Liputan6.com, Baghdad - Partai pemimpin agama Muslim Syiah Muqtada al-Sadr menjadi pemenang terbesar dalam pemilihan parlemen Irak, meningkatkan jumlah kursi yang dia pegang, menurut hasil awal.
Mantan perdana menteri Nouri al-Maliki diprediksi akan meraih kemenangan terbesar berikutnya di antara partai-partai Syiah.
Baca Juga
Kelompok Syiah Irak telah mendominasi pemerintahan dan pembentukan pemerintah sejak invasi pimpinan AS tahun 2003.
Advertisement
Kala itu, AS menggulingkan pemimpin Sunni Saddam Hussein dan melambungkan mayoritas Syiah dan Kurdi ke tampuk kekuasaan.
Pemilihan pada Minggu (11/10) diadakan beberapa bulan lebih awal, sebagai tanggapan atas protes massa pada tahun 2019 yang menggulingkan pemerintah dan menunjukkan kemarahan yang meluas terhadap para pemimpin politik yang menurut banyak orang Irak telah memperkaya diri mereka sendiri dengan mengorbankan keutuhan negara.
Tetapi rekor rendah jumlah pemilih 41 persen menunjukkan bahwa pemilihan yang disebut sebagai kesempatan untuk merebut kendali dari elit penguasa tidak akan banyak membantu untuk menyingkirkan partai-partai agama sektarian yang berkuasa sejak 2003.
Seorang juru bicara kantor al-Sadr mengatakan jumlah kemenangannya 73 kursi. Outlet berita lokal pun menerbitkan angka yang sama.
Seorang pejabat di komisi pemilihan Irak mengatakan, al-Sadr telah menjadi yang pertama tetapi tidak segera mengkonfirmasi berapa banyak kursi yang dimenangkan partainya.
Hasil awal juga menunjukkan bahwa calon pro-reformasi yang muncul dari protes 2019 telah memperoleh beberapa kursi di parlemen yang beranggotakan 329 orang.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Jatuhnya Saddam Hussein
Al-Sadr telah meningkatkan kekuasaannya atas Irak sejak menjadi yang pertama dalam pemilihan 2018 di mana koalisinya memenangkan 54 kursi.
Pemimpin agama populis yang tak terduga ini telah menjadi tokoh dominan dan sering menjadi raja dalam politik Irak sejak invasi AS.
Dia telah menentang semua campur tangan asing di Irak, baik oleh Amerika Serikat, di mana dia melawan pemberontakan bersenjata setelah tahun 2003, atau oleh negara tetangga Iran, yang dia kritik karena keterlibatannya yang dekat dalam politik Irak.
Irak telah mengadakan lima pemilihan parlemen sejak jatuhnya Saddam.
Kekerasan yang merajalela yang terjadi selama pendudukan AS telah mereda, dan pejuang ISIL yang merebut sepertiga negara itu pada tahun 2014 dikalahkan pada tahun 2017.
Tetapi banyak orang Irak mengatakan, kehidupan mereka belum membaik. Infrastruktur masih banyak yang rusak seperti, kesehatan, pendidikan dan listrik tidak memadai.
Advertisement