Alat Medis Bekas Senilai Rp 4 M Dikirim Australia Bantu Pasien di Irak Utara

Peralatan medis bekas dari Australia yang bernilai Rp 4 M dikirim untuk membantu pasien di Irak utara.

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Nov 2019, 08:03 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2019, 08:03 WIB
Ambulans
Untuk mobil ambulans yang diperuntukkan membawa atau menangani pasien yang masih bernyawa, serta membutuhkan bantuan hidup, memiliki fasilitas alat-alat medis seperti ventilator, oksigen dan monitor.

Liputan6.com, Baghdad - Berbagai peralatan medis yang sudah tak digunakan pada sejumlah RS di New South Wales, Australia, difungsikan kembali untuk membantu pasien di Irak utara. Peralatan bekas dari rumah sakit di Australia biasanya dibuang ke tempat sampah.

Tapi, melalui gerakan Operation Hope Australia yang diinisiasi Erica Henley, sejumlah peralatan medis senilai Rp 4 miliar telah dikirim ke Kota Dohuk, Irak utara. Demikian dikutip dari ABC Indonesia, Kamis (21/11/2019).

Mengingat tingginya kebutuhan peralatan medis bagi pengungsi, banyak rumah sakit di pedalaman negara bagian New South Wales turut berpartisipasi untuk menyumbang.

"Setiap kali saya menghubungi rumah sakit, mereka bersedia membantu. Jadi kami pun mulai mengumpulkan alat-alat tersebut," jelasnya.

Diantara peralatan yang dikirim ke Irak adalah mesin elektrokardiogram (EKG), defibrillator, mesin anestesi dengan monitor dan ventilator, alat endoskopi dan unit penghangat, serta resusitasi bayi.

Menurut Erica, sejak dikirim beberapa waktu lalu, alat-alat medis ini telah digunakan untuk menyelamatkan pasien di Irak.

Apalagi, katanya, dengan situasi di Irak utara yang kini terancam, kebutuhan peralatan medis di rumah sakit di kawasan tersebut menjadi sangat penting.

"Ketika berada di sana, ada 100.000 orang lebih hidupan di lima kamp. Tapi kemungkinan sudah meningkat," katanya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Irak Lebih Membutuhkan

Gelombang Protes Merebak di Irak, Korban Tewas Berjatuhan
Pengunjuk rasa antipemerintah membakar sejumlah benda dan memblokir jalan saat menggelar protes di Baghdad, Irak, Rabu (2/10/2019). Aksi protes di seluruh Irak telah menewaskan sembilan orang dalam 24 jam. (AP Photo/Hadi Mizban)

Seorang pengamat Timur Tengah Mehmet Ozalp menjelaskan intervensi militer Turki di Suriah telah mengubah situasi politik di wilayah itu.

"Khawatir dengan perang akibat operasi militer Turki di Irak utara, warga Kurdi dan kelompok minoritas lainnya melarikan diri dari daerah terdampak," jelasnya.

"Sebelumnya, para warga Kurdi di Suriah akan memilih Turki. Tapi karena Turki yang kini melakukan operasi militer, satu-satunya daerah yang stabil dan aman adalah Irak utara," kata Ozalp.

Menurutnya, Pemerintah Irak utara seharusnya bisa menangani para pengungsi dengan bantuan internasional.

"Organisasi kemanusiaan dengan akses ke donatur dan pasokan yang lebih murah sangat dibutuhkan untuk meringankan kebutuhan pengungsi," katanya.Pekan lalu, Erica Henley mengunjungi Kota Armidale di NSW untuk mengumpulkan pasokan medis, sekaligus menemui pengungsi etnis Yazidi yang baru tiba di Australia.

Dia menemui seorang pengungsi bernama Dukhil Hakarsh yang membantunya saat berkunjung ke Irak.

"Senang sekali melihat dia bersama keluarganya tiba di Armidale," kata Erica.

Dukhil dan keluarganya tiba di Australia bulan lalu melalui program visa kemanusiaan setelah tinggal di kamp pengungsi Bajet Kandala di Irak.

"Setelah tiba di Australia, saya merasa menjadi manusia kembali, karena hal itu tidak saya alami di Irak," kata Dukhil."Sekarang saya merasa aman," ujarnya.

Menurut rencana, pengiriman bantuan peralatan medis yang dikelola Operation Hope akan dilakukan lagi pada awal tahun 2020 dan akan memperluas area bantuan bagi warga Kurdi di Irak.

"Kami merencanakan program pendidikan bagi anak-anak yatim di Kota Mosul," jelas Erica.

"Ada komunitas petani Yazidi di sebelah barat Mosul yang mungkin bisa kami bantu dengan keahlian pertanian dari Australia," paparnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya