Waspada Superspreader, Ketika 1 Orang Jadi Penyebar Cepat Corona COVID-19

Satu orang yang tertular Virus Corona (COVID-19) bisa membahayakan orang lain.

diperbarui 22 Jul 2020, 18:00 WIB
Diterbitkan 22 Jul 2020, 18:00 WIB
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)
Ilustrasi gambar SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan Corona COVID-19, diisolasi dari seorang pasien di AS. Diperoleh 27 Februari 2020 milik National Institutes of Health yang diambil dengan mikroskop elektron transmisi.(AFP/National Institutes Of Health)

Melbourne - Sejumlah orang bisa dengan mudah menularkan Virus Corona (COVID-19) ke orang lain. Itu bisa fatal apabila yang ditularkan adalah kalangan yang rentan jika terpapar virus tersebut. 

Dilaporkan ABC Australia, Rabu (22/7/2020), mereka ini disebut sebagai 'superspreader' dan bisa menciptakan klaster wabah yang besar.

Contoh yang banyak disebut di Australia adalah saat seorang pria asal Melbourne yang mengunjungi Crossroads Hotel di Sydney, kemudian menyebarkan virus corona ke 40 orang lainnya.

Seorang karyawan di rumah perawatan lansia Newmarch House di Sydney juga menjadi contoh lainnya, setelah membuat tempat tersebut menjadi klaster baru dan 19 penghuninya meninggal.

Sampai sekarang masih belum jelas mengapa 'superspreader' bisa menularkan dalam jumlah lebih besar, namun kemana mereka pergi dan apa yang mereka lakukan bisa berdampak penting.

Menurut Professor Mary-Louise McLaws, salah seorang penasehat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kemungkinan besar ada berbagai faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.

Menurutnya, lingkungan tempat penyebaran menurut lebih punya peran penting ketimbang keberadaan orang yang menularkan corona.

Jadi bisa wabah terjadi tanpa ada orang yang sudah terpapar virus yang melakukan kesalahan, seperti melanggar aturan jaga jarak.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Bisakah Kita Jadi Superspreader?

Penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bekasi Ikuti Tes Swab PCR
Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Stasiun Bekasi, Selasa, (5/5/2020). Pemkot Bekasi melakukan tes swab secara massal setelah tiga penumpang KRL dari Bogor terdeteksi virus corona. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Menurut Prof Mary-Louise McLaws, istilah 'superspreader' sebenarnya tidaklah terlalu tepat, karena hanya merujuk hanya pada satu orang yang bermasalah.

Menurutnya, siapa saja bisa menjadi 'superspreader' bila kita menjadi orang pertama yang membawa virus ke tempat di mana virus corona mampu mudah menyebar, seperti di ruangan dengan ventilasi buruk dan penuh orang.

Beberapa orang sudah mendapat ancaman dan dianiaya secara fisik karena dianggap sebagai 'superspreader'.

Ada kekhawatiran serangan serupa membuat beberapa orang tidak mau melakukan tes, jika mereka pernah melakukan kontak dengan orang banyak atau dengan orang yang kemungkinan sudah mengidap virus.

Dengan alasan itu, banyak pakar sekarang menggunakan istilah 'superspreading events' yang lebih mengacu pada waktu penyebara, bukan pada orangnya. 

Menurut Professor Peter Colignon, pakar penyakit menular dari Rumah Sakit Canberra di Australia, jumlah virus yang dimiliki seseorang ketika dia menyebarkan dapat membuat penyebaran yang sangat besar.

"Dalam banyak kasus penyakit, semakin banyak dosis virus yang masuk ke tubuh kita, semakin parah keadaan yang kita alami," katanya.

Dengan itu, kalau kita sakit, maka batuk dan bersin akan lebih sering dibandingkan mereka yang sakitnya ringan.

Jadi bila anda duduk di sebelah mereka yang memiliki virus corona yang kemudian batuk-batuk atau bersin, maka kemungkinan anda akan tertpapar virus lebih banyak, dibandigkan jika memegang permukaan yang terkontaminasi virus, seperti pegangan pintu.


Kasus Tanpa Gejala

FOTO: Penampilan Berbeda Warga Wuhan Setelah Corona Mereda
Warga yang mengenakan alat pelindung diri tiba di Stasiun Hankou, Wuhan, Hubei, China, Rabu (8/4/2020). Setelah pandemi virus corona COVID-19 mereda, banyak warga di Wuhan beraktivitas memakai masker, sarung tangan, pelindung wajah, hingga pakaian pelindung. (NOEL CELIS/AFP)

Masih belum jelas seberapa banyak penularan yang berasal dari mereka yang tidak punya gejala, namun diperkirakan angkanya sangat kecil dibandingkan mereka yang memang sudah memiliki gejala.

Menurut Profesor McLaws, penularan bisa terjadi sebelum seseorang memiliki gejala, dengan bukti yang menunjukkan 15 persen mereka yang mengidap virus tidak menunjukkan gejala sama sekali.

Cara penyebaran COVID-19 yang paling umum adalah melalui partikel air liur saat sesorang batuk atau bersin.

Cairan yang berisi virus juga akan keluar dari mulut ketika berbicara, khususnya bisa kita sedang berteriak atau menyanyi.

"Seorang yang disebut superspreader adalah orang yang memproduksi lebih banyak cairan," kata Professor Collignon.

Hal yang mengkhwatirkan Profesor McLaws adalah penyebaran besar bisa terjadi karena seseorang selain terkena virus corona, juga mengidap kuman lain, misalnya bakteri yang mengganggu pernapasan atau pencernaan.

Kekhawatirannya adalah mereka yang memiliki flu akan lebih banyak menyebarkan karena mereka lebih sering batuk atau bersin, atau kalau memiliki masalah pencernaan lewat kotoran.

Flu, pilek dan diare lebih sering menyebar di musim dingin, sehingga saat ini di Australia adalah masa yang beresiko tinggi.


Cara Pencegahan Terbaik

Pelanggan Layanan Transportasi Umum di Kanada Wajib Pakai Masker
Seorang penumpang yang mengenakan masker menaiki kereta Go di Toronto, Kanada (21/7/2020). Mulai Selasa (21/7), para pelanggan layanan transportasi umum di Kanada, Go Transit, diwajibkan mengenakan masker atau penutup wajah. (Xinhua/Zou Zheng)

Profesor Collignon dari Rumah Sakit Canberra mengatakan tindakan seperti mencuci tangan, menjaga jarak dengan orang lain, menjalani tes dan karantina, bila memiliki gejala, sudah membuktikan bisa mencegah penyebaran virus.

Hal-hal itulah yang harus menjadi prioritas utama untuk dilakukan setiap orang.

"Kita bisa belajar dari beberapa peristiwa penyebaran besar, yang bisa kita lakukan adalah mengontrol tempat penyebaran, sseperti ruangan yang tertutup, dibandingkan mencari orang yang menyebarkannya."

Profesor McLaws setuju dengan pendekatan itu.

"Jadi persoalannya adalah adanya kesempatan yang memungkinkan virus menyebar, ini yang paling penting.""Kita tidak boleh memberikan kesempatan apapun kepada virus ini."

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya