Peta Kuno Ini Kuak Sosok Orang Terkaya Sepanjang Sejarah: Dia Seorang Muslim

Bukan Jeff Bezos atau Bill Gates yang layak menyandang predikat orang paling kaya dalam sejarah manusia.

oleh Tanti YulianingsihElin Yunita Kristanti diperbarui 01 Feb 2019, 00:03 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2019, 00:03 WIB
Mansa Musa
Lembar 6 dari 12. Detail menunjukkan Mansa Musa duduk di atas takhta dan memegang koin emas. (Public Domain)

Liputan6.com, Illinois - Bukan Jeff Bezos atau Bill Gates yang layak menyandang predikat orang terkaya dalam sejarah manusia. Ada seorang pria dari masa lalu lebih tajir daripada bos Amazon dan bos Microsoft itu.

Naskah dari Abad Pertengahan, yang disebut The Catalan Atlas menguak identitasnya. Dalam manuskrip yang menggambarkan rute perdagangan itu terlihat sosok raja dari Afrika Barat yang sedang memegang sekeping uang emas. Namanya adalah Mansa Musa. Ia mungkin adalah orang terkaya di muka Bumi.

Reproduksi atlas tersebut kini dipajang dalam pameran bertajuk 'Caravans of Gold' atau Karavan Emas yang dibuka pada Sabtu 26 Januari 2019 di Block Museum of Art di Northwestern University, Evanston, Illinois.

Tema pameran tersebut menyoroti soal kekayaan luar biasa dan pengaruh besar Afrika selama Abad Pertengahan. Peta tersebut dibuat di Majorca, sebuah pulau di Mediterania pada 1375.

"Jelas, Mansa Musa dan Afrika Barat, juga sumber daya emasnya memiliki arti penting yang sangat besar," kata Kathleen Bickford Berzock, kurator pameran di Block Museum, seperti dikutip dari situs sains Live Science, Kamis (31/1/2019).

Siapa orang terkaya dalam sejarah? Bukan Bill Gates ataupun Henry Ford, namun Mansa Musa I, Kaisar Mali Abad ke-12.

Menurut dia, pameran tersebut bertujuan untuk menghilangkan prasangka atau stereotip tentang Afrika.

Sejumlah sejarawan dan akademis telah banyak mendokumentasikan arti penting Afrika di dunia pada Abad Pertengahan. Namun, di sisi lain, benua itu sering dianggap terbelakang dalam imajinasi publik.

Keterbelakangan itu dipicu serangan kekuatan kolonialis, yang melucuti Afrika dari orang-orang hebat dan sumber dayanya. Juga menghapus banyak warisan budaya dan sejarahnya yang kaya.

"Pameran ini memberi tahu kita banyak hal tentang dunia di mana kita hidup saat ini, untuk memahami sejarah panjang pertukaran dan interaksi pada skala global," kata Bickford Berzock kepada Live Science.

"Juga membantu orang berpikir tentang sejarah Afrika sebelum keterlibatan Barat, misalnya dalam perdagangan budak Atlantik."

Mansa Musa pada zamannya adalah sosok fenomenal. Penguasa Mali itu punya kendali penuh atas produksi emas.

Emas yang ditambang di Mali adalah yang paling murni. Yang paling diincar orang-orang kala itu.

"Sulit membayangkan ada orang yang memiliki kekayaan sebanyak itu hari ini," kata dia, "Pada dasarnya, ia punya akses tanpa batas ke pundi-pundi harta."

Bahwa Afrika bukan hanya sekadar tempat yang dijarah Eropa untuk bahan mentah, juga tergambar dalam sejumlah artefak.

Benua itu kaya akan budaya, seni patung, seni tekstil, dan lainnya. Salah satu artefak yang dipamerkan adalah sebuah patung, yang menggambarkan seseorang sedang duduk, ditemukan di Nigeria.

Patung itu terbuat dari tembaga yang kemungkinan ditambang di Eropa. Ada juga cetakan koin dinar dari Tadmekka, Mali, masih dengan serbuk emas yang menempel.

Penemuan cetakan itu mengkonfirmasi isi teks-teks bahasa Arab pada saat itu, yang menyebut Tadmekka sebagai sumber dinar, demikian menurut Bickford Berzock. Itu juga yang bikin Mansa Musa jadi orang terkaya.

 

Perjalanan Mansa Musa ke Makkah

Mansa Musa I
Ilustrasi Mansa Musa menunggangi unta. (Catalan Atlas of 1375)

Pada tahun ke-17 kepemimpinannya, 1324, ia melakukan perjalanan ke Makkah. Perjalanan itu menyadarkan dunia akan kekayaan Mali.

Dalam perjalanannya ke Kairo, Mansa Musa I didampingi karavan dan dikawal 60.000 orang, termasuk rombongan 12.000 orang budak yang kesemuanya mengenakan busana brokat dan sutra Persia.

Sang Raja sendiri naik kuda dan diikuti oleh 500 budaknya -- masing-masing membawa tongkat emas.

Kemurahan hati dan ketakwaan Mansa Musa, ditambah penampilannya yang menawan menjadikan dirinya sosok yang berkesan.

Ahli sejarah al-'Umari, yang mengunjungi Kairo 12 tahun setelah kedatangan Mansa Musa, menemukan bahwa para penduduk kota yang populasinya satu juta, kerap memuja-muja sang raja Mali. 

Sang kaisar yang kerajaannya pernah menjadi yang terbesar di dunia dikabarkan melebarkan daerah kekuasaannya dengan menjadi pemilik Ibukota Songhai, Gao.

Di Gao dan Timbuktu -- sebuah kota lain di Songhai yang ketenarannya hampir menyaingi Gao.

Sehingga, Mansa Musa meminta Abu Ishaq al-Sahili, penyair dan arsitek Granada yang pernah bepergian dengannya dari Makkah, untuk membangun sebuah masjid.

Masjid Djinguereber, warisan Mansa Musa (Wikipedia)

Masjid Gao itu dibangun dengan batu bata, yang bukan bahan bangunan umum di Afrika Barat.

Menurut Encyclopaedia Britannica, di bawah Mansa Musa, Timbuktu menjadi kota perdagangan penting, dengan armada karavan yang menyambungkan ke Mesir dan pusat perdagangan penting lainnya di Afrika Utara.

Sayangnya, setelah kematian Mansa Musa I pada tahun 1331, pewarisnya tak bisa mempertahankan harta itu. Hasilnya, semua habis untuk membiayai perang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya