Mesir Fasilitasi Penerbangan Bantuan ke Gaza, Satu Pesawat dari Yordania Tiba

Bandara Al Arish di Sinai utara yang berada sekitar 45 km dari perbatasan Gaza, sebut sejumlah sumber keamanan Mesir, telah dipersiapkan untuk menerima pengiriman bantuan dari Qatar dan Yordania. Namun, bantuan-bantuan tersebut tidak akan meninggalkan bandara sampai koridor kemanusiaan dibentuk.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 13 Okt 2023, 17:00 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2023, 17:00 WIB
Kota Gaza Hancur
Warga Palestina memeriksa kerusakan di sekitar masjid yang diratakan oleh serangan udara Israel di Kota Gaza pada 9 Oktober 2023. (Mahmud HAMS/AFP)

Liputan6.com, Kairo - Mesir pada Kamis (12/10/2023), mengatakan bahwa pihaknya mengarahkan penerbangan bantuan internasional ke Gaza ke sebuah bandara di Sinai utara, meski pengiriman bantuan sendiri sejauh ini terhambat oleh pengeboman Israel di sekitar perbatasan.

Kementerian Luar Negeri Mesir seperti dilansir Reuters pada Jumat (13/12), mengonfirmasi bahwa perlintasan Rafah, antara Sinai dan Gaza, tetap terbuka.

Bandara Al Arish di Sinai utara yang berada sekitar 45 km dari perbatasan Gaza, sebut sejumlah sumber keamanan Mesir, telah dipersiapkan untuk menerima pengiriman bantuan dari Qatar dan Yordania. Namun, bantuan-bantuan tersebut tidak akan meninggalkan bandara sampai koridor kemanusiaan dibentuk.

Menurut sumber yang sama, Mesir dan Yordania telah menerima jaminan dari Amerika Serikat (AS) bahwa bantuan dapat dikirimkan ke Gaza. Tidak ada rincian lebih lanjut soal kabar ini.

Satu penerbangan dari Yordania, yang membawa pasokan medis untuk diserahkan ke Bulan Sabit Merah, dilaporkan tiba pada Kamis.

"Sebuah pesawat bantuan kemanusiaan yang membawa sebagian besar pasokan medis ke Gaza atas instruksi Raja Abdullah II dari Yordania tiba," ungkap pernyataan Kerajaan Yordania, seperti dilansir Anadolu.

Pesawat bantuan, sebut Kerajaan Yordania, dikirim dengan koordinasi Mesir dan akan disalurkan ke Gaza melalui perbatasan Rafah.

Sementara itu, Israel menegaskan pada Kamis akan tetap mempertahankan blokade atau pengepungan total Gaza sampai seluruh sandera dibebaskan.

Hingga berita ini diturunkan, korban tewas akibat perang terbaru Hamas Vs Israel yang dimulai pada Sabtu 7 Oktober sedikitnya 1.300 orang di sisi Israel dan setidaknya 1.500 orang di sisi Palestina.


Raja Yordania: Tidak Ada Perdamaian di Timur Tengah tanpa Negara Palestina

Raja Abdullah II dari Yordania (Richard Drew / AP PHOTO via The Times of Israel)
Raja Abdullah II dari Yordania (Richard Drew / AP PHOTO via The Times of Israel)

Raja Abdullah II dari Yordania pada Rabu (11/10) telah menegaskan bahwa perdamaian tidak akan mungkin terjadi di Timur Tengah tanpa Negara Palestina yang merdeka.

"Kekerasan terbaru, yang terjadi setelah Hamas menyerang Israel pada akhir pekan lalu, menunjukkan bahwa kawasan ini tidak akan menikmati stabilitas, keamanan atau perdamaian tanpa Negara Palestina yang berdaulat di tanah yang direbut Israel dalam Perang Arab-Israel tahun 1967," kata Raja Abdullah II yang beristrikan seorang keturunan Palestina, Ratu Rania.

"Solusi dua negara (two state solution) adalah satu-satunya pilihan. Wilayah kita tidak akan pernah aman atau stabil tanpa tercapainya perdamaian yang adil dan komprehensif berdasarkan solusi dua negara.

Dengan sebagian besar penduduk Yordania adalah warga Palestina dan Yordania berbagi perbatasan dengan Tepi Barat, yang diharapkan warga Palestina akan menjadi bagian dari negara mereka bersama dengan Yerusalem Timur dan Gaza, maka posisi Yordania menjadi sensitif.

"Negara Palestina yang merdeka dan berdaulat harus sejalan dengan perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya, sehingga siklus pembunuhan yang korbannya adalah warga sipil yang tidak bersalah, berakhir," tegas Raja Abdullah II.

Luapan kemarahan terhadap Israel sendiri telah memicu demonstrasi besar-besaran pada Selasa di pusat Kota Amman. Beberapa meneriakkan slogan-slogan yang mendukung Hamas dan sejumlah lainnya menuntut Yordania menutup Kedutaan Besar Israel di Amman serta membatalkan perjanjian perdamaian.

Bersama dengan Mesir, Yordania adalah negara Arab lainnya yang memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Teranyar, adalah Uni Emirat Arab.


Kekhawatiran Mesir Soal Eksodus Warga Gaza

Warga Tinggalkan Gaza
Orang-orang pindah ke daerah yang lebih aman di wilayah Palestina pada hari ke-5 pertempuran antara Israel dan gerakan Hamas. (Mohammed ABED/AFP)

Mesir dilaporkan berusaha keras mencegah eksodus massal dari Jalur Gaza ke Semenanjung Sinai.

Presiden Abdel Fattah al-Sisi mengungkapkan pada Selasa bahwa eskalasi di Gaza sangat berbahaya dan bahwa Mesir sedang mengupayakan negosiasi dengan mitra regional dan internasional.

"Mesir tidak akan membiarkan masalah ini diselesaikan dengan mengorbankan pihak lain," tegas Presiden Sisi, seperti dilaporkan MENA, referensi yang jelas mengenai risiko bahwa warga Palestina dapat didorong ke Sinai.

Pada Selasa, militer Israel merevisi rekomendasi salah seorang juru bicaranya agar warga Palestina menyelamatkan diri ke Mesir.


Amnesty International Desak Pembentukan Koridor Kemanusiaan

Update Perang Hamas Vs Israel
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Palestina pada Selasa menyampaikan, jumlah korban di Gaza meningkat menjadi 900 orang tewas dan 4.500 orang terluka akibat serangan balasan Israel. (AP Photo/Hassan Eslaiah)

Organisasi hak asasi manusia (HAM), Amnesty International, adalah satu dari sekian banyak yang menyuarakan bahwa blokade Israel atas Gaza tidak manusiawi.

"Pihak berwenang Israel harus segera memulihkan pasokan listrik ke Gaza dan menangguhkan peningkatan pembatasan yang diberlakukan berdasarkan perintah Menteri Pertahanan pada 9 Oktober 2023 dan mencabut blokade ilegal yang telah berlangsung selama 16 tahun di Jalur Gaza. Hukuman kolektif terhadap penduduk sipil di Gaza merupakan kejahatan perang – kejam dan tidak manusiawi. Sebagai kekuatan pendudukan, Israel mempunyai kewajiban yang jelas berdasarkan hukum internasional untuk memastikan kebutuhan dasar penduduk sipil Gaza terpenuhi," kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard seperti dikutip dalam situs web resminya.

Merespons pernyataan seorang menteri Israel yang mengatakan pihaknya tidak akan memulihkan listrik, air atau bahan bakar masuk ke Gaza sampai Hamas membebaskan sandera, Amnesty International mengatakan itu merupakan konfirmasi eksplisit bahwa tindakan tersebut diambil untuk menghukum warga sipil di Gaza atas tindakan kelompok bersenjata Palestina.

"Pembunuhan massal yang mengerikan yang dilakukan kelompok bersenjata Palestina terhadap warga sipil Israel dan pelanggaran serius lainnya tidak membebaskan Israel dari menjunjung kewajibannya untuk menghormati hukum kemanusiaan internasional dan melindungi warga sipil. Hukuman kolektif terhadap warga sipil di Gaza tidak akan membawa keadilan bagi para korban kejahatan perang yang dilakukan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya atau keamanan terhadap warga sipil di Israel," kata Callamard.

Amnesty International juga mendesak Israel untuk memfasilitasi pembentukan koridor kemanusiaan demi memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza dan perjalanan yang aman bagi mereka yang membutuhkan perawatan medis di luar Jalur Gaza.

Infografis Perang Hamas Vs Israel Kembali Berkecamuk. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Infografis Perang Hamas Vs Israel Kembali Berkecamuk. (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya