Liputan6.com, Moskow - Mobilisasi parsial yang diperintahkan oleh Presiden Vladimir Putin adalah tanda "kelemahan", kata duta besar Amerika Serikat di Ukraina pada Rabu (21 September).
"Referensi dan mobilisasi adalah tanda-tanda kelemahan, kegagalan Rusia," tulis Bridget Brink dalam cuitannya di Twitter.
Baca Juga
"Amerika Serikat tidak akan pernah mengakui klaim Rusia yang konon mencaplok wilayah Ukraina, dan kami akan terus mendukung Ukraina selama yang diperlukan," katanya, demikian dikutip dari Channel News Asia, Rabu (21/9/2022).
Advertisement
Putin memerintahkan mobilisasi militer parsial pada Rabu dan bersumpah akan menggunakan "semua cara yang tersedia" untuk melindungi wilayah Rusia, setelah wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow tiba-tiba mengumumkan referendum pencaplokan.
Penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky, Mykhaylo Podolyak, mengejek langkah terbaru Moskow dalam pesan Twitter.
"Semuanya masih sesuai rencana kan? Hidup punya selera humor yang tinggi," tulisnya.
Pada Selasa kemarin, para pejabat separatis di wilayah Ukraina yang dikuasai Moskow mengumumkan pemungutan suara mendesak tentang pencaplokan oleh Rusia.
Pihak berwenang pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Luhansk timur, serta di wilayah Kherson dan Zaporizhzhia selatan, mengatakan mereka akan mengadakan pemungutan suara selama lima hari mulai Jumat pekan ini.
Washington, Berlin dan Paris mengecm pemungutan suara dan mengatakan masyarakat internasional tidak akan pernah mengakui hasil, sementara NATO mengatakan pemungutan suara menandai "eskalasi lebih lanjut" dari perang.
Putin "masih menolak untuk memahami Ukraina", kata duta besar Inggris di Kiev.
"Mobilisasi parsial dan referendum palsu tidak mengubah kelemahan esensial itu," tulis Melinda Simmons di Twitter.
Putin Sebut Perang di Ukraina Semakin Buat Rusia Kuat
Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (7/9) mengatakan negaranya sama sekali tidak merugi dari operasi militernya di Ukraina dan telah memperkuat kedaulatan Rusia.
Berbicara pada sebuah forum ekonomi, Putin mengatakan semua tindakan Rusia “diarahkan untuk membantu rakyat Donbas.”
“Ini pada akhirnya akan mengarah pada penguatan negara kami dari dalam dan untuk kebijakan luar negerinya,” kata Putin, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).
Rusia menginvasi Ukraina pada akhir Februari. Dan setelah meninggalkan gerak majunya ke ibu kota Ukraina, Kyiv, Rusia kemudian memfokuskan upaya militernya di kawasan Donbas, Ukraina Timur, di mana mereka yang pro-Rusia telah bertempur melawan pasukan Ukraina sejak 2014.
Putin juga mengkritik kesepakatan yang diperantarai PBB dan Turki yang memulai kembali pengiriman biji-bijian Ukraina di tengah-tengah krisis pangan global. Ia mengatakan ekspor itu tidak akan sampai ke negara-negara termiskin di dunia.
Pusat Koordinasi Gabungan yang mengawasi penerapan kesepakatan itu mengatakan bahwa hingga Selasa, lebih dari 2,2 metrik ton biji-bijian dan bahan pangan lainnya telah meninggalkan pelabuhan-pelabuhan Ukraina di dalam sekitar 100 kapal. Tujuan kapal-kapal itu mencakup Italia, Turki, Iran, China, Romania, Djibouti, Jerman dan Lebanon.
Mykhailo Podolyak, penasihat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, mengatakan kepada Reuters bahwa komentar Rusia mengenai kesepakatan itu “tidak terduga” dan “tidak berdasar.”
