Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 hari ini di dunia menembus 632.875.992. Dengan penambahan 11.180.826 dalam 28 hari terakhir. Demikian menurut data dari COVID-19 Dashboardby the Center for Systems Science and Engineering (CSSE) di Johns Hopkins University (JHU) pada Selasa (8/11/2022).
Sudah 6.601.422 kematian tercatat akibat infeksi COVID-19, dengan penambahan 42.000 kematian dalam 28 hari terakhir. Sementara total vaksin COVID-19 yang sudah disuntikkan mencapai 12.849.609.228 dosis.
Baca Juga
Sejauh ini Amerika Serikat (AS) terpantau masih berada di urutan pertama negara dengan total kasus COVID-19 sebanyak : 97,780,182. Kendati demikian menempati posisi keempat dengan penambahan kasus COVID-19 terbanyak dalam 28 hari terakhir yakni 1.048.654.
Advertisement
Dalam 10 besar wilayah dan negara dengan penambahan kasus Virus Corona COVID-19 terbanyak 28 hari terakhir, sejumlah di antaranya berasal dari Asia. Berikut ini urutannya:
- Jerman
- Prancis
- Jepang
- AS
- Taiwan
- Korea Selatan
- Italia
- Rusia
- Austria
- Yunani
Kasus Asia
Sementara itu, menurut data dari situs World-o-Meter, kasus COVID-19 di Asia secara total telah menembus 194.840.903. Dengan kematian 1.490.898.
Sementara itu, didapati India sebagai negara di Asia dengan kasus COVID-19 terbanyak. Berikut ini 10 besar urutannya dengan total infeksinya:
- India
- Korea Selatan
- JepangÂ
- Turki
- Vietnam
- Taiwan
- Iran
- Indonesia
- Malaysia
- Korea Utara
Dari data tersebut didapati Indonesia berada di posisi ke-8 sebagai negara dengan kasus COVID-19 terbanyak di Asia.
Muncul Omicron XBB di RI, Efektifkah Tutup Pintu Masuk Negara?
Subvarian Omicron XBB yang telah terdeteksi di Indonesia menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi peningkatan kasus COVID-19. Terlebih, beberapa negara tetangga Indonesia seperti Singapura dan Filipina mengalami kenaikan kasus terkait adanya Omicron XBB.
Lantas, apakah menutup pintu masuk negara bisa menjadi solusi efektif meredam varian XBB masuk ke Indonesia? Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menjelaskan, menutup pintu masuk negara bukanlah solusi efektif.
Upaya terpenting yang harus dilakukan adalah memperkuat sistem kesehatan, baik dari deteksi dini maupun surveilans. Penatalaksanaan kasus isolasi dan perawatan (treatment) harus dilakukan sebaik mungkin.
"Terkait adanya kenaikan kasus COVID-19 di Singapura dan bahkan terjadi peningkatan k itu bukan solusi efektif," jelas Dicky dalam keterangan yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Rabu (26/10/2022).
"Yang harus diperkuat adalah sistem kesehatan. Jadi deteksi dini ya surveilans ya. Kemudian juga mekanisme penatalaksanaan kasus isolasi, karantina, dan, treatment, ditambah vaksinasi booster. Itu menjadi kunci dalam keberhasilan kita merendam kedatangan atau potensi lonjakan lasus dari varian baru ini."
Walaupun varian XBB baru -baru ini muncul, Dicky melihat pola penyebaran 'anakan' Omicron terbilang cepat. Penyebaran pun sudah lebih dari 17 negara di dunia.
"Ya 99 persen kita sudah melihat kasusnya. Saat ini, di seputaran saya juga sudah banyak kelihatan sekali ya bahwa potensinya (penyebaran) sudah semakin besar," pungkasnya.
Advertisement
Varian COVID-19 XBB Kian Merebak di Eropa dan Asia, Ini Kata Ahli
Para ahli penyakit menular mengawasi dengan cermat beberapa varian COVID-19 yang telah mengakibatkan lonjakan kasus di Eropa dan Asia.
