Liputan6.com, Wellington - Selandia Baru mengatakan pada Selasa 23Â April 2019 akan memberi status penduduk menetap kepada semua penyintas dalam penembakan massal di dua masjid di Kota Christchurch. Sedikitnya 50 Muslim tewas dalam aksi penembakan itu.
Menurut laporan VOA Indonesia yang dikutip Rabu (24/4/2019), pemerintah Selandia Baru mengatakan sedang mempertimbangkan memberi visa kepada yang selamat meskipun untuk itu belum ada keputusan yang diumumkan. Pernyataan hari Selasa itu tercantum di link pada website imigrasi, yang oleh sejumlah kalangan dikatakan untuk menghindari timbul dampak pantulan dari penentang imigrasi.
Imigrasi Selandia Baru mengatakan visa kategori baru disebut Christchurch Response (2019) telah diciptakan. Orang yang berada di kedua masjid tatkala terjadi penembakan tanggal 15 Maret dapat melamar untuk memperoleh visa itu demikian pula anggota keluarga langsung.
Advertisement
Pelamar memang tinggal di Selandia Baru pada hari serangan terjadi, jadi tertutup bagi pelancong dan pendatang jangka pendek. Lamaran dapat diajukan mulai hari Rabu.
Perdana Menteri Jacinda Ardern mengatakan serangan itu adalah tindakan terorisme, kemudian pemerintah mengeluarkan UU melarang senjata semi-otomatis.
Sementara itu – seorang menteri Sri Lanka mengatakan bahwa ledakan bom pada hari Paskah di gereja dan hotel di negeri itu yang menewaskan 321 orang tampaknya adalah sebagai pembalasan atas serangan di kedua masjid di Selandia Baru.
Kelompok ISIS mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom yang terkordinasi di Sri Lanka itu.
Tanggapan PM Selandia Baru Soal Bom Sri Lanka
Pemerintah Selandia Baru tidak diam terkait klaim Menteri Pertahanan Sri Lanka Ruwan Wijewardene yang menyebut bahwa bom beruntun di negaranya yang terjadi pada Minggu Paskah, 21 April 2019 merupakan pembalasan atas serangan di dua masjid Kota Christchurch, Selandia Baru. Sebuah klaim yang dipertanyakan oleh para ahli terorisme.
"Kami telah melihat laporan pernyataan dari Menteri Pertahanan Sri Lanka yang menuduh hubungan antara serangan teroris Minggu Paskah dan serangan 15 Maret di Christchurch," kata Juru Bicara Perdana Menteri Jacinda Ardern yang dikutip dari Sydney Morning Herald, Rabu (24/4/2019).
Kantor PM Ardern juga mengatakan, negaranya "belum melihat adanya laporan intelijen yang menjadi dasar penilaian semacam itu." Untuk diketahui, Wijewardene juga tidak memberikan bukti di parlemen.
"Warga Selandia Baru menentang terorisme dan kekerasan ekstrem dalam segala bentuknya. Setelah serangan di masjid Christchurch, kutukan pelaku kekerasan dan pesan perdamaian yang menyatukan kita semua," ujar sumber yang sama.
Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh ahli terorisme mengatakan, perlu waktu berbulan-bulan untuk merencanakan pengeboman terkoordinasi.
Jika dihitung, maka jarak antara insiden Christchuch dan Sri Lanka hanya berselang satu bulan lebih enam hari.
Sebanyak 321 orang dinyatakan tewas dalam insiden pada Minggu yng bertempat di delapan tempat. Pengeboman dilaporkan terjadi di tiga gereja, empat hotel mewah, dan rumah warga. Sebagian dari korban meninggal termasuk pula anak-anak, bahkan bayi berusia delapan bulan.
Advertisement