Liputan6.com, Kigali - Kera besar di Afrika telah dikarantina melawan ancaman virus corona di benua tersebut.
Wisata gorila juga telah ditangguhkan, sementara suaka untuk kera lain, seperti orangutan, telah ditutup untuk umum, demikian seperti dikutip dari BBC, Sabtu (11/4/2020).
Tidak diketahui apakah kera besar dapat tertular virus corona, tetapi ada kekhawatiran bahwa primata itu mungkin sama-sama berisiko.
Advertisement
Dr Kirsten Gilardi adalah kepala dokter hewan untuk Gorilla Doctor, yang menyediakan perawatan hewan untuk gorila di hutan Rwanda, Uganda dan Republik Demokratik Kongo.
"Kami tidak tahu apakah gorila gunung bisa terinfeksi; kami belum melihat bukti tentang itu," katanya.
"Tetapi karena gorila gunung rentan terhadap patogen manusia, kita tahu bahwa mereka dapat mengidap penyakit pernapasan."
Gorila gunung ( Gorilla beringei beringei ) adalah spesies kera besar yang terancam punah yang hanya ditemukan di hutan Rwanda, Uganda dan Kongo. Ketiga negara telah melihat kasus virus corona pada manusia, dengan pariwisata gorila saat ini ditangguhkan.
Pekan ini seekor harimau di Kebun Binatang Bronx dinyatakan positif terkena virus corona, di mana New York menjadi salah satu zona merah pandemi di AS.
Langkah-langkah baru telah dilakukan untuk melindungi kucing besar dan pengasuhnya.
Â
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Simak video pilihan berikut:
Menjaga Jarak Fisik dan Sosial
Pekerjaan dokter hewan dan penjaga hutan yang merawat gorila liar terus berlanjut, tetapi dengan tindakan pencegahan tambahan.
"Banyak dari apa yang kami praktikkan saat ini, dalam hal menjaga jarak sosial, dan karantina sendiri, adalah jantung dari rekomendasi untuk melindungi kera besar juga," kata Dr Gilardi, yang juga seorang profesor dokter hewan di Universitas dari California, Davis.
Bahkan sebelum wabah, orang-orang diminta untuk tinggal sejauh tujuh meter dari gorila setiap saat.
Panduan baru dari Uni Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN) menyerukan jarak minimal 10 meter dari kera besar, dengan kunjungan manusia dikurangi seminimal yang diperlukan untuk memastikan keselamatan dan kesehatan mereka.
Tidak ada orang yang sakit, atau yang telah berhubungan dengan orang sakit dalam 14 hari sebelumnya, harus diizinkan di dekat mereka.
Kehilangan habitat dan perburuan liar merupakan ancaman besar bagi kelangsungan hidup kera besar, tetapi virus juga menjadi perhatian.
Penyakit menular kini masuk dalam tiga ancaman teratas bagi beberapa kelompok kera besar.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa simpanse dapat tertular virus flu biasa, sementara virus Ebola diperkirakan telah membunuh ribuan simpanse dan gorila di Afrika.
Serge Wich, profesor biologi primata di Liverpool John Moores University, Inggris, mengatakan banyak pemerintah telah menutup pariwisata dengan kera besar, sementara para peneliti dan cagar alam mengambil tindakan ekstra.
Dia berkata: "Kita tidak tahu, jika mereka terinfeksi, apa dampak kesehatannya, tetapi jelas memberikan implikasi kesehatan bagi orang-orang itu adalah risiko yang tidak ingin kita ambil dengan kera besar sehingga tindakan pencegahan yang dilakukan semua orang adalah langkah penting untuk mencoba mengurangi risiko itu."
Pusat Rehabilitasi Orangutan Sepilok di pulau Kalimantan adalah salah satu dari banyak suaka bagi kera besar yang telah menutup pintunya untuk umum.
Susan Sheward, pendiri dan ketua Orangutan Appeal UK, mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Penyakit ini bisa berakibat fatal bagi orangutan yang sudah terancam punah, itu adalah risiko yang tidak mampu kami ambil. OAUK akan melakukan apa saja untuk memastikan bahwa orangutan di Sepilok tetap sehat dan aman."
Ada empat jenis kera besar yang hidup hari ini: gorila (Afrika), bonobo (Afrika), orangutan (Asia Tenggara), dan simpanse (Afrika). Manusia terkait erat dengan kera besar, berbagi nenek moyang yang sama beberapa juta tahun yang lalu.
Advertisement