Liputan6.com, Riyadh - Kerajaan Arab Saudi dilaporkan telah memanggil duta besar Kerajaan Swedia untuk membahas insiden pembakaran Al-Qur'an. Pihak Saudi menyampaikan protes tegas atas aksi ekstremis tersebut.
Seperti diketahui, seorang bernama Salwan Momika membakar Al-Qur'an di ibu kota Swedia, Stockholm. Tindakannya dilakukan saat Idul Adha.
Salwa Momika merupakan pengungsi dari Irak.
Advertisement
Berdasarkan laporan Saudi Gazette, Selasa (4/7/2023), Kementerian Luar Negeri Arab Saudi meminta agar jangan ada yang melakukan tindakan yang berlawanan dalam upaya internasional untuk mempromosikan toleransi dan moderasi.
Protes itu disampaikan Arab Saudi kepada Duta Besar Swedia Petra Menander. Ia dipanggil pada Minggu 2Â Juli.
Sebelumnya, Kemlu Arab Saudi juga telah memberikan kecaman keras atas insiden pembakaran Al-Qur'an yang kembali berulang ini. Tindakan itu dianggap sengaja memicu kebencian.
"Mereka jelas memantik kebencian, eksklusi, dan rasisme, dan secara langsung mengkontradiksi upaya-upaya internasional dalam upaya menyebarkan nilai-nilai toleransi, moderasi, dan penolakan terhadap ekstremisme, dan melemahkan rasa saling hormat yang diperlukan dalam relasi antara masyarakat dan negara," ujar pernyataan Kemlu Saudi.Â
Sebelumnya, politikus Rasmus Paludan juga melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an. Paludan merupakan warga Swedia-Denmark.Â
Akibat aksinya, Rasmus Paludan mendapat kritikan di media sosial miliknya. Paludan dilaporkan media-media Barat sebagai sosok kanan-jauh (far-right), serta terkait dengan Neo-Nazi.
Fraksi PKS Protes Keras Pembakaran Al-Qur'an di Swedia saat Idul Adha: Intoleran dan Tidak Beradab
Di dalam negeri, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengutuk keras aksi pembakaran Al-Qur'an di Swedia. Pembakaran kitab suci umat Islam ini bukan pertama kali terjadi di Swedia dan beberapa negara Eropa.
Menurut Jazuli, tindakan tersebut sangat melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia yang baru saja merayakan Idul Adha.
"Pembakaran kitab suci Al-Qur'an adalah tindakan yang biadab dan tidak bisa ditolelir atas nama apapun, apalagi atas nama kebebasan berekspresi dan hak asasi. Swedia harus mengambil tindakan tegas agar hal itu tidak terus berulang," ungkap Jazuli Juwaini melalui keterangan tertulis, Senin (3/7).
Anggota Komisi I DPR ini mengatakan sangat disayangkan hal itu terjadi di negara yang notabene negara maju yang harusnya bersikap lebih dewasa dan beradab.
Dia menilai, peradaban tidak bisa dibangan di atas dasar kebencian dan intoleransi. Sikap hipokrit tersebut sama sekali tidak mencerminkan peradaban modern.
"Indonesia sebagai negara mayoritas muslim sangat kecewa atas intoleransi yang provokatif tersebut. Protes resmi telah dilayangkan Kementerian Luar Negeri dan berbagai kalangan. Ini menunjukkan kecintaan Indonesia pada perdamaian dan peradaban dunia yang bermartabat," ucap Jazuli.
Oleh karena itu, Anggota DPR Dapil Banten ini mengajak negara-negara Barat yang katanya menjunjung tinggi hak asasi dan toleransi untuk terus meningkatkan kesadaran warganya tentang pentingnya toleransi dan melawan segala bentuk Islamophobia termasuk phobia pada agama apa pun di dunia.
"Sebagai warga dunia kita butuh suasana dunia yang aman, tenang, bebas konflik dan kondusif. Maka seluruh warga masyarakat dunia harus kompak mengutuk hal-hal yang bisa memicu konflik horizontal," pungkas Jazuli.
Advertisement