Liputan6.com, Jakarta - Negosiator top China dan AS telah berbicara melalui telepon dan setuju untuk "mendorong" kesepakatan ekonomi fase satu mereka, di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua belah pihak di beberapa bidang.
AS dan China telah menandatangani perjanjian pada Januari, yang kemudian membawa gencatan senjata parsial dalam perang dagang mereka yang masih ada. Kesepakatan itu juga mewajibkan Beijing untuk mengimpor tambahan US $ 200 miliar produk Amerika selama dua tahun, mulai dari mobil hingga mesin dan minyak hingga produk pertanian. Demikian seperti melansir laman Channel News Asia, Selasa (25/8/2020).Â
Advertisement
Baca Juga
Tetapi pandemi COVID-19 telah memberi tekanan pada perjanjian dan pembelian barang-barang itu oleh China telah tertinggal.
Kedua negara telah mengkonfirmasi pembicaraan tersebut dalam pernyataan terpisah.
Sebuah pernyataan dari Washington mengatakan pihaknya "membahas langkah-langkah yang telah diambil China untuk melaksanakan perubahan struktural yang diminta oleh perjanjian tersebut".
Perubahan itu, katanya, akan "memastikan perlindungan yang lebih besar untuk hak kekayaan intelektual, menghilangkan hambatan bagi perusahaan Amerika di bidang jasa keuangan dan pertanian, dan menghilangkan transfer teknologi paksa".
Ia menambahkan bahwa kedua belah pihak "melihat kemajuan dan berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan keberhasilan kesepakatan".
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Kesepakatan di Tengah Meningkatnya Tegangan
Dalam pernyataannya, Beijing mengatakan "dialog konstruktif" antara kedua belah pihak telah "sepakat untuk menciptakan kondisi dan suasana untuk terus mendorong implementasi tahap pertama perjanjian ekonomi dan perdagangan China-AS".
Kesepakatan fase satu meminta para pejabat untuk mengadakan "check-in" setiap enam bulan.
Presiden AS Donald Trump dalam beberapa pekan terakhir telah meningkatkan retorikanya terhadap China menjelang apa yang diperkirakan akan menjadi pertarungan pemilihan ulang yang sulit. Hal ini pun menimbulkan pertanyaan tentang nasib kesepakatan serta kemungkinan perjanjian fase dua.
Ketegangan antara kedua negara telah meningkat karena sejumlah masalah termasuk tuduhan atas pandemi dan kebijakan China di Xinjiang dan Hong Kong.
Advertisement