Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Palestina Zuhair Al-Shun turut berduka cita atas meninggalnya jurnalis Al Jazeera, Shireen Abu Akleh. Jurnalis senior itu tewas kena tembakan ketika sedang meliput di Kota Jenin, Tepi Barat.
Proses pemakamanan Shireen di Gereja Yerusalem diiringi para simpatisan yang kagum atas perannya sebagai jurnalis yang konsisten mengekspos konflik antara Palestina dan Israel.
Baca Juga
"Pembunuhan wartawan Aklehl oleh Israel itu merupakan kejahatan yang keji yang kami dapati dan kami hadapi saat ini," ujar Dubes Zuhair Al-Shun dalam acara peringatan Hari Nakba di Kedubes Palestina, Jumat (13/5/2022).
Advertisement
Shireen Abu Akleh disebut sebagai jurnalis dengan kewarganegaraan Palestina. Apa yang terjadi kepada jurnalis senior itu dianggap sebagai bentuk kekejaman dan kejahatan kepada rakyat Palestina.
"Rakyat dan pemerintah Palestina menjadikan Shireen sekarang sebagai syahidah di hati kami," ujar Dubes Palestina.
Hari Nakba
Nakba adalah peristiwa pada tahun 1948 ketika terjadi eksodus rakyat Palestina ketika terjadi Perang Palestina. Dampak dari eksodus itu adalah banyaknya rakyat Palestina yang kehilangan tanah mereka, terutama setelah sebagian besar wilayah Palestina dideklarasi sebagai Israel pada 1949.
Perjanjian itu ditandatangani oleh Mesir, Yordania, Lebanon, Suriah, bersama dengan Israel.
Perayaan Nakba digagas oleh Presiden Yasser Arafat. Dubes Palestina juga menegaskan bahwa negaranya dan para generasi muda Palestina tidak akan melupakan apa yang terjadi saat ini.
Ia pun meminta agar negara-negara besar di dunia terus meminta pertanggung jawaban Israel atas aksi-aksinya.
"Kami telah hidup 74 tahun dalam kekejaman dan kekerasan ini dan dunia menyaksikan apa yang kami hadapi. Big power, PBB, dan negara-negara lain yang memilili kekuatan tidak memberikan apapun kepada kami," ujar Dubes Palestina.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
PBB: Pembunuhan Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh Langgar Hukum Internasional
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menegaskan bahwa pembunuhan jurnalis senior Shireen Abu Akleh di Tepi Barat merupakan bentuk dari pelanggaran hukum internasional. Shireen terkena tembakan ketika sedang meliput bentrokan.
Kepala UNESCO Audrey Azoulay secara terbuka memberikan pernyataan yang mengecam kematian jurnalis Shireen yang sedang meliput peristiwa. Ia juga menyebut bahwa Shireen sudah jelas memakai jaket bertuliskan "pers".
"Pembunuhan seorang pekerja pers yang sudah jelas teridentifikasi di sebuah area konflik adalah sebuah pelanggaran hukum internasional. Saya menyerukan kepada otoritas-otorias relevan untuk menginvestigasi kejahatan ini dan menyerat orang-orang yang bertanggung jawab kepada keadilan," tulis Azoulay seperti dilansir situs UN, Kamis (12/5).
UNESCO juga merupakan lembaga yang memperingati Hari Kebebasan Pers Dunia. Azouley juga berkata UNESCO terus bekerja untuk meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya melindungi jurnalis.
Pejabat PBB lain yang bertugas di Timur Tengah juga memberikan pernyataan mengecam aksi pembunuhan Shireen Abu Akleh.
"Saya menyerukan adanya investigasi yang cepat dan menyeluruh dan agar orang-orang yang bertanggung jawab agar diminta pertanggung jawaban," ujar Tor Wennesland, Kordinator Khusus PBB untuk Proses Perdamaian Timur Tengah.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia turut menyampaikan protes mereka terhadap pembunuhan jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh, serta jangan sampai ada pihak yang kebal hukum.
