Pemerintah Indonesia Kutuk Aksi Pembakaran Al-Qur'an di Swedia

Indonesia turut mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1).

oleh Liputan6.com diperbarui 22 Jan 2023, 21:45 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2023, 21:44 WIB
Ilustrasi Al-qur'an
Ilustrasi Al-qur'an (sumber: Pixabay)

Liputan6.com, Stockholm - Indonesia turut mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an yang dilakukan oleh seorang ekstremis sayap kanan Swedia-Denmark di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia, Sabtu (21/1).

“Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al Quran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia, di Stockholm,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri RI melalui akun resminya di Twitter pada Minggu.

Kemlu mengatakan bahwa aksi tersebut merupakan penistaan kitab suci serta melukai dan menodai toleransi umat beragama.

Kemlu juga menegaskan bahwa kebebasan berpendapat seharusnya dilakukan secara bertanggung jawab.

Menteri Luar Negeri Swedia Tobias Billstrom telah menanggapi insiden pembakaran Al-Qur'an di negaranya.

"Provokasi islamofobia sangat mengerikan. Swedia menjunjung kebebasan berekspresi, tetapi bukan berarti pemerintah Swedia, atau saya sendiri, mendukung pendapat yang diungkapkan," kata Billstrom di Twitter.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Meningkatkan Risiko

Ilustrasi Bendera Swedia (iStockphoto via Google Images)
Ilustrasi Bendera Swedia (iStockphoto via Google Images)

Billstrom sebelumnya mengatakan bahwa demonstrasi itu dapat meningkatkan risiko tertundanya pengesahan dari Turki atas permohonan Swedia untuk menjadi anggota NATO.

Dikutip dari kantor berita Turki, Anadolu, Rasmus Paludan, pemimpin Partai Stram Kurs (Garis Keras) membakar mushaf Al Quran atas izin pemerintah dan perlindungan polisi.

Pemerintah Swedia mengizinkan aksi pembakaran Al Quran karena menilai hal itu adalah bagian dari kebebasan berekspresi dan berpendapat.

Aksi pembakaran itu terjadi selama demonstrasi yang menentang permintaan Turki pekan lalu agar Swedia mengambil langkah tegas melawan PKK (Partai Pekerja Kurdistan) yang dianggap Turki sebagai kelompok teror.

Swedia dan Finlandia secara resmi telah mengajukan diri untuk bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tahun lalu.

Namun, Turki menyatakan keberatan dan menuduh kedua negara itu menoleransi bahkan mendukung kelompok teror, termasuk PKK dan organisasi teroris Fetullah (FETO).

 


Latar Belakang Kejadian

Ilustrasi Al-Qur’an
Ilustrasi Al-Qur’an (sumber: pixabay)

Seorang pemimpin sayap kanan di Swedia mendapat izin untuk membakar salinan Al-Qur'an di luar kedutaan Turki di Stockholm. Peristiwa ini terjadi saat Swedia tengah berjuang untuk meyakinkan Presiden Recep Tayyip Erdogan agar mengizinkannya bergabung dengan NATO.

Mengutip laporan Daily Mail, Sabtu (21/1/2023), Rasmus Paludan yang berusia 41 tahun disebut memiliki izin untuk membakar salinan Al-Qur'an di depan gedung tersebut pada Sabtu 21 Januari. Bertepatan dengan dua demonstrasi terkait yang direncanakan untuk memprotes Turki.

Paludan yang merupakan keturunan Denmark-Swedia mengatakan dia ingin 'menandai kebebasan berbicara' setelah digantungnya patung Presiden Turki Tayyip Erdogan di dekat balai kota Stockholm yang memicu tanggapan keras di Turki. Swedia juga mengutuk aksi tersebut.

Keputusan untuk mengizinkan pembakaran salinan Al-Qur'an terjadi di tengah hubungan yang tegang antara Swedia dan Turki, setelah keputusan terakhir terkait pengajuan Swedia masuk NATO.

Swedia dan Finlandia berupaya masuk keanggotaan NATO sejak invasi Rusia ke Ukraina, tetapi tawaran mereka harus disetujui oleh semua 30 negara anggota NATO. Kedua negara Nordik tersebut masih mengandalkan suara dari Turki dan Hongaria, yang telah dijanjikan oleh Perdana Menteri Hongaria Viktor Orbán pada tahun 2023.

Sejatinya Finlandia dan Swedia secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan NATO pada Mei tahun lalu, mengabaikan non-blok militer selama beberapa dekade, sebuah keputusan yang dipicu oleh aksi militer Rusia terhadap Ukraina. Tapi Turki – anggota NATO selama lebih dari 70 tahun – menyuarakan keberatan, mengatakan kedua negara telah mentolerir dan mendukung kelompok teroris.

Kemudian pada Juni 2022, Turki dan kedua negara Nordik tersebut menandatangani sebuah memorandum pada pertemuan puncak NATO untuk mengatasi masalah keamanan Ankara, membuka jalan bagi keanggotaan mereka di aliansi tersebut. Tujuh bulan telah berlalu sejak penandatanganan memorandum tersebut dan Swedia belum juga memenuhi rekomendasi yang telah disepakati.

Selengkapnya...

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya