Liputan6.com, Jakarta - Militer Myanmar memasukkan enam artis dan sutradara film ke dalam daftar surat perintah penangkapan pada Rabu 17 Februari. Keenam orang itu dituduh melakukan penghasutan yang mendesak pegawai negeri untuk mengambil bagian dalam demonstrasi anti-kudeta militer.
Baca Juga
Advertisement
Dimulai oleh petugas kesehatan, momentum unjuk rasa anti militer Myanmar ini dilanjutkan oleh masyarakat dari berbagai lapisan lainnya, seperti polisi, guru, insinyur, staf kereta api, staf bank, serta penyiar berita, seperti dikutip dari laman irrawaddy, Kamis (18/2/2021).
Dalam pernyataan publiknya pada Rabu malam, rezim menuduh enam orang -- aktor film terkenal Myanmar Pyay Ti Oo dan Lu Min, sutradara film Ko Pauk, Wyne dan Na Gyi, dan rapper Anaga -- menggunakan popularitas mereka untuk memanggil pegawai negeri agar bergabung dalam protes.
Mereka dituntut berdasarkan Pasal 505 (b) KUHP di masing-masing tempat mereka tinggal.
Rezim juga memperingatkan publik bahwa "mereka yang melindungi (para artis) juga akan (dikenakan) dakwaan hukum."
Sejak 6 Februari, ratusan ribu warga Myanmar turun ke jalan untuk memprotes kudeta, mengecam rezim dan mendesak pembebasan para pemimpin sipil yang ditahan, termasuk Penasihat Negara Daw Aung San Suu Kyi dan Presiden U Win Myint.
Sejak kudeta pada 1 Februari, militer Myanmar telah menahan lebih dari 450 orang. Beberapa telah dibebaskan.
Simak video pilihan di bawah ini:
Myanmar di Bawah Tekanan Badan HAM PBB Terkait Kudeta Militer
Badan HAM PBB menuntut militer Myanmar memulihkan pemerintahan sipil dan membebaskan pemimpin negara, Aung San Suu Kyi, dan menggemakan seruan dari ratusan ribu kota yang memadati kota di seluruh negeri.
Selama sesi khusus pada hari Jumat 12 Februari 2021 yang diminta oleh Inggris dan Uni Eropa, Dewan Hak Asasi Manusia, mengadopsi resolusi yang menyerukan agar semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang untuk dibebaskan dan pemulihan pemerintah terpilih.
Mengutip dari Aljazeera, wakil kepala hak asasi PBB, Nada al-Nashif pada awal sesi mengatakan bahwa, "dunia sedang mengawasi."
Lebih banyak protes nasional diperkirakan terjadi pada hari Sabtu, untuk menuntut para jenderal negara melepaskan kekuasaan dan membebaskan para pemimpin yang dipilih secara demokratis.
Menurut al-Nashif, selain Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, lebih dari 350 orang lainnya telah ditahan sejak kudeta 1 Februari, termasuk aktivis, jurnalis, pelajar dan biksu.
Selain itu, "perintah kejam telah dikeluarkan minggu ini untuk mencegah pertemuan damai dan kebebasan berekspresi," katanya, mengecam penggunaan senjata mematikan atau senjata yang kurang mematikan tanpa pandang bulu.
Tetapi sekutu tradisional militer Myanmar, termasuk Rusia dan China, mengecam sesi darurat tersebut sebagai gangguan dalam urusan dalam negeri Myanmar.
Advertisement