Liputan6.com, Jakarta - Vaksin malaria terbaru sangat berpotensi "mengubah kondisi dunia". Vaksin tersebut saat ini tengah dikembangkan para ilmuwan di Universitas Oxford.
Tim tersebut berharap vaksin itu akan diluncurkan tahun depan setelah uji coba menunjukkan perlindungan hingga 80 persen, demikian dikutip dari laman BBC, Kamis (8/9/2022). Yang terpenting, kata para ilmuwan, vaksin itu bisa murah dan sudah diberi izin untuk diproduksi lebih dari 100 juta dosis per tahun.
Baca Juga
Badan amal Malaria No More mengatakan, kemajuan baru-baru ini bisa memberi harapan pada anak-anak agar tidak meninggal karena malaria. Diperlukan lebih dari satu abad untuk mengembangkan vaksin yang efektif karena parasit malaria, yang disebarkan oleh nyamuk, sangat kompleks dan sulit dipahami.
Advertisement
Ini adalah target yang terus bergerak, mengubah bentuk di dalam tubuh, yang membuatnya sulit untuk diimunisasi. Pada 2021, Organisasi Kesehatan Dunia memberikan lampu hijau bersejarah untuk vaksin pertama -- dikembangkan oleh raksasa farmasi GSK -- untuk digunakan di Afrika.
Namun, tim Oxford mengklaim pendekatan mereka lebih efektif dan dapat diproduksi dalam skala yang jauh lebih besar.
Hasil uji coba dari 409 anak di Nanoro, Burkina Faso, telah dipublikasikan di Lancet Infectious Diseases. Ini menunjukkan tiga dosis awal vaksin malaria diikuti oleh booster setahun kemudian memberikan perlindungan hingga 80 persen.
"Kami pikir data ini adalah data terbaik di lapangan soal vaksin malaria apa pun," kata Prof Adrian Hill, direktur Jenner Institute di universitas tersebut.
Upaya Agar Vaksin Disetujui
Tim akan memulai proses untuk mendapatkan vaksin agar disetujui dalam beberapa minggu ke depan, tetapi keputusan akhir akan bergantung pada hasil uji coba yang lebih besar pada 4.800 anak sebelum akhir tahun.
Produsen vaksin terbesar di dunia - Serum Institute of India - sudah bersiap untuk membuat lebih dari 100 juta dosis per tahun.
Prof Hill mengatakan, vaksin -- yang disebut R21 itu -- dapat dibuat dengan harga satuan "beberapa dolar".
Dia menambahkan: "Kami berharap ini akan dikerahkan dan tersedia untuk menyelamatkan nyawa, tentu saja pada akhir tahun depan."
Malaria telah menjadi salah satu momok terbesar bagi umat manusia selama ribuan tahun dan kebanyakan membunuh bayi dan balita.
Penyakit ini masih membunuh lebih dari 400.000 orang per tahun bahkan setelah kemajuan dramatis dengan penggunaan kelambu, insektisida dan obat-obatan.
Advertisement
Riset: Waspada Malaria Kebal Obat di Asia Tenggara
Parasit penyebab malaria yang kebal obat menyebar di kawasan Asia Tenggara. Resistansi itu menyebabkan tingkat kegagalan pengobatan utama (frontline medicine) yang "sangat tinggi", para peneliti memperingatkan.
Dalam studi ganda yang diterbitkan dalam jurnal Lancet Infectious Diseases, mereka mengungkapkan bahwa di beberapa bagian Thailand, Vietnam dan Kamboja, hingga 80% dari parasit malaria yang paling umum sekarang kebal terhadap dua obat antimalaria utama.
Parasit malaria, Plasmodium falciparum (P falciparum), juga memperoleh resistansi (kebal) pada setengah kasus terkait dengan kegagalan pengobatan salah satu kombinasi obat utama terbaru dan paling ampuh, kata peneliti.
"Temuan yang mengkhawatirkan ini menunjukkan, masalah resistensi multi-obat di P falciparum telah memburuk secara substansial di Asia Tenggara sejak 2015," kata Olivo Miotto dari Wellcome Sanger Institute dan Universitas Oxford, yang turut memimpin penelitian, seperti dikutip dari the Guardian, Rabu (24/7/2019).
"Jenis parasit resisten yang sangat 'sukses' ini mampu menginvasi wilayah baru dan memperoleh sifat genetik baru," lanjut peneliti malaria itu.
Agresif di Thailand, Vietnam dan Laos
Salah seorang anggota penelitian, Robert Amato mengatakan, "Kami menemukan itu telah menyebar secara agresif, menggantikan parasit malaria lokal, dan telah menjadi strain dominan di Vietnam, Laos dan Thailand utara-timur."
Kombinasi obat yang dikenal sebagai DHA-PPQ awalnya efektif melawan parasit, sebelum dokter melihat tanda-tanda resistansi pada 2013.
Studi terbaru tentang tingkat kegagalan DHA-PPQ menunjukkan bahwa mereka sekarang telah mencapai 53% di Vietnam barat daya, dan setinggi 87% di Thailand timur laut.
Sementara itu, Olivo Miotto dari Oxford memperingatkan "prospek mengerikan" parasit yang menyebar ke Afrika, tempat sebagian besar kasus malaria terjadi.
Resistansi yang serupa dengan obat malaria utama tipe lama, kloroquine, berkontribusi pada jutaan kematian di seluruh Afrika pada 1980-an.
Malaria membunuh lebih dari 400.000 orang per tahun, kebanyakan anak-anak di Afrika.
Lebih dari 200 juta orang terinfeksi dengan parasit P. falciparum , yang bertanggung jawab atas sembilan dari 10 kematian malaria secara global.
Advertisement