Liputan6.com, Beijing - Seorang warga negara Amerika Serikat (AS) berusia 78 tahun divonis penjara seumur hidup oleh pengadilan China atas tuduhan mata-mata.
John Shing-Wan Leung, yang juga merupakan permanent resident Hong Kong, dihukum seumur hidup pada Senin (15/5/2023), oleh Pengadilan Menengah Rakyat Kota Suzhou.
Baca Juga
Pernyataan singkat pihak berwenang menyebutkan bahwa John Shing-Wan Leung ditahan pada 15 April 2021 oleh otoritas keamanan negara di Suzhou, Provinsi Jiangsu. Tidak dijelaskan lebih rinci tentang dakwaan spionase yang ditujukan padanya.
Advertisement
Selain itu, pengadilan juga menyita properti pribadi John Shing-Wan Leung senilai US$ 71.797.
Di China, kasus yang melibatkan keamanan negara biasanya ditangani secara tertutup.
Kedutaan Besar AS di Beijing pada Senin mengatakan bahwa pihaknya mengetahui laporan terkait hukuman John Shing-Wan Leung.
"Kementerian Luar Negeri tidak memiliki prioritas yang lebih besar daripada keselamatan dan keamanan warga AS di luar negeri. Karena pertimbangan privasi, kami tidak memiliki komentar lebih lanjut," ungkap juru bicara Kedutaan Besar AS seperti dilansir CNN, Senin.
Dugaan spionase atas John Shing-Wan Leung muncul pada saat hubungan antara Beijing dan Washington berada pada titik terendah dalam setengah abad di tengah meningkatnya persaingan atas perdagangan, teknologi, geopolitik, dan supremasi militer.
Kedua negara juga berseteru atas dugaan China menerbangkan balon mata-matanya di wilayah AS.
Definisi Spionase di China Meluas
John Shing-Wan Leung adalah salah satu dari semakin banyak warga negara asing yang terjerat tuduhan spionase pada era Xi Jinping.
Pada Maret, pihak berwenang China menahan seorang karyawan Jepang di perusahaan farmasi multinasional Astellas Pharma di Beijing atas dugaan spionase. Itu merupakan warga negara Jepang ke-17 yang ditahan di China sejak undang-undang kontra-spionase diperkenalkan pada tahun 2014.
Dalam kasus profil tinggi lainnya, dua warga Kanada, yaitu mantan diplomat Michael Kovrig dan pengusaha Michael Spavor, ditahan oleh China selama hampir tiga tahun.
Penangkapan mereka atas tuduhan spionase pada akhir tahun 2018 terjadi tidak lama setelah Kanada menangkap eksekutif Huawei Meng Wanzhou dengan surat perintah AS terkait transaksi bisnis perusahaan di Iran.
China berulang kali menyangkal bahwa langkah yang ditempuhnya merupakan pembalasan politik, tetapi kedua pria kemudian dibebaskan pada hari yang sama ketika Meng Wangzhou diizinkan oleh Kanada untuk kembali ke China.
Bulan lalu, China mengesahkan amendemen atas undang-undang kontra-spionase yang akan berlaku mulai 1 Juli.
Undang-undang baru memperluas definisi spionase dari menutupi rahasia dan intelijen negara menjadi "dokumen, data, materi atau barang apa pun yang terkait dengan keamanan dan kepentingan nasional" dan serangan dunia maya terhadap organ negara atau infrastruktur informasi penting.
Advertisement