China Akui Telah Menahan 13.000 Teroris di Xinjiang Sejak 2014

Pemerintah China mengaku telah menahan 13.000 teroris di provinsi Xinjiang sejak 2014.

oleh Happy Ferdian Syah Utomo diperbarui 18 Mar 2019, 17:46 WIB
Diterbitkan 18 Mar 2019, 17:46 WIB
Gedung utama pusat pelatihan vokasional di di Atush, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (XUAR) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Gedung utama pusat pelatihan vokasional di di Atush, Prefektur Otonomi Kizilsu Kirgiz, Wilayah Otonomi Xinjiang-Uighur (XUAR) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Liputan6.com, Beijing - Otoritas China pada Senin 18 Maret, membela upaya penegakan hukumnya yang kontroversial di provinsi Xinjiang, dengan mengatakan hampir 13.000 terduga teroris telah ditangkap di sana sejak 2014.

Beijing sebelumnya mendapat kecaman internasional atas kebijakannya di kawasan itu. menurut pegiat HAM, sebanyak satu juta warga Uighur dan minoritas muslim lainnya ditahan di kamp-kamp interniran. Di sisi lain, Beijing mengatakan, itu adalah fasilitas pendidikan vokasional bagi warga. 

Dewan Negara, Kabinet China, membalas kembali dengan mengeluarkan buku putih yang mengatakan bahwa pemerintah "tidak kenal lelah dalam menindak keras, sesuai dengan hukum, pada setiap tindakan yang mengadvokasi terorisme dan ekstremisme", demikian sebagaimana dikutip dari The Straits Times pada Senin (18/3/2019).

Dokumen tersebut menyatakan bahwa Xinjiang telah lama menjadi bagian dari wilayah China, tetapi bahwa "kelompok teroris dan ekstremis" telah memicu kegiatan separatis dengan "memalsukan" sejarah wilayah tersebut.

"Sejak 2014, Xinjiang telah menghancurkan 1.588 kelompol kekerasan dan teroris, menangkap 12.995 teroris, menyita 2.052 alat peledak, menghukum 30.645 orang karena 4.858 kegiatan keagamaan ilegal, dan menyita 345.229 salinan bahan-bahan agama ilegal," menurut buku putih itu.

"Pekerjaan kontraterorisme dan perjuangan de-ekstremisasi di Xinjiang selalu dilakukan sesuai dengan aturan hukum," tambahnya.

Buku putih itu  dikutuk oleh kelompok hak asasi Uighur, yang menyebutnya sebagai alasan politik untuk menekan mereka.

"Tujuan mengeluarkan apa yang disebut buku putih adalah untuk mendapatkan dukungan lokal atas kebijakan ekstrem pemerintah dan untuk menutupi pelanggaran hak asasi manusia," ujar Dilxat Raxit, juru bicara kelompok World Uyghur Congress di pengasingan, dalam sebuah pernyataan.

Xinjiang, yang berbagi perbatasan dengan beberapa negara termasuk Pakistan dan Afghanistan, telah lama mengalami kerusuhan dan kekerasan, yang menurut China diatur oleh gerakan "teroris" terorganisir, yang mencari kemerdekaan wilayah itu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

Menggelar Agenda Hubungan Masyarakat

Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)
Suasana di pusat pelatihan vokasional Shule, di Shule County, Prefektur Kashgar, Xinjiang (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

China sebelumnya telah membantah keberadaan kamp-kamp interniran, tetapi dalam beberapa bulan terakhir bergeser dengan menyebut mereka "pusat-pusat pendidikan kejuruan (vokasional).  Bentuknya asrama, di mana para siswa mendaftar secara sukarela.

"Langkah-langkah pencegahan telah membawa perubahan nyata di kawasan itu, dan orang-orang memiliki kepuasan, kebahagiaan, dan keamanan yang jauh lebih kuat," tulis buku putih itu.

Beijing juga diketahui melakukan agenda hubungan masyarakat dalam beberapa bulan terakhir, termasuk membawa para jurnalis dan diplomat melakukan tur untuk mengunjungi pusat-pusat pelatihan di Xinjiang.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya