Liputan6.com, Jakarta - Gerhana Bulan sebagian muncul pada 17 Juli 2019 di sejumlah belahan dunia, seperti Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Asia --termasuk seluruh wilayah Indonesia. Pemberitaan seputar fenomena tersebut pun marak dipublikasikan.
Salah satu kisah terkait Gerhana Bulan yang pernah diungkap adalah tentang penjelajahan sang penemu Benua Amerika Christopher Columbus. Di mana saat itu ia bersama awak kapalnya mengalami kesulitan dan berdalih menggunakan fenomena Gerhana Bulan --yang pada masa itu belum dipahami oleh Suku Arawak yang membantunya.
Baca Juga
Berikut ini kisah selengkapnya:
Advertisement
Pada 11 Mei 1502, armada Christopher Columbus meninggalkan Cadiz, Spanyol menggunakan empat kapal, Capitana, Gallega, Vizcaína dan Santiago de Palos. Namun, akibat wabah cacing kapal menyerang bahtera yang digunakan, ia hanya bisa menggunakan dua kapalnya.
Dengan armada tersebut, ia bersama awak kapalnya tiba di sebuah pulau yang kini dikenal sebagai Jamaika pada 25 Juni 1503.
Seperti dikutip dari Space.com, Rabu (17/7/2019) awalnya, penduduk asli, Suku Arawak menyambut kedatangan mereka dengan baik, menyediakan makanan dan tempat bernaung.
Namun, ketegangan terjadi saat awak Columbus mulai bersikap kasar, merampok, bahkan membunuh pihak tuan rumah. Suku Indian Arawak pun enggan menyediakan makanan bagi para pendatang yang di ambang kelaparan.
Columbus kala itu memeras otak untuk menyelamatkan para bawahannya. Ia pun ingat, punya salinan almanak yang menginformasikan bahwa pada 29 Februari 1504 Gerhana Bulan akan terjadi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tipu-Tipu Colombus...
Berbekal pengetahuan itu, sang penjelajah menemui pemimpin Arawak, memberitahukan bahwa Tuhan marah pada mereka yang tak menyediakan makan untuk para bawahannya.
Tiga malam dari saat itu, bulan purnama konon akan lenyap, berganti rembulan yang memerah oleh 'murka ilahi'.
Pada malam yang telah ditentukan, saat matahari terbenam, Bulan muncul di tepian cakrawala.
Seham kemudian, saat cahaya senja memudar dan langit gelap, rembulan terlihat merah mengerikan, seperti 'berdarah-darah'.
Bulan purnama berubah jadi bola merah redup di langit timur.
Suku Indian Arawak yang ketakutan datang dari segala arah menuju kapal Columbus.
Mereka meminta Bulan dikembalikan ke kondisi normal dengan imbalan perbekalan dan makanan hingga Columbus dan para bawahannya kembali ke Spanyol pada 7 November 1504.
Advertisement
Sekilas Tentang Gerhana Bulan
Kemajuan ilmu pengetahuan saat ini membuat manusia tak lagi takut pada gerhana. Itu adalah peristiwa langit biasa, tak ada hubungannya dengan naga, monster, apalagi pertarungan sengit dewa-dewa di khayangan.
Namun, perubahan mendadak terang menjadi gelap tak dipahami hewan-hewan. Burung-burung pun terdiam, sapi di ladang rebah ke tanah.
Berdasarkan orbit Bumi dan Bulan yang bisa diprediksi, setiap tahunnya kita mengalami empat gerhana -- dua gerhana bulan dan dua gerhana matahari, demikian menurut Earthsky.org.
Sejumlah tahun bahkan mengalami lebih dari empat gerhana hingga maksimal tujuh. Tahun 1982 adalah kali terakhir dan pada 2038 hal tersebut bakal terulang.
Ada puluhan miliar gerhana bulan sejak Bumi dan bulan terbentuk sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Entah bagaimana, planet kita melewati semuanya dengan selamat.