Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap enam individu dan tiga entitas yang terkait dengan rezim junta militer Myanmar untuk menghasilkan pendapatan dan membeli persenjataan, termasuk pemimpin senior Kementerian Energi Myanmar, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE), Angkatan Udara Myanmar, serta penjual senjata dan anggota keluarga dari rekanan bisnis militer yang ditunjuk sebelumnya. Langkah AS tersebut diumumkan bertepatan dengan dua tahun kudeta Myanmar, yakni pada 1 Februari 2021.
"Kami juga memberlakukan sanksi bagi Komisi Pemilihan Persatuan, yang telah dikerahkan oleh rezim untuk memajukan rencana pemilu yang sangat cacat yang akan menumbangkan keinginan rakyat Myanmar. Kami mengambil tindakan hari ini seiring dengan tindakan yang juga diambil oleh Inggris dan Kanada," demikian pernyataan tertulis Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken seperti diterima Liputan6.com, Rabu (1/2/2023).
Baca Juga
"Hingga saat ini kami telah memberlakukan sanksi, di bawah perintah Perintah Eksekutif 14014, terhadap 80 individu dan 30 entitas untuk merampas sarana rezim untuk melanggengkan kekerasannya dan untuk mempromosikan aspirasi demokrasi rakyat Myanmar."
Advertisement
AS menegaskan bahwa posisinya tetap teguh bahwa pemilu yang direncanakan junta militer tidak mungkin bebas atau adil, mengingat rezim junta militer telah membunuh, menahan, atau memaksa calon rivalnya untuk pergi. Selain itu, rezim Myanmar juga terus bertindak secara brutal terhadap lawan-lawannya yang bertindak secara damai.
"Banyak pemangku kepentingan politik utama telah mengumumkan penolakan mereka untuk berpartisipasi dalam pemilu, yang tidak akan inklusif atau representatif dan hampir pasti akan memicu pertumpahan darah yang lebih besar. AS akan terus mendukung gerakan pro-demokrasi dan upayanya untuk memajukan perdamaian dan pemerintahan multipartai di Myanmar," ungkap Menlu Blinken.
Mendesak Pertanggungjawaban Myanmar
AS menekankan bahwa pihaknya akan terus mendorong pertanggungjawaban atas kekejaman militer, termasuk melalui dukungan bagi Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar dan upaya internasional lainnya untuk melindungi dan mendukung populasi yang rentan, termasuk Rohingya.
"Kami menyambut baik tindakan yang diambil oleh sekutu dan mitra kami untuk mendesak rezim junta militer agar mengakhiri krisis ini. Kami berharap dapat membangun kerja sama dengan ASEAN, dengan PBB setelah pengesahan Resolusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini tentang situasi di Myanmar, dan dengan komunitas internasional, saat para mitra berusaha untuk menegakkan Konsesus Lima Poin ASEAN, mengintensifkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap junta militer, dan mendukung Myanmar yang damai, demokratis, dan makmur," sebut Menlu Blinken.
Advertisement
Hampir 3.000 Orang Tewas
Sejak kudeta militer dua tahun lalu, krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Myanmar semakin parah dengan sejumlah laporan menunjukkan hampir 3.000 orang tewas, hampir 17.000 orang ditahan, dan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi.
"Kampanye bumi hangus yang terus dilakukan oleh rezim ini terus menimbulkan kerugian dan merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa, memicu konflik bersenjata yang memburuk di Myanmar dan ketidakamanan di luar perbatasan," ungkap Menlu Blinken.