Sementara itu Kementerian Pertahanan Inggris pada Rabu pagi mengatakan bahwa dalam periode 24 jam sebelumnya terjadi pertempuran hebat di Donbas, di dekat Kharkiv di Ukraina Utara dan di Kherson Oblast di Ukraina Selatan.
“Beberapa ancaman serentak yang menyebar sejauh 500 km akan menguji kemampuan Rusia untuk mengoordinasikan desain operasional dan merealokasikan sumber daya ke berbagai kelompok kekuatan,” kata kementerian itu. “Sebelum perang, kegagalan Rusia melakukan ini adalah salah satu alasan yang mendasari kinerja buruk militer.”
Advertisement
Badan Nuklir PBB Khawatirkan Keamanan di PLTN Zaporizhzhia Ukraina
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengatakan hari Selasa (6/9), pihaknya "masih sangat prihatin" tentang keselamatan dan keamanan pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di Eropa, fasilitas Zaporizhzhia yang terletak di tengah medan pertempuran antara pasukan Ukraina dan Rusia di Ukraina selatan.
“Kini situasinya tidak bisa dipertahankan, dan langkah terbaik untuk menjamin keselamatan dan keamanan fasilitas nuklir Ukraina dan rakyatnya adalah, mengakhiri konflik bersenjata sekarang,” kata badan nuklir PBB dalam sebuah laporan baru, setelah kepala IAEA Rafael Grossi dan tim pengawas mengunjungi lokasi itu pekan lalu, bahkan ketika terjadi penembakan di dekat fasilitas.
IAEA mengatakan mereka mendapati kerusakan parah di pabrik itu tetapi tidak menyalahkan kedua pihak yang berseteru itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (8/9/2022).
Rusia yang pasukannya mengendalikan fasilitas itu sejak awal invasinya, dan Ukraina yang para insinyurnya menjalankan fassilitas itu, masing-masing menuduh pihak lain yang menembaki fasilitas itu.
Inspektur IAEA mengatakan mereka menemukan pasukan dan peralatan Rusia di dalam, termasuk kendaraan militer yang diparkir di dekat turbin. "Staf Ukraina yang mengelola fasilitas itu di bawah pendudukan militer Rusia dan berada di bawah tekanan yang konstan, terutama dengan terbatasnya staf yang tersedia," kata laporan IAEA.
Rusia Izinkan Pemeriksaan Pembangkit Nuklir Zaporizhzhia Oleh PBB
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, para pejabat PBB akan diberikan izin untuk mengunjungi dan memeriksa kompleks nuklir Zaporizhzhia.
Kremlin membuat pengumuman setelah panggilan telepon antara Putin dan Presiden Prancis Emmanuel Macron, seperti dikutip dari laman BBC, Sabtu (20/8/2022).
Itu terjadi setelah Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan kepada BBC bahwa dia "prihatin" tentang situasi di pabrik tersebut.
Dia mengatakan, aktivitas militer di sekitar Zaporizhzhia harus diakhiri dan mendesak Moskow untuk memberikan akses kepada para inspektur.
Situs tersebut telah berada di bawah pendudukan Rusia sejak awal Maret tetapi teknisi Ukraina masih mengoperasikannya di bawah arahan Rusia.
Setelah percakapan telepon antara para pemimpin Prancis dan Rusia, Kremlin mengatakan bahwa Putin telah setuju untuk memberikan "bantuan yang diperlukan" kepada penyelidik PBB untuk mengakses situs tersebut.
"Kedua pemimpin mencatat pentingnya" mengirim ahli IAEA ke pabrik untuk penilaian "situasi di lapangan," kata Kremlin.
Direktur jenderal pengawas nuklir PBB, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), menyambut baik pernyataan Putin, dan mengatakan dia bersedia untuk memimpin kunjungan ke pabrik itu sendiri.
"Dalam situasi yang sangat bergejolak dan rapuh ini, sangat penting bahwa tidak ada tindakan baru yang diambil yang dapat lebih membahayakan keselamatan dan keamanan salah satu pembangkit listrik tenaga nuklir terbesar di dunia," kata Rafael Grossi.
Advertisement