Liputan6.com, Paris - Menteri Pendidikan Prancis Gabriel Attal mengatakan bahwa 298 siswi, yang sebagian berusia 15 tahun atau lebih, tiba di sekolah dengan mengenakan abaya pada Senin (4/9/2023).
Penggunaan abaya, pakaian khas Arab berpotongan panjang dan longgar, telah dilarang di sekolah-sekolah Prancis sejak pekan lalu dan akan mulai diterapkan pada awal tahun ajaran baru 4 September.
Baca Juga
Dari jumlah tersebut, kebanyakan anak perempuan kemudian setuju untuk mengganti pakaian dan mereka pun dapat memulai kelas. Namun, 67 lainnya yang menolak untuk mematuhi dan dipulangkan.
Advertisement
Berdasarkan instruksi yang ditetapkan oleh kementerian, setiap kasus harus diikuti dengan periode dialog, termasuk dengan staf sekolah.
Dialog lebih lanjut dengan pihak keluarga kini akan dilakukan. Jika gagal, para siswi yang menolak patuh akan dikeluarkan dari sekolah. Demikian seperti dilansir BBC, Rabu (6/9).
Dibandingkan dengan 12 juta anak sekolah yang mulai bersekolah pada Senin, pemerintah yakin angka tersebut menunjukkan bahwa larangan abaya telah diterima secara luas.
Sementara itu, gugatan hukum yang diajukan oleh kelompok yang mewakili beberapa umat Islam akan diajukan ke pengadilan.
Memicu Perpecahan Politik
Prancis melarang keras simbol-simbol keagamaan di sekolah-sekolah negeri dan gedung-gedung pemerintah, dengan alasan hal itu melanggar hukum sekuler. Pemakaian jilbab sendiri telah dilarang sejak tahun 2004 di sekolah-sekolah negeri.
Adapun larangan abaya diterapkan setelah berbulan-bulan perdebatan mengenai penggunaan abaya di sekolah-sekolah Prancis.
Abaya dilaporkan semakin banyak dikenakan di sekolah-sekolah, sehingga menyebabkan perpecahan politik. Partai-partai sayap kanan mendorong pelarangan tersebut, sementara partai-partai sayap kiri menyuarakan keprihatinan terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan muslim.
Pada tahun 2010, Prancis melarang penggunaan cadar di depan umum, sehingga memicu kemarahan komunitas muslim Prancis yang berjumlah lima juta orang.
Prancis telah memberlakukan larangan ketat terhadap simbol-simbol keagamaan di sekolah sejak Abad ke-19, termasuk simbol-simbol Kristen seperti salib besar, dalam upaya untuk mengekang pengaruh Katolik terhadap pendidikan publik.
Merefleksikan perubahan populasinya, Prancis telah memperbarui undang-undangnya selama bertahun-tahun dengan memasukkan jilbab dan kippa atau topi khas Yahudi, sementara abaya belum dilarang secara langsung hingga aturan resminya dikeluarkan pekan lalu.
Advertisement