Liputan6.com, Naypyitaw - Amerika Serikat mengatakan pada hari Minggu (31/10) bahwa mereka “sangat prihatin” tentang laporan bahwa pasukan keamanan Myanmar melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan menghancurkan lebih dari 100 rumah serta gereja-gereja Kristen di negara bagian China barat.
"Serangan menjijikkan ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak bagi masyarakat internasional untuk meminta pertanggungjawaban militer Burma dan mengambil tindakan untuk mencegah pelanggaran berat dan pelanggaran hak asasi manusia, termasuk dengan mencegah transfer senjata ke militer," kata juru bicara Departemen Luar Negeri, Ned Price, dalam sebuah pernyataan.
Dilansir dari laman CNA, Senin (1/11/2021), pada hari Jumat, media lokal dan saksi mata melaporkan bahwa pasukan pemerintah telah menembaki kota Thantlang setelah konfrontasi dengan pasukan pertahanan diri setempat.
Advertisement
Baca Juga
Api kemudian melalap kota itu, menghancurkan puluhan rumah dan bangunan - termasuk kantor Save the Children, badan amal yang berbasis di London mengkonfirmasi dalam sebuah pernyataan.
Sebagian besar penduduk Thantlang telah melintasi perbatasan ke India bulan lalu selama bentrok terjadi.
Tim informasi militer mengonfirmasi pada hari Sabtu bahwa 2 gereja dan 70 rumah dibakar di kota itu, tetapi menuduh pasukan pertahanan rakyat setempat yang menyebabkan kebakaran, setelah pasukan keamanan bentrok dengan para pasukan mereka.
Juru bicara pemerintah militer, Zaw Min Tun, mengatakan pada media lokal bahwa peran militer dalam penghancuran Thantlang adalah "tuduhan yang tidak berdasar."
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PBB Khawatir Akan Ada Bencana Hak Asasi Manusia Lebih Luas
Price mengatakan Washington juga menyatakan keprihatinan atas "intensifnya operasi militer" oleh pemerintah militer di seluruh negara Asia Tenggara, yang telah jatuh ke dalam kekacauan sejak kudeta Februari, dengan lebih dari 1.200 orang tewas ketika militer nasional menindak perbedaan pendapat.
Apa yang disebut "pasukan pertahanan rakyat" bermunculan di seluruh negeri untuk menghadapi pemerintah militer, meningkatkan serangan, dan pembalasan berdarah.
Pekan lalu PBB mengatakan bahwa pihaknya merasa khawatir bencana hak asasi manusia yang lebih luas pasca laporan ribuan tentara berkumpul di utara dan barat negara tersebut.
Pada Mei, pasukan pemerintah menggunakan artileri untuk mengusir pemberontak dari kota Mindat di bagian selatan negara bagian Chin, dan kemudian memutus pasokan airnya, menurut juru bicara kelompok pemberontak setempat.
Reporter: Ielyfia Prasetio
Advertisement