Liputan6.com, New Delhi - Narendra Modi (68) kembali terpilih sebagai perdana menteri India setelah partai pengusungnya, Bharatiya Janata (BJP), meraih lebih banyak kursi parlemen dari kemenangan pertamanya pada 2014 lalu.
Hal itu, oleh para pengamat, disebut menandakan dukungan besar rakyat India terhadap kepemimpinan dan ideologi nasionalis Hindu-nya yang kuat.
Dikutip dari NPR.org pada Jumat (24/5/2019), pemilu di India berlangsung selama hampir enam pekan, guna mengakomodasi hampir 900 juta orang yang memenuhi syarat untuk memberikan suara.
Advertisement
Baca Juga
Pada Kamis 23 Mei, sesi terakhir dari serangkaian penghitungan suara selesai dilakukan, dan hasilnya menunjukkan BJP meraih lebih banyak kursi dibandingkan partai-partai lainnya.
Tidak lama setelah pengumuman kemenangan tersebut, Modi menerima banyak ucapan selamat di Twitter. Dia mengatakan akan berpegang pada semangat "Chowkidar," atau "penjaga amanah", yang telah digaungkannya sejak beberapa bulan lalu.
"Ini adalah kemenangan bagi kaum muda yang memiliki mimpi," katanya kepada kerumunan di markas partainya di New Delhi pada Kamis malam.
"Untuk ibu-ibu yang menginginkan kamar mandi bersih. Untuk setiap orang sakit yang tidak mampu membayar pengobatan. Untuk petani yang bekerja keras bagi bangsa. Untuk orang miskin pindah ke rumah pertama mereka. Untuk setiap warga negara yang taat hukum dan membayar pajak," lanjutnya dengan penuh patriotik.
Dia menambahkan bahwa seluruh rakyat India sekarang harus mengarahkan pandangan mereka pada masa depan. "Kita harus terus maju dengan semua orang, bahkan mereka yang menentang kita, dan bekerja bersama menuju perbaikan negara."
Sementara itu, menjelang pemungutan suara, partai BJP dituduh menggunakan pidato kebencian dan taktik ketakutan untuk meraih dukungan. Kritik tersebut muncul pada saat nasionalisme Hindu telah mencapai titik dominasi baru di India.
Nasionalis Hindu memiliki pengaruh yang semakin besar dalam kebijakan, hukum, dan kehidupan sehari-hari di India. Sayangnya, dominasi itu kerap menekan kelompok-kelompok minoritas, seperti Muslim dan Protestan.
Â
Â
Modi dan Nasionalis Hindu yang Tersingkirkan
Ketertarikan Modi pada politik bermula saat masih remaja tanggung, ketika dia membantu ayahnya berjualan teh di dekat kantor cabang Partai Kongres yang berkuasa kala itu.
Di usia masih sangat muda, Modi mulai menghadiri pertemuan harian Rashtriya Swayamsevak Sangh, yang disebut sebagai organisasi sukarelawan terbesar di dunia.
Kelompok ini sangat mengusung ideologi nasionalis Hindu, yang memimpikan dominasi penganut agama tersebut sebagai sebuah keunggulan di India.
Sebelumnya, sebagaimana dikutip dari The Guardian, kelompok nasionalis Hindu disingkirkan oleh bapak bangsa India, Jawaharlal Nehru, yang visinya adalah membangun Negeri Hindustan sebagai negara sekuler di atas pluralitasnya yang kompleks.
Partai-partai nasionalis Hindu, termasuk BJP, selalu mendapat suara tidak lebih dari 10 persen selama beberapa dekade hingga 1990-an, ketika mereka mulai memperluas dukungan nasional terhadap penghancuran sebuah masjid Mughal buatan Abad ke-16, untuk digantikan dengan kuil Hindu.
Kampanye itu memuncak pada penghancuran masjid oleh 150.000 aktivis Hindu, yang memicu kerusuhan di seluruh India, dan menewaskan sekitar 2.000 orang.
Namun, menurut para pengamat, dukungan pada BJP terbatas pada kelompok Hindu kaya yang bermukim di utara dan barat negara itu.
Rintangan permanen nasionalis Hindu berasal dari partai-partai yang didukung penduduk miskin, kasta rendah yang terpinggirkan, dan komunitas Muslim di India selatan.
Advertisement
Kharisma Modi yang Mengubah Persepsi Rakyat India
Kharisma Modi, terutama tentang pembentukan citranya sebagai bekas penjual teh yang mampu naik sebagai pemimpin tertinggi India, mengubah beragam pandangan buruk di atas. Sosoknya dengan cepat meraih dukungan luas dari masyarakat kelas bawah hingga menengah setempat.
"Pergeseran itu sebenarnya terjadi di antara pemilih yang lebih aspirasional, yang berpikir Modi dapat memenuhi aspirasi ekonomi mereka ... Pemimpin ini, yang telah naik dari jajaran keluarga miskin, telah menjadi simbol," ujar Rahul Verma, seorang analis politik yang berbasis di New Delhi.
Ditambahkan oleh Verma, simbolisme ini sangat kuat di kalangan anak muda India, di mana populasinya terus bertambah dan menjadi kelompok pemilih yang vital.
"Mereka tumbuh dengan melihat cara hidup di Barat, dan di tempat-tempat yang digerakkan oleh orang-orang muda, seperti Singapura dan China," kata Vivan Marwaha, seorang jurnalis yang menulis buku tentang anak-anak muda India.
"Modi muncul di masa-masa kegelisahan kaum muda tersebut pada 2014, dan menjanjikan mereka sebagai kereta peluru untuk memajukan India. Dia berjanji hadirkan jutaan pekerjaan baru, berbagai proyek besar dunia, semuanya sangat inspiratif," lanjut Marwaha.
Orang-orang muda India tumbuh dengan doktrin bahwa negara mereka tengah berjalan menuju negara adikuasa. "Modi sangat paham akan hal itu, dan terus menarik perhatian dengan berbagai terobosan yang mengandalkan tenaga muda, dia disukai karena itu," kata Marwaha.