Liputan6.com, Jakarta - Menurut penelitian terbaru, tidur kurang dari lima jam setiap malam secara teratur dapat meningkatkan risiko depresi. Meskipun sebelumnya dianggap sebagai dampak dari masalah kesehatan mental, penelitian baru telah mengungkapkan hubungan yang lebih kompleks antara tidur dan penyakit mental.
Melansir dari Independent, Senin (30/10/2023), hasil studi yang dipimpin oleh para peneliti dari University College London (UCL) menunjukkan bahwa seseorang dengan kecenderungan genetik untuk tidur kurang dari lima jam setiap malam memiliki risiko lebih tinggi mengalami gejala depresi dalam rentang waktu empat hingga 12 tahun.
Baca Juga
Namun, bagi mereka yang memiliki kecenderungan genetik yang lebih kuat terhadap depresi, tidak ada kecenderungan tidur pendek yang signifikan.
Advertisement
Para peneliti juga menemukan bahwa hubungan tersebut tidak hanya terjadi pada orang-orang yang memiliki kecenderungan genetik untuk tidur dalam waktu yang lebih singkat. Orang-orang yang secara teratur tidur selama lima jam atau kurang, tanpa mempertimbangkan faktor genetik, juga lebih mungkin mengalami depresi.
Odessa Hamilton, penulis utama dari UCL Institute of Epidemiology and Health Care, menjelaskan, "Kami telah mengidentifikasi hubungan antara lamanya tidur yang kurang ideal dan depresi, dan seringkali keduanya terjadi bersamaan. Namun, pertanyaan tentang mana yang memengaruhi yang masih belum sepenuhnya terpecahkan."
Hamilton menjelaskan bahwa dengan memanfaatkan pengetahuan tentang kerentanan genetik terhadap penyakit, mereka mengatakan bahwa tidur yang kurang cenderung menjadi penyebab munculnya gejala depresi, bukan sebaliknya.
Pemahaman tentang Hubungan Genetik antara Durasi Tidur dan Gejala Depresi
Para peneliti memanfaatkan informasi genetik dan kesehatan dari 7.146 orang yang terlibat dalam English Longitudinal Study of Aging (ELSA), dengan usia rata-rata 65 tahun.
Hasil analisis data genetik dan kesehatan menunjukkan bahwa tidur yang singkat terkait dengan kemungkinan timbulnya gejala depresi, seperti perasaan sedih atau kesepian.
Dr. Olesya Ajnakina, seorang penulis senior dari UCL Institute of Epidemiology and Health Care and the Institute of Psychiatry, Psychology and Neuroscience at King’s College London, menjelaskan, "Lama tidur yang kurang atau berlebih, bersamaan dengan depresi, merupakan faktor penting yang berkontribusi pada beban kesehatan masyarakat, yang secara signifikan dipengaruhi oleh faktor genetik."
"Penggunaan skor poligenik, yang merupakan indikator kecenderungan genetik seseorang terhadap suatu karakteristik, menjadi kunci awal dalam pemahaman hubungan antara durasi tidur dan gejala depresi," tambahnya.
Advertisement
Menakar Dampak Durasi Tidur pada Gejala Depresi
Ketika meneliti hubungan antara gejala depresi dan lamanya tidur yang bukan karena faktor genetik, para peneliti menemukan bahwa individu yang tidur selama lima jam atau kurang memiliki kemungkinan 2,5 kali lebih tinggi untuk mengalami gejala depresi. Selain itu, orang-orang yang sudah menunjukkan gejala depresi memiliki kemungkinan sepertiga lebih besar untuk mengalami kurang tidur.
Studi yang diterbitkan dalam jurnal Nature, Translational Psychiatry, juga mengungkapkan bahwa ada hubungan antara tidur yang berlebihan dan munculnya gejala depresi. Menurut hasil penelitian tersebut, orang yang tidur lebih dari sembilan jam memiliki kemungkinan 1,5 kali lebih besar untuk mengalami gejala depresi dibandingkan dengan mereka yang tidur tujuh jam seperti rata-rata.
Namun, penting untuk dicatat bahwa gejala depresi tidak memiliki keterkaitan dengan tidur yang berlebihan dalam rentang waktu empat hingga 12 tahun ke depan, sejalan dengan temuan yang melibatkan faktor genetik.
Keterkaitan Antara Penuaan Populasi, Durasi Tidur, dan Gejala Depresi
Profesor Andrew Steptoe, kepala Behavioural Science and Health, UCL Institute of Epidemiology and Health Care, mengungkapkan, "Dalam proses penuaan populasi global, terjadi peningkatan tidur yang tidak optimal dan gejala depresi. Oleh karena itu, penting untuk lebih memahami kaitan antara depresi dan kurang tidur. Penelitian ini memberikan dasar yang sangat penting bagi penelitian masa depan yang mengeksplorasi hubungan antara faktor genetik, tidur, dan gejala depresi."
Peserta dalam penelitian ini memiliki rata-rata tidur selama tujuh jam setiap malam. Namun, lebih dari 10 persen dari mereka tidur kurang dari lima jam setiap malam pada awal penelitian, dan persentasenya meningkat menjadi lebih dari 15 persen pada akhir penelitian.
Selama periode tersebut, jumlah orang yang mengalami gejala depresi meningkat sekitar tiga poin persentase, dari 8,75 persen menjadi 11,47 persen.
Untuk melakukan studi ini, para peneliti menggabungkan data mengenai durasi tidur dan gejala depresi dari dua survei ELSA yang dilakukan dalam jangka waktu dua tahun, karena waktu tidur dan gejala depresi cenderung berfluktuasi seiring berjalannya waktu.
Advertisement