Hujan Buatan Gagal Usir Polusi Udara Akut di Korea Selatan

Upaya hujan buatan dilaporkan gagal melenyapkan polusi udara akut di langit Korea Selatan.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 29 Jan 2019, 07:31 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2019, 07:31 WIB
Warga Kota Seoul, Korea Selatan, mengenakan masker untuk melindungi diri dari meningkatnya polusi udara di sana (AFP/Ed Jones)
Warga Kota Seoul, Korea Selatan, mengenakan masker untuk melindungi diri dari meningkatnya polusi udara di sana (AFP/Ed Jones)

Liputan6.com, Seoul - Sebuah upaya oleh pemerintah Korea Selatan dalam menciptakan hujan buatan, dikabarkan gagal mengatasi polusi udara yang banyak disalahkan terhadap negara tetangga China.

Dikutip dari Channel News Asia pada Senin (28/1/2019), banyak warga di sana menyalahkan China atas naiknya tingkat polusi udara sejak awal bulan ini, yang membuat langit pantai barat Korea Selatan kerap terlihat kelabu dalam beberapa hari terakhir.

Pada Jumat 25 Januari, Badan Meteorologi Korea (KMA) mengirim pesawat untuk menaburkan awan dengan kandungan perak iodida, yang diharapkan memicu kondensasi yang mendorong terjadinya hujan.

Hujan buatan itu bertujuan memadamkam partikel dan polutan di udara, yang oleh warga Korea Selatan dikenal dengan julukan "debu halus".

Namun, analisis awal percobaan disebut mengecewakan, lapor KMA dalam catatan awal yang dirilsi pada Senin pagi. Curah hujan hanya dilaporkan turun dalam kondisi lemah selama beberapa menit, dan tanda-tanda jatuhnya rintik air yang signifikan dari langit tidak juga tampak hingga siang hari.

"Meski begitu, tes ini juga bertujuan untuk mengumpulkan data empiris tentang teknologi untuk komersialisasi penyemaian awan yang lebih cepat," tambahnya.

Laporan lengkap diharapkan akan dirilis bulan depan.

Sementara itu, kualitas udara di Korea Selatan umumnya lebih baik daripada di China, yang lebih sering dipengaruhi oleh serangan polusi dari kegiatan industri dan pertambangan.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Klaim China Bertolak Belakang

Polusi Udara di Beijing
Sejumlah warga mengenakan masker wajah berjalan menyusuri jalan pada hari yang tercemar polusi di Beijing, China (2/4). (AFP Photo/Fred Dufour)

Presiden Korea Selatan Moon Jae-in pekan lalu menyarankan para pejabatnya untuk menanggapi masalah polusi udara ini sebagai "bencana alam", bersamaan ketika dia mendesak kerjasama dengan Beijing, dalam menangani "keprihatinan besar publik tentang debu halus dari China".

Beijing juga mengklaim telah berusaha mengatasi momok tersebut, dengan mengatakan bahwa tingkat PM2,5 --partikel kecil di udara yang dianggap paling berbahaya bagi kesehatan-- telah berhasil dipangkas hampir sepertiga dari rata-rata, selama empat tahun terakhir.

Namun, menurut beberapa studi, ambang batas polusi udara yang diklaim oleh China masih jauh di atas batas yang disyaratkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hal itulah yang kemudian menyebbakan langit Korea Selatan menjadi sering kelabu dalam beberapa waktu terakhir, di mana diduga kuat salah satunya diakibatkan oleh bertiupnya partikel PM2,5 dari China, melalui lauatan yang membatasi kedua negara.

China, yang menurut Badan Energi Internasional menggunakan batu bara untuk menghasilkan sekitar tiga perempat energinya, dianggap sebagai penyebab polusi udara terbesar di dunia.

Tahun lalu, Korea Selatan menutup lima pembangkit listrik tenaga batu bara yang sudah tua, sebagai upaya dalam meningkatkan kualitas udaranya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya