Pengadilan Thailand menjatuhkan vonis 10 tahun bui pada seorang editor majalah. Tuduhan buatnya adalah mempublikasikan artikel-artikel yang dianggap menghina monarki.
Somyot Pruksakasemsuk, yang juga seorang aktivis, diperkarakan gara-gara dua artikel yang dimuat di majalahnya. Ia dituntut di bawah hukum lese majeste -- larangan menghina raja. Hukum lese majeste Thailand dimaksudkan untuk melindungi monarki, yang dipimpin Raja Bhumibol Adulyadej.
Melalui pengacaranya, Somyot, memutuskan untuk mengajukan banding atas putusannya itu.
Para aktivis hak asasi manusia dan Uni Eropa mengecam vonis tersebut. "Hukum tersebut secara serius melanggar kebebasan berekspresi dan kebebasan pers," demikian pernyataan Uni Eropa, seperti dimuat BBC, Rabu (23/1/2013).
"Di saat bersamaan, itu akan mempengaruhi citra Thailand sebagai masyarakat yang bebas dan demokratis."
Somyot dan majalahnya punya hubungan dekat dengan kelompok "kaos merah" Thailand, yang memimpin protes anti-pemerintah pada 2010, yang melumpuhkan sebagian Bangkok.
Ia ditahan, tanpa jaminan, sejak April 2011. Para pendukungnya sempat memprotes dugaan perlakuan tak semestinya selama Somyot berada dalam tahanan. Ia diduga dianiaya.
Sementara, dua artikel yang dipermasalahkan dipublikasikan pada 2010, dengan nama samaran. Untuk satu artikel, pengadilan menjatuhkan hukuman 5 tahun bui. Ditambah lagi pidana setahun dari kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan tiga tahun lalu.
Somyot dikenal sebagai sosok yang aktif berkampanye untuk mengubah hukum lese majeste, hingga ikut serta mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi Thailand.
"Putusan berat itu seakan-akan ganjaran dari upaya Somyot yang mendukung amandemen hukum lese majeste," kata Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Asia. (Ein)
Somyot Pruksakasemsuk, yang juga seorang aktivis, diperkarakan gara-gara dua artikel yang dimuat di majalahnya. Ia dituntut di bawah hukum lese majeste -- larangan menghina raja. Hukum lese majeste Thailand dimaksudkan untuk melindungi monarki, yang dipimpin Raja Bhumibol Adulyadej.
Melalui pengacaranya, Somyot, memutuskan untuk mengajukan banding atas putusannya itu.
Para aktivis hak asasi manusia dan Uni Eropa mengecam vonis tersebut. "Hukum tersebut secara serius melanggar kebebasan berekspresi dan kebebasan pers," demikian pernyataan Uni Eropa, seperti dimuat BBC, Rabu (23/1/2013).
"Di saat bersamaan, itu akan mempengaruhi citra Thailand sebagai masyarakat yang bebas dan demokratis."
Somyot dan majalahnya punya hubungan dekat dengan kelompok "kaos merah" Thailand, yang memimpin protes anti-pemerintah pada 2010, yang melumpuhkan sebagian Bangkok.
Ia ditahan, tanpa jaminan, sejak April 2011. Para pendukungnya sempat memprotes dugaan perlakuan tak semestinya selama Somyot berada dalam tahanan. Ia diduga dianiaya.
Sementara, dua artikel yang dipermasalahkan dipublikasikan pada 2010, dengan nama samaran. Untuk satu artikel, pengadilan menjatuhkan hukuman 5 tahun bui. Ditambah lagi pidana setahun dari kasus pencemaran nama baik yang dituduhkan tiga tahun lalu.
Somyot dikenal sebagai sosok yang aktif berkampanye untuk mengubah hukum lese majeste, hingga ikut serta mengajukan petisi kepada Mahkamah Konstitusi Thailand.
"Putusan berat itu seakan-akan ganjaran dari upaya Somyot yang mendukung amandemen hukum lese majeste," kata Brad Adams, Direktur Human Rights Watch Asia. (Ein)