Selama beberapa minggu, para ahli telah memperhatikan puncak kasus COVID-19 di Eropa dan Asia. Mayoritas menunjuk ke varian XBB dan BQ.1. Para ilmuwan di AS percaya bahwa itu adalah tanda peringatan.
"XBBÂ telah menyebar sangat cepat di Singapura di mana ia telah melampaui BA5," kata Nadia Roan, PhD, seraya menambahkan, "Keduanya sangat memprihatinkan karena sangat mudah menular."
CDC sudah mengaitkan 5,7% kasus di AS dengan varian BQ.1 dan 47 urutan ke XBB menurut data dari organisasi penelitian internasional yang melacak jenis ini.
Apa yang membuat mereka berbeda dari strain Virus Corona COVID-19 lain?
"Mereka telah mengubah protein permukaan mereka sedemikian rupa sehingga antibodi yang diperoleh baik oleh infeksi sebelumnya atau dengan vaksinasi, pada dasarnya tidak bekerja dengan baik melawan mereka. Jadi itulah sebabnya mereka sangat menular," jelas penyelidik Senior di Gladstone Institutes, Nadia Roan seperti dikutip dari 6abc.com, Selasa (25/10/2022).Â
Sementara itu, spesialis penyakit menular Universitas California San Francisco Dr. Monica Gandhi yakin kita akan melihat lebih banyak kasus di AS.
"Saya akan melihat ke Inggris. Kami melihat kasus naik sekitar empat minggu lalu. Lalu turun, kasusnya tidak terlalu tinggi. Penyakit parah, rawat inap tetap datar (stabil)," kata Dr. Gandhi.
"Saya pikir kita akan melihat peningkatan kasus. Artinya infeksi ringan. Saat ini, kita berada dalam jeda COVID. Saat ini kita mendapatkan lebih banyak virus influenza dan virus pernapasan. Kemudian COVID akan mengambil peran menyebabkan infeksi ringan," sambungnya.
Gandhi tidak percaya kita akan melihat peningkatan rawat inap di AS, tetapi menyarankan untuk mendapatkan booster terbaru yang dilengkapi untuk melawan strain Omicron.
Â
Subvarian COVID-19 Omicron XBB Bisa Picu Gelombang Infeksi Baru
Sebelumnya, Kepala ilmuwan Organisasi Kesehatan Dunia Dr Soumya Swaminathan pada Kamis 20 Oktober 2022 mengatakan bahwa beberapa negara mungkin melihat "gelombang infeksi lain" dengan subvarian XBB dari Omicron. Tetapi ilmuwan klinis India itu juga menambahkan bahwa hingga saat ini tidak ada data yang tersedia dari negara mana pun yang menunjukkan bahwa varian baru ini secara klinis lebih parah daripada yang sebelumnya.
"Ada lebih dari 300 subvarian Omicron. Saya pikir salah satu yang mengkhawatirkan saat ini adalah XBB, yang merupakan virus rekombinan. Kami telah melihat beberapa virus rekombinan sebelumnya. Yang satu ini sangat menghindari kekebalan, yang berarti dapat mengatasi antibodi. Jadi ada kemungkinan kita melihat gelombang infeksi lain di beberapa negara karena XBB," kata Swaminathan seperti dikutip dari Hindustan Times, Jumat (21/10/2022).
Swaminathan menginformasikan bahwa WHO juga melacak turunan Varian Virus Corona COVID-19, BA.5 dan BA.1, yang lebih menular dan menghindari kekebalan. Ketika virus itu berkembang, maka akan menjadi lebih menular, tambahnya.
Tindakan yang Harus Diambil
Mengomentari langkah-langkah pencegahan yang dapat diambil untuk mencegah lonjakan COVID-19, dia menegaskan bahwa "pemantauan dan pelacakan" adalah langkah kunci.
"Kami perlu terus memantau dan melacak. Kami telah melihat bahwa pengujian telah menurun di seluruh negara, pengawasan genomik juga telah turun selama beberapa bulan terakhir," paparnya.
"Kami perlu mempertahankan setidaknya pengambilan sampel strategis pengawasan genom sehingga kami dapat terus lacak variannya seperti yang telah kami lakukan dan pelajari," ujarnya lebih lanjut.
Advertisement