"Kami menuntut investigasi yang independen serta transparan terhadap pembunuhannya. Kekebalan harus berakhir," tulis pernyataan Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk HAM.
Advertisement
DPR Minta Kemlu Galang Penyelidikan Internasional
Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid menyampaikan pernyataan sikap Komisi I terkait pembunuhan jurnalis Shireen Abu Akleh dan penembakan Jurnalis Ali Al-Samoudi di Tepi Barat, Palestina.
Meutya menyampaikan belasungkawa yang mendalam kepada keluarga dan kerabat wartawan atau jurnalis Al-Jazeera Shireen Abu Akleh saat meliput serangan Israel di Kamp Pengungsian Jenin, Tepi Barat.
"Doa dan simpati saya juga untuk Jurnalis Ali Al-Samoudi yang terkena tembakan di punggung. Sebagai mantan jurnalis yang pernah meliput di wilayah konflik bersenjata, saya merasakan kehilangan sosok wartawan yang amat dihormati karena telah meliput di tanah pendudukan palestina sejak awal Intifada Palestina kedua pada tahun 2000," ujar Meutya dalam keterangannya, Kamis (12/5).
Meutya mengutuk keras pembunuhan wartawan yang sedang bertugas di wilayah pendudukan Palestina tersebut.
"Ini adalah sebuah tindakan pembunuhan brutal yang dilakukan tentara Israel dan tidak dapat dibenarkan oleh dalih apa pun karena Shihreen bertugas dengan mengenakan rompi bertuliskan pers," kata dia.
Politikus Partai Golkar itu mengingatkan, dalam ketentuan hukum humaniter internasional, jurnalis/wartawan yang berada di situasi konflik bersenjata harus mendapatkan perlindungan dari kedua belah pihak yang bertikai.
"Saya berpendapat bahwa penembakan terhadap Wartawan Shireen Abu Akleh oleh pasukan Israel termasuk dalam pelanggaran berat menurut Konvensi Jenewa 1949. Konvensi Jenewa tentang Hukum humaniter internasional mengatur tentang perlindungan terhadap wartawan baik sebagai warga sipil maupun sebagai wartawan," terang Meutya.
"Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 4 ayat A sub 4 Konvensi IV Jenewa 1949 dan Pasal 79 Protokol Tambahan I 1977 di mana wartawan merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi dalam sengketa bersenjata dan selayaknya diperlakukan sebagai warga sipil," sambungnya.
Permintaan Komisi I DPR RI
Meutya berpandangan tindakan penembakan brutal terhadap Shireen Abu Akleh yang dilakukan oleh Pasukan Israel merupakan sebuah pelanggaran berat yang masuk ke dalam kategori kejahatan perang, karena telah melanggar ketentuan yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa 1949.
"Saya menyerukan kepada seluruh pemerintah, parlemen, dan komunitas internasional untuk menuntut Israel agar bertanggung jawab atas pembunuhan Shireen Abu Akleh. Tuntutan kepada Israel ini untuk mengingatkan pada semua pihak bahwa jurnalis yang meliput situasi konflik harus dipastikan keamanan dan perlindungannya setiap saat," ujarnya.
Selain itu, Meutya meminta Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat.
"Saya menuntut pada Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membuka penyelidikan pidana pada para pelaku yang terlibat termasuk komandan yang bertanggung jawab dalam pembunuhan. Sudah saatnya para pelaku kejahatan perang ini diadili dan dimintai pertanggungjawaban pidana internasional," terang dia.
Sebagai mitra Kemlu, Komisi I DPR RI meminta pada Kemlu untuk menggalang kerja sama internasional untuk penyelidikan segera dan menyeluruh dan bagi mereka yang bertanggung jawab untuk dimintai pertanggungjawaban.
"Juga meminta Kemlu untuk menggalang solidaritas internasional untuk memastikan hukum dan norma internasional ditegakkan demi melindungi wartawan yang sedang bertugas dan pekerja media tidak lagi menjadi sasaran perang. Itulah yang saya rasakan saat menjadi jurnalis meliput di wilayah konflik bersenjata hingga pernah disandera di Iraq," pungkasnya.
Advertisement