Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sedang menjadi sorotan di media sosial karena meledek para pegawai yang memilih WFH. Ia mengaku mendengar ucapan itu dari miliarder Michael Bloomberg.
Pada lawakan tersebut, Sri Mulyani berkata Bloomberg heran kenapa para pegawai muda lebih suka "di rumah ibunya".
Advertisement
Baca Juga
"Waktu saya di Amerika, saya ketemu Bloomberg, dan dia mengatakan 'saya enggak ngerti kenapa anak-anak muda sekarang itu gak suka pergi ke kantor, mereka lebih suka di rumah ibunya,'" ujar Sri Mulyani di acara CEO Banking Forum, Senin (9/1).
Tidak jelas apakah Sri Mulyani sedang bercanda atau tidak, sebab setelah mengatakan itu Sri Mulyani diam sebentar, tetapi seisi ruangan tak ada yang tertawa. Barulah audiens tertawa setelah Sri Mulyani beralih haluan dengan bercanda secara ageist tentang umur Bloomberg.
Retorika Sri Mulyani menjadi viral di media sosial dan banjir kritik. Akun twitter @txtdrjkt menunjukkan foto-foto jalanan dan stasiun yang macet sehingga tak setuju dengan ucapan soal WFH tersebut. Tweet tersebut mendapat hingga 16 ribu likes.
Meski Bloomberg meledek WFH, artikel-artikel di media Bloomberg mengakui bahwa WFH dicintai di seluruh dunia, dan 52 persen warga AS lebih suka WFH.
Michael Bloomberg sendiri merupakan mantan wali kota New York City dan sosok miliarder yang kontroversial karena rekam jejak yang seksis terhadap perempuan. Sikap seksis itu sebenarnya bertentangan dari kebijakan Sri Mulyani yang tidak suka dengan candaan seksis.
View this post on Instagram
Tetapi, ucapan Bloomberg bahkan dituding menjurus ke aktivitas seks pegawai wanitanya, hingga mengajak hubungan seks.
Yang paling mengejutkan adalah ketika Senator Elizabeth Warren mengungkap retorika Bloomberg saat ada karyawannya yang hamil. Bloomberg disebut ingin agar karyawan tersebut membunuh kandungannya sembari menggerutu soal hak cuti hamil.
Tak lama setelah Senator Warren membongkar hal tersebut di acara debat, Bloomberg mundur sebagai bakal capres Partai Demokrat.
Berikut laporan kontroversi Michael Bloomberg:
Kandungan Pegawai
Ucapan Michael Bloomberg tentang kehamilan pegawainya terjadi pada tahun 1990-an, namun diungkap Senator Elizabeth Warren pada debat Partai Demokrat untuk pilpres Amerika Serikat 2020. Panel bertanya kepada Bloomberg soal berbagai tuduhan seksis di perusahaan Bloomberg yang ia pimpin.
Bloomberg membantah tudingan itu dan berkata dirinya mendukung gerakan MeToo dan menginvestigasi bila ada kasus pelecehan di perusahaannya.
Senator Elizabeth Warren langsung angkat tangan dan mengkritik ucapan Bloomberg. Dosen Harvard itu menyebut banyak kasus pelecehan di kantor Bloomberg, namun para pegawainya dikenakan perjanjian tutup mulut (Non-Disclosure Agreement).
"Dia (Bloomberg) telah membuat sejumlah wanita, lusinan, siapa tahu? Agar menandatangani Non-Disclosure Agreements pada pelecehan seksual dan diskriminasi gender di tempat kerja," ujar Elizabeth Warren.
Senator itu juga menantang Bloomberg agar melepas semua perjanjian itu dan membiarkan para wanita angkat bicara.
Bloomberg mengelak bahwa perjanjian itu hanya terkait "candaan" yang ia lontarkan. Argumen Bloomberg soal candaan justru membuat audiens terdengar kaget.
Elizabeth Warren terus membongkar sejarah Bloomberg terkait pegawai perempuannya ketika membahas soal kehamilan sebagai wanita karier.
"Setidaknya, saya tidak punya bos yang mengatakan 'bunuh saja' seperti cara Wali Kota Bloomberg dituding mengucapkannya kepada salah satu pegawainya yang hamil," ujar Senator Warren.
Bloomberg membantah ucapan tersebut, tetapi Senator Warren kembali menantang Bloomberg untuk melepas para wanita itu dari perjanjian tutup mulut.
"Biarkan para wanita itu mendapat kesempatan berbicara. Perusahaan Bloomberg dan Bloomberg sendiri telah dituduh diskriminasi. Mereka terikat oleh (perjanjian) tutup mulut, sehingga mereka tidak bisa berbicara. Jika dia bilang tak ada yang disembunyikan di sini, maka tanda tangani pelepasan umum, dan biarkan para wanita itu bisa angkat bicara," ujar Senator Warren.
Advertisement
Saksi Mata
Protes terhadap ucapan soal kandungan itu dilaporkan oleh pegawai bernama Sekiko Sakai Garrison. Berdasarkan laporan The Washington Post, pegawai itu adalah seorang saleswoman.
Menurut laporan resmi, kejadian terjadi pada 11 April 1995 pada siang hari. Bloomberg baru selesai sesi foto, kemudian mengajak ngobrol Garrison yang baru menikah.
Ketika mendengar bahwa Garrison hamil, Bloomberg berkata "bunuh saja". Garrison meminta Bloomberg mengulangi pernyataannya sekali lagi, dan Bloomberg mengucap hal serupa, kemudian menggerutu soal "Nomor 16".
"Nomor 16" itu disebut mengacu ke angka wanita yang memiliki status maternity di kantornya.
Ucapan wanita itu didukung oleh kesaksian mantan pegawai Bloomberg bernama David Zielenziger. Pria itu mengaku menyaksikan percakapan tersebut.
Meski demikian, Bloomberg tetap membantah tuduhan itu. Ia membantah di bawah sumpah pengadilan. Kasus pun ditutup dengan adanya settlement bersifat rahasia antara Bloomberg dan wanita tersebut.
The Washington Post menyebut tuduhan-tuduhan kepada Bloomberg berpusat tentang budaya tempat kerjanya. Pihak perusahaan miliarder itu selalu melawan gugatan, dan hasilnya ada yang menang, penyelesaian (settlement), atau penuduh tidak melanjutkan gugatan.
Gagal Jadi Capres
Debat Partai Demokrat itu berlangsung pada akhir Februari 2020. Pada Awal Maret 2020, Michael Bloomberg menyatakan mundur dan mendukung Joe Biden.
"Saya telah mengenal Joe dalam waktu lama. Saya mengetahui sifat tulennya, kejujurannya, dan komitmenya terhadap isu-isu yang sangat penting bagi negara kita, termasuk keselamatan senjata api, pelayanan kesehatan, perubahan iklim, dan pekerjaan yang baik," ujar Bloomberg dalam pernyataan resminya.
Ketika maju sebagai bakal capres Partai Demokrat, Bloomberg merupakan salah satu orang terkaya di dunia. Kekayaannya juga mengalahkan Donald Trump yang bergerak di real estate.
Bloomberg dan Trump sama-sama orang New York. Namun, politik mereka bersebarangan, meski dulu bersahabat sebagai pebisnis di Big Apple.
Berdasarkan data Forbes, kekayaan real-time Bloomberg mencapai US$ 76,8 miliar (Rp 1.161 triliun) per 13 Januari 2023.
US$ 1: Rp 15.119.
Advertisement