Liputan6.com, Washington, D.C - Buntut dari aksi Twitter memberikan label cek fakta atas unggahan status Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadi panjang. Pada Kamis 28Â Mei 2020 Prang Nomor Satu di Negeri Paman Sam itu menandatangani sebuah perintah eksekutif, yang bertujuan meningkatkan kemampuan pemerintah untuk mengatur platform media sosial.
"Perintah eksekutif tersebut menargetkan perusahaan-perusahaan yang diberikan perlindungan pertanggungjawaban melalui Pasal 230 dari Communications Decency Act," menurut laporan cnbc.com seperti dikutip dari Xinhua, Jumat (29/5/2020).
Baca Juga
Di bawah undang-undang itu, perusahaan media sosial besar tidak dapat dituntut atas banyaknya konten yang dirilis oleh orang lain yang menggunakan situs mereka.
Advertisement
Perintah tersebut akan mendorong Komisi Komunikasi Federal AS untuk menetapkan aturan baru tentang perlindungan beberapa situs web di bawah Pasal 230.
Rancangan itu juga akan mendorong Komisi Perdagangan Federal AS untuk mengambil tindakan terhadap perusahaan-perusahaan yang melakukan tindakan komunikasi yang "menipu", dan akan membentuk kelompok jaksa agung negara bagian guna meninjau UU negara bagian yang relevan.
Perintah eksekutif tersebut dikeluarkan dua hari setelah Twitter, untuk kali pertama, menambahkan tautan peringatan ke dua cuitan (twit) Donald Trump, yang mengajak para pembaca untuk "mengumpulkan fakta."
Cuitan itu membuat serangkaian klaim tentang layanan pemungutan suara yang dikirim via pos, sebuah isu yang diangkat Trump dalam beberapa pekan terakhir, demikian dilaporkan cnbc.com. Ketika label tersebut diklik, para pengguna Twitter diarahkan ke halaman yang menjelaskan bahwa klaim-klaim Trump "tidak berdasar."
Tindak Tegas Donald Trump
Label peringatan di Twitter semacam ini, baru saja diperbarui pada awal bulan.Â
Sehari setelah unggahan dilabeli cek fakta Twitter, Donald Trump pada Rabu 27Â Mei 2020 lalu mengancam sejumlah raksasa media sosial bahwa pemerintahannya dapat "mengatur secara tegas" atau "menutup mereka", tak lama setelah Twitter memberikan label cek fakta pada cuitan sang presiden untuk kali pertama.
"Kaum Republikan merasa bahwa sejumlah platform media sosial benar-benar membungkam suara kalangan konservatif," cuit Trump seperti dikutip dari Xinhua, Kamis 28 Mei 2020.Â
"Kami akan mengatur secara tegas, atau menutup mereka sebelum kami mengizinkan hal seperti ini terjadi," imbuh Orang Nomor Satu di AS itu.
Saksikan juga Video Ini:
Awal Kisruh Twitter dan Donald Trump
Pernyataan keras Donald Trump muncul usai Twitter memberikan label peringatan kepada salah satu cuitannya pada Selasa 26Â Mei, dengan memperingatkan para pembaca bahwa "Trump mengeluarkan klaim tidak berdasar yang menyatakan bahwa surat suara yang dikirim melalui pos (mail-in-ballots) akan berujung pada manipulasi suara."
Media setempat menjelaskan bahwa masih belum jelas otoritas apa, jika memang ada, yang dirujuk Trump dalam ancamannya untuk menutup sejumlah platform media sosial tersebut.
There is NO WAY (ZERO!) that Mail-In Ballots will be anything less than substantially fraudulent. Mail boxes will be robbed, ballots will be forged & even illegally printed out & fraudulently signed. The Governor of California is sending Ballots to millions of people, anyone.....
— Donald J. Trump (@realDonaldTrump) May 26, 2020
Dalam twit barunya itu, Trump menuduh Twitter mencampuri pemilihan presiden AS yang dijadwalkan 3 November 2020.
Dia mengatakan bahwa perusahaan media sosial itu "sepenuhnya menahan kebebasan berbicara, dan saya, sebagai presiden, tidak akan membiarkan itu terjadi".
Manajer kampanye presiden Trump, Brad Parscale juga kemudian mengkritik pihak Twitter.
"Bermitra dengan 'checker' berita palsu yang bias adalah tabir asap untuk meminjamkan taktik politis Twitter yang jelas kredibilitasnya palsu. Ada banyak alasan kami menarik semua iklan kami dari Twitter beberapa bulan yang lalu, dan bias politik yang jelas adalah salah satunya,"Â tulis Parscale.
Advertisement