Liputan6.com, Jakarta - Republik Rakyat China menggunakan latihan militer untuk unjuk gigi setelah Ketua DPR Amerika Serikat Nancy Pelosi datang ke Taiwan. Reaksi panas dari militer China di Selat Taiwan mendapat analisis dingin dari Amerika Serikat.
Pejabat tinggi Kementerian Luar Negeri AS (Department of State) menyebut China hanya menggunakan kunjungan Nancy Pelosi sebagai alasan untuk mendestabilitasi kawasan. Tindakan China dinilai membuat gaduh kawasan.
Advertisement
Baca Juga
"Anggota Kongres AS telah berkunjung ke Taiwan selama bertahun-tahun. Yang berbeda di kasus ini adalah China ingin menggunakan kunjungan ini untuk alasan mereka sendiri, agar mencoba menekan Taiwan dan menstabilitasi kawasan," ujar Konselor di Kemlu AS, Derek Chollet, kepada Liputan6.com, Selasa (23/8/2022).
Lebih lanjut, Chollet menegaskan secara eksplisit bahwa kebijakan luar negeri AS tidak mendukung kemerdekaan Taiwan, serta berpegang pada prinsip One-China Policy.
"Kami tak mendukung kemerdekaan Taiwan," ujar Chollet. Ia pun menyebut landasan hal tersebut, yakni Three Joint Communiqués (Tiga Komunike Bersama), oleh UU Hubungan Taiwan, dan Six Assurances (Enam Jaminan).
Meski demikian, Chollet menyebut AS siap mendukung Taiwan untuk melindungi diri.
"Namun kami juga siap memenuhi tanggung jawab kami di bawah hukum AS untuk menjamin Taiwan bisa melindungi dirinya sendiri," ucapnya. Berikut wawancara Liputan6.com bersama Derek Chollet:
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Mendag Yakin Konflik China dan Taiwan Tak Berpengaruh ke Indonesia
Sementara, hubungan antara China dan Taiwan tengah memanas pasca kunjungan Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi ke Taiwan. Namun, ketegangan itu disebut tidak mengganggu perdagangan internasional Indonesia.
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menegaskan, ketegangan antara China dan Taiwan tak berimbas pada iklim perdagangan internasional, termasuk ekspor-impor Indonesia. Meski, kewaspadaan perlu ditingkatkan oleh pemerintah Indonesia.
"Enggak, sementara aman tidak ada soal," kata dia kepada wartawan di Gedung Sarinah, Senin (15/8).
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi Dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Setianto menyampaikan bahwa Indonesia perlu mewaspadai ketegangan geopolitik China dan Taiwan yang tengah terjadi karena dapat mempengaruhi sektor perdagangan.
"Perkembangan ini perlu kita waspadai karena China dan Taiwan juga penting dalam perdagangan internasional Indonesia," kata Setianto.
Dia menjelaskan, China merupakan mitra dagang strategis Indonesia dengan kontribusi terhadap ekspor maupun impor, di atas 20 persen dari total ekspor dan impor RI. Di sisi lain, ekspor Indonesia ke Taiwan juga cenderung mengalami peningkatan seperti tercatat dalam pendataan BPS.
China merupakan eksportir untuk komoditas sirkuit elektronik terpadu atau integrated circuits terbesar kedua di dunia dan eksportir komputer terbesar utama di dunia, termasuk office machine parts. Sementara Taiwan, merupakan eksportir integrated circuits terbesar pertama di dunia dan eksportir office machine parts terbesar keempat di dunia.
"Jadi, terkait dengan catatan geopolitik ini, China dan Taiwan menjadi sangat strategis bagi perdagangan internasional Indonesia," ujar Setianto.
Diketahui, hubungan antara China dan Taiwan sempat memanas usai Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi berkunjung ke Taipei.
* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Advertisement
Reaksi China Berlebihan
Sebelumnya, Koordinator Indo-Pasifik AS, Kurt Campbell mengatakan pada hari Jumat (12/8) bahwa China “bereaksi berlebihan” terhadap kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan dan menggunakannya sebagai dalih untuk mencoba mengubah status quo di Selat Taiwan.
“China telah bereaksi berlebihan dan tindakannya terus bersifat provokatif, tidak stabil dan belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Campbell seperti dilansir VOA Indonesia, Sabtu (13/8).
Dia menyebut tindakan China itu sebagai bagian dari “kampanye tekanan intensif” terhadap Taiwan.
“Itu belum berakhir, dan kami perkirakan itu akan terus berlanjut dalam beberapa minggu dan bulan mendatang,” kata Campbell. Dia menambahkan bahwa beberapa kapal perang China tetap berada di sekitar Taiwan, sebuah pulau yang memiliki pemerintahan sendiri.
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pada hari Kamis (11/8) bahwa ancaman kekuatan China tidak berkurang, meskipun latihan militer terbesar Beijing di sekitar pulau itu setelah kunjungan Pelosi minggu lalu tampaknya akan berkurang.
Campbell menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat akan melakukan transit udara dan laut standar melalui Selat Taiwan dalam beberapa minggu mendatang, dan akan mengumumkan “peta jalan ambisius” untuk negosiasi perdagangan dengan Taiwan dalam beberapa hari mendatang.
China Tuduh AS Hendak Tingkatkan Kehadiran Militer di Tengah Isu Taiwan
China menyebut Amerika Serikat bisa meningkatkan pengerahan militernya di Selat Taiwan di tengah ketegangan kawasan itu.
“Saat ini, situasi di Selat Taiwan masih bergejolak. Kami akan waspada terhadap AS yang mengambil keuntungan dari situasi lintas selat untuk meningkatkan pengerahan militer dan mencoba menciptakan krisis yang lebih besar,” kata Menteri Luar Negeri China Wang Yi, merujuk pada kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pekan lalu, demikian seperti dikutip dari Antara, Minggu (12/8).
Dia menuduh Washington melakukan "tiga kesalahan besar" termasuk "sangat mencampuri urusan dalam negeri China, memaafkan dan mendukung pasukan 'kemerdekaan Taiwan', dan dengan sengaja merusak perdamaian di Selat Taiwan."
Pelosi berkunjung ke Taiwan pada 2 dan 3 Agustus 2022, meskipun Beijing telah memperingatkan bahwa pulau itu adalah “provinsi yang memisahkan diri” dan bahwa kunjungannya akan melanggar Kebijakan Satu China yang dianut negara itu.
Segera setelah Pelosi meninggalkan Taipei, Beijing meluncurkan latihan militer besar-besaran pada 4 Agustus yang berakhir pada Rabu (10/8).
Beijing juga memberi sanksi kepada Pelosi dan keluarga dekatnya atas perjalanan itu, mengesampingkan dialog militer dengan AS, serta menangguhkan kerja sama di bidang perubahan iklim, di samping enam "tindakan balasan" lainnya.
"Penyimpangan (yang dilakukan) Pelosi memuakkan, tidak hanya provokasi yang terang-terangan dan tidak masuk akal, tetapi juga lelucon politik yang pasti akan gagal," kata Wang dalam pernyataan yang dirilis Kementerian Luar Negeri China pada Jumat.
Advertisement