1,7 Juta Orang Terdampak Polusi dari Asap Kebakaran Hutan di Thailand Utara, RS Penuh Penderita Sakit Pernapasan

Setidaknya satu rumah sakit di Chiang Mai mengatakan telah mencapai "kapasitas bangsal penuh" karena pasien berdatangan dengan masalah pernapasan akibat menghirup polusi udara di Thailand utara.

oleh Chesa Andini Saputra diperbarui 08 Apr 2023, 07:06 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2023, 07:06 WIB
Api dan asap mengepul dari kebakaran hutan di provinsi Nakhon Nayok, 114 kilometer timur laut Bangkok. Thailand, Kamis pada hari Kamis (30/3/2023).
Api dan asap mengepul dari kebakaran hutan di provinsi Nakhon Nayok, 114 kilometer timur laut Bangkok. Thailand, Kamis pada hari Kamis (30/3/2023). (Sumber: AP/Nava Sangthong)

Liputan6.com, Chiang Mai - Asap dari kebakaran di Thailand utara dilaporkan membuat sulit bernapas. Setidaknya satu rumah sakit di Chiang Mai mengatakan telah mencapai "kapasitas bangsal penuh" karena pasien berdatangan dengan masalah pernapasan akibat menghirup polusi udara.

Menurut pernyataan pemerintah Thailand yang dikeluarkan pada 28 Maret 2023, polusi udara kini memengaruhi 1,7 juta orang di seluruh negeri, termasuk orang yang menderita penyakit pernapasan, iritasi kulit, dan infeksi mata.

Polusi udara memang merupakan masalah lama di Thailand, biasanya disebabkan oleh jalan lalu lintas yang padat di ibu kota Bangkok.

Tetapi tahun ini, tingkat polusi udara meluas ke seluruh negeri, sebagai akibat dari penebangan dan pembakar sisa panen yang terjadi setiap tahun antara Desember hingga April. Hal ini dilakukan sebagai cara efisien dan berbiaya rendah dalam membersihkan ladang untuk penanaman di masa yang akan datang.

Mengutip CNN, Sabtu (8/4/2023), selama tujuh hari berturut-turut Chiang Mai mendapat peringkat sebagai kota paling tercemar di dunia menurut perkiraan Indeks Kualitas Udara (AQI) -- sebuah perusahaan Swiss yang melacak kualitas udara di seluruh dunia.

Chiang Mai adalah pusat pariwisata dan transportasi utama di Thailand yang menarik jutaan pengunjung internasional setiap tahun, dan bulan April itu mendekati ujung dari puncak musim pariwisata.

K Preecha, seorang pemilik kafe lokal di Chiang Mai, mengatakan kepada CNN bahwa udara telah "semakin tercemar dan berbahaya untuk dihirup" sejak Januari, dan sekarang menjadi "pekat dan bau".

"Ini sudah April tetapi situasinya semakin parah. Tidak ada perbaikan dan banyak orang jatuh sakit," katanya. "Menakutkan untuk memikirkan menghirup udara yang bisa membunuhmu."

Gambar satelit yang diambil dan dirilis oleh Geo-Informatics and Space Technology Development Agency (GISTDA), badan antariksa Thailand, pada akhir Maret menunjukkan 5.572 titik api.

"Itu yang tertinggi dalam 5 tahun," kata organisasi tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Ribuan Orang Mencari Bantuan Medis

Polusi udara di Thailand.
Polusi udara di Thailand. (Sumber: AFP/Romeo Gacad)

Saat ini, rumah sakit di Chiang Mai kesulitan untuk menampung sejumlah besar orang yang mencari bantuan untuk penyakit seperti asma, infeksi saluran pernapasan atas, konjungtivitis, dan emfisema, kondisi paru-paru serius yang menyebabkan sesak napas.

Lebih dari 12.000 pasien di Chiang Mai mencari perawatan medis untuk masalah pernapasan antara Januari dan Maret, menurut pernyataan dari Rumah Sakit Maharaj Nakorn.

“Ada pasien yang tidak dapat dirawat karena kapasitas bangsal pasien yang terus penuh,” tambah pernyataan Rumah Sakit Maharaj Nakorn.

Namun, Pannawich Chantaklang, seorang dokter di Rumah Sakit Nakornping di Chiang Mai mengatakan bahwa jumlah pasien yang menderita penyakit berkaitan dengan polusi udara memang "tinggi", tetapi dianggap cukup normal di masa-masa tahun ini.

"Kami belum kewalahan dan masih bisa menerima pasien, tetapi jumlah orang yang mendapat perawatan terkait polusi udara sekarang lebih tinggi," katanya.

 


Tingkat Polusi PM 2.5 Terus Meningkat

Helikopter berusaha memadamkan titik panas kebakaran hutan di provinsi Nakhon Nayok, timur laut Bangkok, Thailand pada hari Kamis (30/3/2023).
Helikopter berusaha memadamkan titik panas kebakaran hutan di provinsi Nakhon Nayok, timur laut Bangkok, Thailand pada hari Kamis (30/3/2023). (Sumber: AP/Nava Sangthong)

Selama beberapa hari di pekan lalu, api menyelimuti daerah Nakhon Nayok di Thailand tengah, membakar dua gunung dan menyebar ke Bendungan Khao Nang, sebuah taman hutan.

Helikopter telah dikirim untuk memadamkan api, yang akhirnya padam pada Minggu 2 April 2023.

“Krisis asap telah terjadi di setiap daerah di utara, terutama di Chiang Mai di mana tingkat polusi udara PM 2.5 terus meningkat dan telah mempengaruhi kesehatan masyarakat," kata pernyataan Rumah Sakit Maharaj Nakorn.

Materi partikulat halus, atau PM 2.5, terdiri dari partikel mikroskopis, yang berdiameter lebih kecil dari 2,5 mikrometer.

Partikel mengandung polutan seperti sulfat, nitrat, dan karbon hitam yang dianggap sangat berbahaya karena ukurannya cukup kecil untuk masuk jauh ke dalam paru-paru dan sistem kardiovaskular.

Paparan partikel tersebut telah dikaitkan dengan penyakit paru-paru dan jantung yang dapat mengganggu fungsi kognitif dan kekebalan tubuh.

 


Dampak Bahaya

Ilustrasi Polusi Udara
Ilustrasi polusi udara. (dok. Pixabay.com/SD-Pictures)

Pakar medis dan badan kesehatan telah mendokumentasikan efek berbahaya dan dampak abadi dari polusi udara.

WHO (World Health Organization) mengatakan bahwa polusi udara tetap menjadi “masalah kesehatan masyarakat yang berpotensi menyebabkan kematian dini.”

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2022 oleh para ilmuwan dari Francis Crick Institute di London juga menemukan bahwa polusi udara lebih mengancam harapan hidup daripada merokok.

Menurut statistik yang telah dikumpulkan dari 3 tahun terakhir, jumlahnya akan berkurang secara bertahap saat mendekati akhir April. Tetapi situasi akan terus dipantau dengan waspada.

Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Polusi Udara di Dunia Menurun saat Pandemi Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya