Liputan6.com, Jakarta - Kerajaan Arab Saudi memainkan peran penting dalam evakuasi para warga asing yang terjebak perang saudara di Sudan. Ratusan warga Indonesia juga termasuk yang dibantu oleh Arab Saudi.Â
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI melaporkan pada Rabu 26 April 2023 bahwa sudah lebih dari 500 WNI yang dibawa dari Sudan ke Jeddah.Â
Baca Juga
Duta Besar Kerajaan Arab Saudi di Jakarta, Faisal Abdullah, mengungkap bahwa angkatan laut Kerajaan Arab Saudi terlibat dalam evakuasi untuk menjemput para warga asing di Sudan. Sejauh ini, ada warga dari 67 negara yang ditolong.Â
Advertisement
"Proses evakuasi ini dilakukan angkatan bersenjata Arab Saudi yaitu Angkatan Laut Kerajaan Arab Saudi. Tentu evakuasi ini merupakan bagian dari tindakan kemanusiaan yang diberikan Arab Saudi dan komitmen Arab Saudi terhadap warga negaranya di seluruh dunia, dan juga merespons dari permintaan sejumlah negara sahabat dari seluruh dunia, termasuk dari Indonesia, warga negara Indonesia," ujar Dubes Arab Saudi Faisal Abdullah dalam konferensi pers di gedung kedutaan, Jakarta, Kamis (27/4/2023).Â
Lebih lanjut, Dubes Saudi mengungkap bahwa evakuasi jalur laut ini adalah yang terbesar yang pernah dilakukan Arab Saudi.
Dubes Faisal berkata para WNI yang tiba di Jeddah diberikan sejumlah fasilitas, termasuk visa. Fasilitas ini diberikan hingga para WNI, serta para peserta evakuasi dari negara-negara lain, dapat pulang ke negara masing-masing.
"Fasilitas diberikan kepada mereka, kepada warga negara Indonesia yang telah tiba di Jeddah, baik itu berkaitan dengan visa kemudian tinggal sementara, dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya," ujar Dubes Faisal.
Sebelumnya diberitakan Arab News, pangkalan Angkatan Laut Raja Faisal di Jeddah menerima evakuasi terbesar dari Sudan.
Kerajaan Arab Saudi menyambut kapal yang membawa para warga asing dari Sudan. Totalnya, ada 1.678 WNA yang tiba di Jeddah pada Rabu pagi 26 April 2023. Banyak pula warga tersebut yang merupakan WNI. Mereka tiba di King Faisal Naval Base sebelum pukul 05.00 pagi waktu setempat.
Mereka adalah 46 warga Amerika, 40 orang Inggris, 11 orang Jerman, 4 orang Prancis, 560 orang Indonesia, 239 orang Yaman, 198 orang Sudan, dan 26 warga Turki.
Para WNA itu naik kapal Amana yang berbendera Arab Saudi. Begitu turun dari Amana, para WNA itu disambut pejabat pangkalan militer tersebut, serta perwakilan diplomatik dari berbagai negara.
Pada Sabtu 22 April, Arab Saudi juga telah menerima 150 orang yang evakuasi dari Sudan melalui jalur udara dan air.
Pada Senin 24 April, ada pesawat militer C-13 Hercules yang membawa warga sipil Korea Selatan. Pada hari yang sama, ada perahu yang membawa hampir 200 WNA dari 14 negara yang tiba di Arab Saudi dari Pelabuhan Sudan.
Apresiasi Pihak Arab Saudi
Dubes Faisal berkata evakuasi dapat terjadi berkat koordinasi yang baik dengan pihak-pihak terkait di Sudan. Ia juga memberikan apresiasi kepada Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi atas ucapan positifnya terkait peran Arab Saudi.Â
"Kerja sama terus dilakukan antara Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta dengan Kemenlu RI di Jakarta. Juga KBRI di Riyadh dan juga kementerian luar negeri di Riyadh, sampai kita waktu kemarin saat libur hari raya pun kita lakukan kerja sama dan melakukan koordinasi dengan baik untuk proses evakuasi," ujar Dubes Faisal.
"Tentu dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan atas nama pemerintahan arab saudi, memberikan apreasiasi dan terima kasih kepada pernyataan yang diberikan oleh kementerian luar negeri, dalam hal ini menteri luar negeri, yang mengapresiasi bagaimana peran Arab Saudi yang sangat besar dalam proses evakuasi ini."
Dubes Faisal pun yakin bahwa para WNI yang saat ini berada di Arab Saudi menerima kesan-kesan baik selama di Arab Saudi atas fasilitas-fasilitas bantuan yang diberikan kerajaan tersebut.Â
"Tentu warga negara Indonesia yang telah dievakuasi oleh angkatan laut kerajaan Arab Saudi akan memberikan potret positif bagaimana Kerajaan Arab Saudi sangat memberikan perhatian kepada mereka-mereka yang keluar dari Sudan melalui jalur laut ini," ucap Dubes Faisal.
Advertisement
Arab Saudi Jadi yang Pertama Evakuasi Warga Negara
Sebelumnya, Arab Saudi diketahui menjadi negara pertama yang mengumumkan evakuasi warganya dari Sudan, sepekan lebih setelah pertempuran sengit pecah antara dua kekuatan yang bersaing.
Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengatakan bahwa "beberapa warga negara dari negara-negara saudara dan sahabat" sedang dievakuasi bersama dengan warga Arab Saudi. Warga negara Kuwait termasuk di antara puluhan orang yang dibawa ke tempat aman, tetapi tidak jelas warga negara lain mana yang terlibat. Demikian seperti dilansir CNN, (Minggu 23/4).
Pengumuman itu muncul setelah Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) mengatakan, mereka siap membantu mengevakuasi warga negara asing.
SAF mengatakan dalam pernyataannya pada Sabtu (22/4) bahwa pemimpinnya, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan telah setuju memberikan bantuan yang diperlukan untuk memfasilitasi evakuasi aman warga negara asing dari negara itu sebagai tanggapan atas desakan dari sejumlah kepala negara.
"Evakuasi semua misi yang negaranya mengajukan permintaan seperti itu diperkirakan akan dimulai dalam beberapa jam mendatang... Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, dan China akan mengevakuasi diplomat dan warga negara mereka melalui udara dengan pesawat angkut militer milik angkatan bersenjata masing-masing dari Khartoum dan (langkah) ini diharapkan segera dimulai," sebut SAF dalam pernyataan yang diposting di halaman Facebook-nya.
MUI Serukan OKI dan PBB Hentikan Konflik Bersenjata di Sudan
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengimbau Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Perserikatan Bangsa-Bangsa segera mengambil langkah untuk menghentikan konflik bersenjata di Sudan.
"MUI mengimbau OKI dan PBB agar secepatnya bisa menghentikan perang saudara ini," kata Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, dikutip Antara.
Dengan demikian, lanjut dia, rakyat Sudan dapat kembali hidup dengan aman, tenteram, damai, sejahtera, dan bahagia.
Saat ini, menurut Anwar, usaha untuk menghentikan konflik bersenjata di Sudan antara militer Sudan dan kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (Rapid Support Forces/RSF) itu memang bukan merupakan hal yang mudah, terutama karena kedua belah pihak memiliki ribuan pejuang dan sumber daya.
"Kedua belah pihak sama-sama memiliki puluhan ribu pejuang, pendukung asing, kekayaan mineral, dan sumber daya lain yang dapat mereka gunakan untuk menghancurkan lawannya," kata dia.
Oleh karena itu, Anwar memandang konflik tersebut perlu segera diselesaikan oleh OKI dan PBB karena jika dibiarkan berlarut-larut dapat membuat rakyat Sudan menderita.
Sebelumnya, pada Kamis (20/4), Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah mendesak tentara Sudan dan pasukan paramiliter untuk segera menghentikan pertempuran dan menyerukan gencatan senjata.
"Ada konsensus kuat untuk mengutuk pertempuran yang sedang berlangsung di Sudan dan menyerukan penghentian permusuhan," kata Guterres.
Dia juga menyatakan keprihatinan mendalam atas banyaknya warga sipil yang menjadi korban, situasi kemanusiaan yang buruk dan prospek eskalasi lebih lanjut yang mengerikan.
Pertempuran antara tentara militer Sudan dan RSF berlangsung sejak Sabtu (15/4) di Ibu Kota Khartoum dan wilayah sekitarnya.
RSF menuduh tentara Sudan menyerang pasukannya di selatan Khartoum dengan senjata ringan dan berat, sementara militer mengklaim bahwa pasukan paramiliter menyebarkan kebohongan, dan menyebutnya sebagai kelompok pemberontak.
Advertisement