Liputan6.com, Caracas - Presiden Venezuela, Nicolas Maduro, memutuskan hubungan diplomatik dengan negara tetangga, Kolombia, pada hari Sabtu, 23 Februari 2019, setelah negara itu diklaim menjadi tempat penampungan bantuan kemanusiaan dari Amerika Serikat.
"Kita tidak bisa terus menjalin hubungan dengan Kolombia, yang digunakan untuk menyerang Venezuela," tegas Maduro pada rapat umum, yang dikutip dari NBC News, Minggu (24/2/2019). "Untuk alasan itu, aku memutuskan untuk mengakhiri semua hubungan dengan pemerintah fasis Kolombia. Semua diplomat harus angkat kaki dari sini dalam waktu 24 jam. Pergi! Keluarlah. Cukup sudah."
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Kolombia menanggapi sikap Maduro dengan menyatakan bahwa negara itu tidak mengakui legitimasi Maduro dan mendukung penuh Juan Guaido, sosok yang diakui oleh Donald Trump sebagai presiden sah Venezuela.
Advertisement
"Kolombia selalu bertindak secara kemanusiaan dan damai, serta akan terus melakukannya untuk membantu menciptakan kondisi yang akan memunculkan demokrasi dan kebebasan di Venezuela, sekali lagi," tulis Kemlu Kolombia dalam sebuah pernyataan.
Sebagaimana diketahui, Nicolas Maduro masih bersikukuh menolak makanan dan pasokan medis dari Negeri Paman Sam. Ia merasa curiga bahwa seluruh pertolongan itu akan digunakan oleh Amerika Serikat sebagai sarana untuk menjilat pasukannya dan menggulingkan pemerintahannya.
Pada Sabtu malam, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, menanggapi sikap Maduro melalui cuitan di akun Twitter pribadinya, "AS akan mengambil tindakan terhadap mereka yang menentang pemulihan demokrasi secara damai di #Venezuela."
The U.S. condemns the attacks on civilians in #Venezuela perpetrated by Maduro’s thugs. These attacks have resulted in deaths and injuries. Our deepest sympathies to the families of those who have died due to these criminal acts. We join their demand for justice. #EstamosUnidosVE pic.twitter.com/YW7hE3y1Ll
— Secretary Pompeo (@SecPompeo) February 24, 2019
Sedangkan pemimpin oposisi, Juan Guaido, mengatakan pada hari yang sama bahwa ia berencana untuk bertemu dengan Wakil Presiden AS, Mike Pence, di Bogota pada hari Senin (25/2/2019) dalam pertemuan darurat para menteri luar negeri Amerika Latin.
Guaido membatalkan permintaannya kepada para pendukungnya untuk menerobos perbatasan demi mendapatkan bantuan, tetapi ia terus mendesak pasukan Venezuela untuk membelot.
"Berapa banyak dari kalian, penjaga nasional, yang memiliki ibu yang sakit?" ia berkata. "Berapa banyak dari kalian yang punya anak di sekolah, namun tidak pernah kalian beri makan?"
Di satu sisi, sebagaimana dikabarkan oleh The Guardian, empat orang dilaporkan tewas dan ratusan lainnya luka-luka dalam gelombang kekerasan yang mengguncang daerah perbatasan Venezuela pada hari Sabtu, ketika para aktivis oposisi berusaha menentang larangan pemerintah dan membawa makanan serta pasokan medis ke negara krisis itu.
Meskipun Guaido tidak mengamankan pembelotan massal yang ia harapkan sebelumnya, namun setidaknya 60 penjaga perbatasan meninggalkan pos mereka dan melarikan diri ke Kolombia, karena anggota pasukan keamanan lain yang setia kepada Nicolas Maduro menggunakan gas air mata dan peluru karet untuk memaksa kembali para demonstran dan menghentikan warga sipil yang mengawal persediaan bantuan.
Tiga truk pemasok bantuan dibakar oleh granat gas air mata ketika mereka mendekati pos pemeriksaan perbatasan pertama di jembatan Santander, yang menghubungkan Venezuela ke Kolombia. Otoritas Kolombia melaporkan setidaknya 285 orang terluka.
Di selatan, aktivis oposisi mengklaim bantuan telah mencapai Venezuela, tetapi meskipun ada dua truk yang meninggalkan Brasil, kedua kendaraan berat ini berhenti hanya beberapa meter di dalam perbatasan.
¡Atención Venezuela! Anunciamos oficialmente que YA ENTRÓ el primer cargamento de ayuda humanitaria por nuestra frontera con Brasil. ¡Esto es un gran logro, Venezuela! ¡Seguimos! #23FAvalanchaHumanitaria
— Juan Guaidó (@jguaido) February 23, 2019
Sedangkan di kota Santa Elena de Uairen, terjadi bentrokan terparah sepanjang sejarah Venezuela, dengan gerombolan bersenjata pro-pemerintah dan anggota penjaga nasional turun ke jalan untuk mencoba dan membubarkan pendukung oposisi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Tanggapan AS
Akibat keputusan Maduro, senator AS, Marco Rubio pun ikut angkat bicara. Ia memperingatkan Maduro pada hari Sabtu bahwa kekerasan di perbatasan membuka kemungkinan intervensi.
"Setelah diskusi diadakan pada malam ini bersama beberapa pemimpin regional, sekarang jelas bahwa kejahatan berat yang dilakukan pada hari ini oleh rezim Maduro telah membuka pintu bagi berbagai tindakan multilateral potensial yang tidak ada di meja hanya 24 jam yang lalu," uajrnya melalui Twitter.
After discussions tonight with several regional leaders it is now clear that the grave crimes committed today by the Maduro regime have opened the door to various potential multilateral actions not on the table just 24 hours ago. https://t.co/MvqFwB6E6d
— Marco Rubio (@marcorubio) February 24, 2019
Rubio adalah anggota Komite Senat urusan Hubungan Luar Negeri dan telah menyarankan pemerintahan Donald Trump di Venezuela.
Bulan lalu, Donald Trump menyatakan bahwa ia mendukung Juan Guaido sebagai presiden sah Venezuela. Sikap Trump ini memicu meningkatnya ketegangan dengan rezim Maduro dan menginspirasi pemimpin Venezuela ini untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Amerika Serikat.
Advertisement