2 Tahun Kudeta Myanmar: Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris Tambah Sanksi ke Junta Militer

Sanksi Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada diumumkan bertepatan dengan dua tahun kudeta Myanmar, yakni pada 1 Februari 2021.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 01 Feb 2023, 15:23 WIB
Diterbitkan 01 Feb 2023, 15:21 WIB
Puluhan Pengunjuk Rasa Tewas dalam Bentrokan di Myanmar
Para pengunjuk rasa, seperti yang terlihat melalui jendela, mengambil bagian dalam demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon 28/2/2021). Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi. (AFP/ Ye Aung Thu)

Liputan6.com, Jakarta - Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap enam individu dan tiga entitas yang terkait dengan rezim junta militer Myanmar untuk menghasilkan pendapatan dan membeli persenjataan, termasuk pemimpin senior Kementerian Energi Myanmar, Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar (MOGE), Angkatan Udara Myanmar, serta penjual senjata dan anggota keluarga dari rekanan bisnis militer yang ditunjuk sebelumnya. Langkah AS tersebut diumumkan bertepatan dengan dua tahun kudeta Myanmar, yakni pada 1 Februari 2021.

"Kami juga memberlakukan sanksi bagi Komisi Pemilihan Persatuan, yang telah dikerahkan oleh rezim untuk memajukan rencana pemilu yang sangat cacat yang akan menumbangkan keinginan rakyat Myanmar. Kami mengambil tindakan hari ini seiring dengan tindakan yang juga diambil oleh Inggris dan Kanada," demikian pernyataan tertulis Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken seperti diterima Liputan6.com, Rabu (1/2/2023).

"Hingga saat ini kami telah memberlakukan sanksi, di bawah perintah Perintah Eksekutif 14014, terhadap 80 individu dan 30 entitas untuk merampas sarana rezim untuk melanggengkan kekerasannya dan untuk mempromosikan aspirasi demokrasi rakyat Myanmar."

AS menegaskan bahwa posisinya tetap teguh bahwa pemilu yang direncanakan junta militer tidak mungkin bebas atau adil, mengingat rezim junta militer telah membunuh, menahan, atau memaksa calon rivalnya untuk pergi. Selain itu, rezim Myanmar juga terus bertindak secara brutal terhadap lawan-lawannya yang bertindak secara damai.

"Banyak pemangku kepentingan politik utama telah mengumumkan penolakan mereka untuk berpartisipasi dalam pemilu, yang tidak akan inklusif atau representatif dan hampir pasti akan memicu pertumpahan darah yang lebih besar. AS akan terus mendukung gerakan pro-demokrasi dan upayanya untuk memajukan perdamaian dan pemerintahan multipartai di Myanmar," ungkap Menlu Blinken.

Mendesak Pertanggungjawaban Myanmar

Tertembak di Dada, Mahasiswa Kedokteran Tewas Saat Demo Menentang Kudeta Myanmar
Ibu Khant Ngar Hein menangis saat pemakamannya di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021). Khant Ngar Hein, mahasiswa kedokteran berusia 18 tahun ditembak di dadanya di Tamwe, Yangon oleh pasukan keamanan selama protes anti-militer. (AP Photo)

AS menekankan bahwa pihaknya akan terus mendorong pertanggungjawaban atas kekejaman militer, termasuk melalui dukungan bagi Mekanisme Investigasi Independen PBB untuk Myanmar dan upaya internasional lainnya untuk melindungi dan mendukung populasi yang rentan, termasuk Rohingya.

"Kami menyambut baik tindakan yang diambil oleh sekutu dan mitra kami untuk mendesak rezim junta militer agar mengakhiri krisis ini. Kami berharap dapat membangun kerja sama dengan ASEAN, dengan PBB setelah pengesahan Resolusi Dewan Keamanan PBB baru-baru ini tentang situasi di Myanmar, dan dengan komunitas internasional, saat para mitra berusaha untuk menegakkan Konsesus Lima Poin ASEAN, mengintensifkan tekanan diplomatik dan ekonomi terhadap junta militer, dan mendukung Myanmar yang damai, demokratis, dan makmur," sebut Menlu Blinken.

Hampir 3.000 Orang Tewas

Pengunjuk Rasa Kembali Turun ke Jalan Protes Kudeta Militer Myanmar
Pengunjuk rasa memberi hormat tiga jari selama demonstrasi menentang kudeta militer di Yangon (3/6/2021). Pasukan keamanan telah membunuh 840 orang sejak kudeta, menurut angka dari aktivis yang dikutip oleh PBB. Junta mengatakan sekitar 300 orang telah tewas. (AFP/STR)

Sejak kudeta militer dua tahun lalu, krisis politik, ekonomi, dan kemanusiaan di Myanmar semakin parah dengan sejumlah laporan menunjukkan hampir 3.000 orang tewas, hampir 17.000 orang ditahan, dan lebih dari 1,5 juta orang mengungsi.

"Kampanye bumi hangus yang terus dilakukan oleh rezim ini terus menimbulkan kerugian dan merenggut nyawa orang-orang yang tidak berdosa, memicu konflik bersenjata yang memburuk di Myanmar dan ketidakamanan di luar perbatasan," ungkap Menlu Blinken.

Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Penangkapan Aung San Suu Kyi dan Kudeta Militer Myanmar. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya