Mantan PM Selandia Baru: Gencatan Senjata Satu-Satunya Cara Hentikan Siklus Kekerasan Israel-Hamas di Gaza

Pemungutan suara resolusi UN General Assembly/UNGA atau Majelis Umum (MU) PBB mengenai gencatan senjata di Gaza, menuai respons Helen Clark, anggota The Elders yang merupakan mantan Perdana Menteri Selandia Baru.

oleh Tanti Yulianingsih diperbarui 14 Des 2023, 20:42 WIB
Diterbitkan 14 Des 2023, 20:42 WIB
Helen Clark, Anggota The Elders, mantan Perdana Menteri Selandia Baru dan Administrator Program Pembangunan PBB, mengomentari resolusi gencatan senjata di Gaza untuk Israel. (AP)
Helen Clark, Anggota The Elders, mantan Perdana Menteri Selandia Baru dan Administrator Program Pembangunan PBB, mengomentari resolusi gencatan senjata di Gaza untuk Israel. (AP)

Liputan6.com, Wellington - Pemungutan suara resolusi UN General Assembly/UNGA atau Majelis Umum (MU) PBB mengenai gencatan senjata di Gaza, menuai respons Helen Clark, anggota The Elders yang merupakan mantan Perdana Menteri Selandia Baru dan UN Development Programme Administrator (Administrator Program Pembangunan PBB).

The Elders adalah organisasi non-pemerintah internasional yang beranggotakan tokoh masyarakat yang tercatat sebagai negarawan senior, aktivis perdamaian, dan pembela hak asasi manusia, yang dibentuk oleh Nelson Mandela pada tahun 2007.

Ia menyerukan penerapan gencatan senjata segera dan agar semua negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel menggunakan segala cara yang mereka miliki, untuk mengamankan gencatan senjata tersebut:

"Seruan Majelis Umum PBB untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan harus dilaksanakan sekarang. Cukup sudah," kata Helen seperti dikutip dari situs TheElders.org, Kamis (14/12/2023).

"Dunia sangat marah atas besarnya dan kengerian kematian warga sipil di Gaza, dan hukuman kolektif terhadap warga Gaza yang mengalami pengungsian massal, kelaparan dan penyakit serta pemboman yang terus-menerus," tutur Helen.

"Resolusi UNGA ini mencerminkan kemarahan yang semakin besar terhadap bencana kemanusiaan di Gaza dan pelanggaran terus-menerus terhadap hukum kemanusiaan internasional oleh kedua belah pihak. Tuntutannya terhadap perlindungan warga sipil, pembebasan semua sandera tanpa syarat dan segera, serta akses kemanusiaan harus dipenuhi," papar Helen lagi.

UNGA, sambungnya, telah bertindak ketika Dewan Keamanan sekali lagi gagal.

"Gencatan senjata dan negosiasi penyelesaian politik adalah satu-satunya cara untuk menghentikan siklus kekerasan. Tidak ada solusi militer terhadap konflik ini," jelasnya.

"Semua negara yang memiliki pengaruh terhadap Israel dan Hamas Kita harus menggunakan setiap kekuatan yang mereka miliki untuk segera menjamin gencatan senjata kemanusiaan. Kemanusiaan kita menuntut hal itu," pungkas Helen.

153 Negara Setuju Resolusi Gencatan Senjata di Gaza, Namun 10 Negara Menolak

Hasil voting Sidang Majelis Umum PBB tentang Gaza.
Hasil voting Sidang Majelis Umum PBB tentang Gaza. Dok: UN News @UN_News_Centre

Sebanyak 153 negara mendukung resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza. Hanya 10 negara yang menolak, termasuk Amerika Serikat, Israel, Paraguay, dan Papua Nugini.

Ada tiga permintaan penting di resolusi itu berdasarkan laporan UN News, Selasa (12/12).

1. Menuntut gencatan senjata kemanusiaan secepatnya.

2. Menegaskan permintaan kepada semua pihak agar mematuhi tanggung jawab-tanggung jawab di bawah hukum internasional, termasuk hukum kemanusiaan internasional, terutama terkait perlindungan rakyat sipil.

3. Menuntut pelepasan secepatnya dan tanpa syarat semua tawanan, serta memastikan akses kemanusiaan.

Tiga anggota Dewan Keamanan PBB mendukung resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza, yakni Prancis, China, dan Rusia.

Sejumlah negara Barat juga terpantau mendukung resolusi ini, termasuk Norwegia, Denmark, Finlandia, Kanada, Kroasia, Irlandia, dan Estonia.

Ada 10 negara yang menolak resolusi ini, yakni Austria, Czechia, Guatemela, Israel, Liberia, Micronesia, Nauru, Papua Nugini, Paraguay, dan Amerika Serikat.

Sebelum resolusi ini lolos, Duta Besar Israel Gilad Erdan menyuarakan kekesalannya karena resolusi itu tidak mengecam Hamas.

"Tidak hanya resolusi ini gagal untuk mengecam Israel untuk kejahatan terhadap kemanusiaan, ini tidak menyebut Hamas sama sekali. Ini hanya akan memperlama kematian dan kehancuran di kawasan, itulah tepatnya arti dari gencatan senjata," ujar Gilad Erdan.

Lebih lanjut, Erdan mengklaim Israel sudah lama telah membantu akses kemanusiaan ke Gaza. 

"Kita semua tahu bahwa panggilan gencatan senjata kemanusiaan di resolusi ini tidak terkait kemanusiaan. Israel telah mengambil setiap tindakan untuk memfasilitasi masuknya bantuan kemanusiaan ke dalam Gaza," katanya.

Indonesia Galang Dukungan ke 11 Negara Kawasan untuk Dukung Resolusi Gencatan Senjata di Gaza Via Majelis Umum PBB

Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi dalam peringatan ke-75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Markas Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada 11 Desember 2023. (Dok: Kemlu RI)
Menteri Luar Negeri Republik Indonesia (Menlu RI) Retno Marsudi dalam peringatan ke-75 tahun Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia di Markas Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss, pada 11 Desember 2023. (Dok: Kemlu RI)

Sejak berakhirnya humanitarian pause (jeda kemanusiaan) di Gaza pada 1 Desember 2023 lalu, situasi kemanusiaan semakin memburuk. Korban jiwa mencapai lebih dari 18.000 orang, di mana 70% merupakan anak-anak.

Data menunjukkan bahwa di Gaza, tiap 10 menit terdapat 1 anak korban jiwa. Situasi ini dan kekhawatiran atas korban yang terus bertambah, serta kondisi sistem kesehatan dan kemanusiaan yang nyaris kolaps di Gaza, telah disampaikan banyak pihak dalam beberapa pekan terakhir, termasuk dari Sekjen PBB dan Comissioner General UNRWA.

Dalam pembukaan Sidang Emergency Special Session ke-10, Presiden Majelis Umum (MU) PBB Denis Francis menegaskan bahwa, "Tujuan kita di sini satu – hanya satu. Yakni menyelamatkan nyawa manusia."

Resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations" yang diajukan Mesir atas nama Kelompok Arab dan OKI di Sidang ESS ke-10 tersebut sangat singkat, meminta agar segera dilakukan gencatan senjata, melindungi warga sipil, melepas seluruh sandera dan memastikan pemenuhan kewajiban hukum humaniter internasional.

Adapun resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations" disepakati pada pertemuan Emergency Special Session ke-10 (ESS ke-10) Majelis Umum (MU) PBB, di New York pada Selasa 12 Desember 2023.

Sebanyak 153 negara mendukung Resolusi Majelis Umum PBB yang menuntut agar segera dilakukan gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. 

Mengutip situs Kemlu RI, Kamis (14/12/2023), Indonesia diketahui turut menggalang dukungan 11 negara dari berbagai kawasan, yakni:

  1. Afrika Selatan
  2. Bangladesh
  3. Brunei Darussalam
  4. Kamboja
  5. Laos
  6. Malaysia
  7. Maladewa
  8. Namibia
  9. Timor Leste
  10. Turki
  11. Thailand

Indonesia menyampaikan Joint Letter kepada Presiden MU PBB untuk dukungan permintaan Kelompok Arab dan OKI agar MU PBB segera menggelar sidang Emergency Special Session tersebut.

Indonesia Bersama 104 Negara Menjadi Co-Sponsor Resolusi Gencatan Senjata di Gaza

Menteri Luar Negeri RI (Menlu RI) Retno Marsudi dalam Pertemuan Khusus Executive Board WHO soal situasi Gaza yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss, Minggu (10/12/2023). (Dok: Kemlu RI)
Menteri Luar Negeri RI (Menlu RI) Retno Marsudi dalam Pertemuan Khusus Executive Board WHO soal situasi Gaza yang diselenggarakan di Jenewa, Swiss, Minggu (10/12/2023). (Dok: Kemlu RI)

Indonesia bersama 104 negara lainnya turut menjadi co-sponsor atas resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations", agar segera dilakukan gencatan senjata, melindungi warga sipil, melepas seluruh sandera dan memastikan pemenuhan kewajiban hukum humaniter internasional.

Sebelumnya, pada 8 Desember 2023 lalu, resolusi serupa diajukan di Dewan Keamanan PBB. Walaupun resolusi mendapat dukungan 13 negara dari 15 negara anggota Dewan Keamanan PBB, namun tidak dapat diadopsi karena di veto oleh Amerika Serikat.

Keberhasilan MU PBB untuk mengadopsi resolusi "Protection of Civilians and Upholding Legal and Humanitarian Obligations" dengan dukungan yang tinggi, tidak lepas dari upaya Indonesia yang terus melakukan mobilisasi suara dengan berbagai pendekatan ke negara-negara anggota, termasuk di wilayah Asia Tenggara, Karibia dan Amerika Latin. Sebagian besar negara Uni Eropa kali ini juga turut mendukung resolusi tersebut.

Seperti diketahui, Menlu RI bersama tujuh Menteri Luar Negeri OKI lainnya juga melakukan shuttle diplomacy ke negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, seperti China, Rusia, Inggris dan Prancis guna menggalang dukungan agar segera dilakukannya gencatan senjata di Gaza.

Resolusi Majelis Umum PBB merupakan pernyataan politis negara-negara anggota PBB terhadap suatu isu atau permasalahan yang menjadi perhatian atau kekhawatiran internasional.

Banyaknya jumlah negara co-sponsor (104 negara) dan dukungan negara anggota (153 negara) terhadap resolusi yang meminta gencatan senjata di Gaza tersebut, menunjukkan semakin tingginya tekanan politis dari berbagai negara untuk hentikan serangan Israel di Gaza.

Hal ini diharapkan memberikan tekanan politis kepada Israel untuk segera menghentikan serangan militernya di Gaza yang terus memakan korban sipil, dan mendorong Amerika Serikat untuk hentikan dukungannya kepada Israel.

Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan
Infografis Militer Israel Perluas Serangan ke Gaza Selatan (Liputan6.com/Gotri/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya