Pemimpin Iran Jawab Tuduhan Barat Terkait Aksi Demo di Negaranya

Pemimpin Republik Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei merespons situasi kerusuhan dan kekacauan terbaru di negaranya.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 07 Okt 2022, 19:05 WIB
Diterbitkan 07 Okt 2022, 18:43 WIB
Ayatollah Ali Khamenei berpidato di hadapan negara dalam pidato yang disiarkan televisi di Teheran pada hari Minggu [Kantor Pemimpin Tertinggi Iran via AP]
Ayatollah Ali Khamenei berpidato di hadapan negara dalam pidato yang disiarkan televisi di Teheran pada hari Minggu [Kantor Pemimpin Tertinggi Iran via AP]

Liputan6.com, Jakarta - Pemimpin Republik Islam Iran Ayatullah Sayid Ali Khamenei merespons situasi kerusuhan dan kekacauan terbaru di negaranya yang ia sebut sengaja dirancang oleh negara-negara Barat dan Rezim Zionis.

Ia bahkan menyebut aksi demo ini semakin besar lantaran ulah dari orang-orang bayaran serta beberapa orang Iran yang berstatus pengkhianat di luar negeri.

Ayatullah Sayid Ali Khamenei menegaskan bahwa rakyat Iran dalam peristiwa ini sebagaimana juga dalam peristiwa-peristiwa lain, sepenuhnya terjun dengan kekuatan, dan di masa depan juga akan seperti ini.

Ayatullah Khamenei menganggap rakyat Iran layaknya junjungannya yaitu Imam Ali as -- rakyat yang tertindas, tapi pada saat yang sama adalah bangsa yang kuat.

"Dalam peristiwa yang baru saja terjadi, seorang perempuan muda (Mahsa Amini) meninggal dunia, dan ini membuat hati kita semua terbakar, akan tetapi reaksi atas peristiwa ini yang dilakukan tanpa penyelidikan dan tanpa ada kepastian terkait yang sebenarnya terjadi, lalu sebagian orang turun ke jalan membuat kekacauan,membakar Al Quran, mencopot paksa hijab seorang perempuan, membakar masjid, tempat ibadah, dan kendaraan masyarakat, menunjukan bahwa ini bukanlah reaksi yang biasa dan normal," kata Ayatullah Khamenei, seperti disebutkan dalam rilis yang diterima Liputan6.com dari Kedubes Iran, Jumat (7/10/2022).

Ayatullah Khamenei menegaskan bahwa kerusuhan terbaru di Iran sudah direncanakan sebelumnya.

Menurutnya, jika tidak ada peristiwa meninggalnya perempuan muda itu, dalih lain akan dicari oleh pihak musuh agar kekacauan dan kerusuhan bisa diciptakan di Iran.

 

Kematian Mahsa Amini

Mahsa Amini meninggal setelah ia ditangkap polisi akibat tidak pakai hijab dengan benar. Warga Iran pun demo.
Mahsa Amini meninggal setelah ia ditangkap polisi akibat tidak pakai hijab dengan benar. Warga Iran pun demo. Dok: AP Photo

Ia mengkalim bahwa belasungkawa negara-negara Barat atas meninggalnya seorang perempuan di Iran adalah dusta, dan menyebut sebenarnya mereka gembira karena mendapatkan alasan untuk menciptakan sebuah insiden.

"Di Iran, pejabat tiga lembaga tinggi negara telah menyampaikan belasungkawa, dan Mahkamah Agung Iran sudah berjanji untuk mengusut kasus ini sampai akhir," kata Ayatullah Khamenei.

Ayatullah Khamenei juga menyinggung kemajuan yang cepat di Iran di semua bidang, dan kerja keras untuk menyelesaikan sebagian permasalahan lama, serta mengaktifkan bidang produksi, perusahaan berbasis sains, dan kemampuan negara untuk menggagalkan sanksi.

"Saya hidup di tengah suku Baluch, dan mereka sangat setia kepada Republik Islam Iran, suku Kurdi, juga salah satu suku termaju di Iran, dan mereka mencintai negaranya, mencintai Islam dan Republik Islam, maka dari itu skenario musuh tidak akan berhasil terhadap mereka," kata Ayatullah Khamenei.

Sikap Joe Biden Terhadap Iran

Presiden AS Joe Biden memberikan reaksi atas penembakan SD di Texas.
Presiden AS Joe Biden memberikan reaksi atas penembakan SD di Texas. Penembakan itu adalah yang terburuk dalam sejarah Texas. Dok: VOA Indonesia

Sementara itu, Presiden Joe Biden, pada Selasa (4/10) mengatakan, Amerika Serikat berencana "memberlakukan lebih banyak sanksi" kepada Iran pada minggu ini karena pemerintahan negara tersebut telah menyerang para warga yang berdemonstrasi menentang pemerintah Iran atas tewasnya seorang perempuan dalam tahanan polisi moral negara itu.

Biden dalam cuitannya di Twitter tidak menguraikan langkah apa yang akan diambil oleh AS terhadap pemerintah di Teheran, dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (6/10/2022).

Dia mengatakan, “AS bersama dengan perempuan dan warga Iran yang menginspirasi dunia dengan keberanian mereka. Kami akan terus mendukung hak-hak warga Iran untuk memprotes secara bebas.”

Komentar Biden tersebut menandakan hari kedua berturut-turut di mana pihak Gedung Putih menyerang pemerintah Iran atas perlakuannya terhadap para demonstran terkait kematian Mahsa Amini, yang berusia 22 tahun.

Pada Senin (3/10), juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre mengatakan kepada reporter, “Kami khawatir dan terkejut dengan laporan yang menyebutkan bahwa para petugas keamanan (di Iran) menanggapi protes damai yang dilakukan para mahasiswa dengan tindak kekerasan dan penangkapan masal.”

Serangkaian aksi protes di Iran, yang kini sudah memasuki minggu ketiga, telah ditanggapi dengan tindakan keras oleh polisi dan pasukan keamanan.

Sebuah data yang dihimpun oleh Associated Press yang diambil berdasarkan pernyataan pemerintah menunjukkan setidaknya 14 orang telah tewas dan 1.500 lainnya ditahan dalam sejumlah aksi protes yang berlangsung.

Sementara itu, kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan setidaknya 130 orang tewas dan ribuan lainnya ditahan dalam protes-protes tersebut.

Ketua Parlemen Iran: Demonstrasi Bisa Perlemah Masyarakat

Wanita memegang foto Mahsa Amini dari Iran saat mereka meneriakkan slogan-slogan selama protes terhadap kematiannya, di luar konsulat jenderal Iran di Istanbul, Turki, 21 September 2022. (AP)
Wanita memegang foto Mahsa Amini dari Iran saat mereka meneriakkan slogan-slogan selama protes terhadap kematiannya, di luar konsulat jenderal Iran di Istanbul, Turki, 21 September 2022. (AP)

Ketua Parlemen Iran Mohammad Bagher Qalibaf mengingatkan demonstrasi-demonstrasi yang terjadi memprotes kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi dapat mendestabilisasi negara.

Qalibaf Minggu (2/10) menyerukan pada aparat keamanan untuk menangani dengan tegas aksi demonstrasi yang diklaimnya telah membahayakan keamanan publik.

Qalibaf mengatakan kepada parlemen bahwa tidak seperti demonstrasi saat ini, yang katanya bertujuan menggulingkan pemerintah, demonstrasi oleh guru dan pensiunan ditujukan untuk reformasi, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (4/10/2022).

Dua minggu terakhir ini ribuan warga Iran turun ke jalan memprotes kematian Mahsa Amini, seorang perempuan berusia 22 tahun yang meninggal dalam tahanan polisi setelah ditangkap polisi moral pada 13 September lalu karena tidak mengenakan jilbab secara benar.

Para pengunjuk rasa telah melampiaskan kemarahan mereka terhadap perlakuan pada kaum perempuan dan penindasan yang lebih luas di negara itu. Demonstrasi itu dengan cepat bergulir menjadi seruan untuk menggulingkan kelompok ulama garis keras telah telah memerintah di Iran sejak revolusi Islam tahun 1979.

Demonstrasi itu menarik dukungan dari berbagai kelompok etnis, termasuk gerakan oposisi Kurdi di barat laut Iran yang beroperasi di sepanjang perbatasan dengan Irak.

Mahsa Amini adalah seorang warga Kurdi-Iran, dan demonstrasi pertama terjadi di daerah Kurdi.

Televisi pemerintah Iran melaporkan sedikitnya 41 demonstran dan polisi meninggal sejak demonstrasi 17 September lalu. Sementara perhitungan Associated Press berdasarkan pernyataan pihak berwenang menunjukkan sedikitnya 14 orang tewas, dan lebih dari 1.500 demonstran ditangkap.

Qalibaf adalah mantan komandan berpengaruh di pasukan paramiliter Garda Revolusioner Iran. Bersama presiden dan kepala kehakiman, ia merupakan salah seorang dari tiga pejabat tinggi yang menangani seluruh masalah penting di Iran.

Infografis Dampak Global Konflik AS Vs Iran
Infografis Dampak Global Konflik AS Vs Iran. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya