serikat," kata Christopher Beddor, wakil direktur penelitian China di Gavekal Dragonomics di Hong Kong.
"Pemerintah tidak punya pilihan selain mendukung mereka jika ingin bersaing dengan Amerika Serikat,” ucapnya.
Sektor swasta di China, yang bersaing dengan perusahaan milik negara, menyumbang lebih dari separuh pendapatan pajak, lebih dari 60 persen dari output ekonomi, dan 70 persen dari inovasi teknologi negara itu, menurut perkiraan resmi.
Pertemuan itu diselenggarakan di Aula Besar Rakyat China, tempat yang pernah digunakan pada tahun 2018 silam untuk pertemuan serupa selama perang dagang pada masa pemerintahan pertama Presiden AS Donald Trump.
Jerman Ketar Ketir Ada Tarif Impor AS: Ekonomi Kami Bisa Ambles
Sebelumnya, Jerman mengungkapkan bahwa serangkaian tarif dagang baru yang dikenakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump, berisiko menimbulkan dampak yang signifikan pada negara ekonomi terbesar di Eropa itu.
Mengutip BBC, Presiden Bank Sentral Jerman Bundesbank, Joachim Nagel, memperingatkan bahwa tarif dagang AS lmenimbulkan risiko signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negaranya.
Berbicara di Speaker's Luncheon Union International Club di Frankfurt, Nagel menekankan bahwa sebagai ekonomi yang digerakkan oleh ekspor, Jerman berisiko menderita kerugian besar imbas perubahan kebijakan perdagangan AS.
Mengacu pada pengenaan tarif 25 persen oleh AS pada baja dan aluminium, Nagel mencatat bahwa langkah ini akan berdampak khusus pada Jerman, menimbulkan ancaman terhadap prospek ekonominya.
Advertisement
Output Ekonomi Berisiko Terdampak
Nagel juga mengutip perkiraan Bundesbank yang menunjukkan bahwa meningkatnya ketegangan perdagangan transatlantik dapat menyebabkan output ekonomi Jerman pada tahun 2027 menjadi 1,5 poin persentase lebih rendah dari yang diharapkan.
Ia juga memperingatkan inflasi dapat meningkat, meskipun dampak pastinya masih belum diketahui secara pasti.
"Terkikisnya daya beli dan lonjakan biaya input akan jauh lebih besar daripada potensi keunggulan kompetitif bagi industri AS," katanya.
"Tingkat inflasi akan meningkat tajam dan dapat meningkat lebih tinggi lagi tanpa pengetatan kebijakan moneter yang signifikan,” jelas Nagel.
Bertentangan dengan klaim pemerintah AS, Nagel juga menilai tarif dagang dapat menimbulkan konsekuensi negatif bagi AS.
