Liputan6.com, Jakarta Luas wilayah hilangnya es di Greenland dalam tiga dekade terakhir kira-kira 36 kali luas Kota New York. Demikian menurut penelitian yang diterbitkan pada Selasa (13/2/2024).
Jumlah vegetasi di Greenland meningkat dua kali lipat antara pertengahan tahun 1980-an dan pertengahan tahun 2010-an, seiring dengan perubahan sebagian wilayah itu yang tadinya tertutup es dan salju menjadi kawasan bebatuan tandus, lahan basah, atau semak belukar. Lahan basah saja meningkat empat kali lipat dalam kurun waktu tersebut.
Dengan menganalisis citra satelit, para ilmuwan menemukan bahwa Greenland telah kehilangan 28.707 kilometer persegi es dalam periode tiga dekade. Mereka memperingatkan serangkaian dampak yang dapat menimbulkan konsekuensi serius terkait perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut.
Advertisement
Suhu udara yang lebih hangat telah mendorong hilangnya es, yang pada gilirannya meningkatkan suhu daratan. Hal ini menyebabkan mencairnya permafrost, lapisan beku tepat di bawah permukaan Bumi dan ditemukan di sebagian besar wilayah Arktik.
Pencairan tersebut melepaskan karbon dioksida dan metana yang menyebabkan pemanasan global, sehingga berkontribusi terhadap lebih banyak pemanasan global. Mencairnya lapisan es juga menyebabkan ketidakstabilan lahan, yang dapat berdampak pada infrastruktur dan bangunan.
"Kami telah melihat tanda-tanda bahwa hilangnya es memicu reaksi lain yang akan mengakibatkan hilangnya es dan 'penghijauan' lebih lanjut di Greenland, di mana menyusutnya es memperlihatkan batuan gundul yang kemudian dijajah oleh tundra dan akhirnya semak belukar," ujar salah satu dari kata penulis laporan, Jonathan Carrivick, dalam siaran persnya.
"Pada saat yang sama, air yang dilepaskan dari es yang mencair memindahkan sedimen dan lumpur, dan akhirnya membentuk lahan basah dan rawa."
Suhu Lebih Ekstrem
Hilangnya es menciptakan apa yang dikenal sebagai putaran umpan balik. Salju dan es biasanya memantulkan energi Matahari kembali ke luar angkasa, mencegah pemanasan berlebihan di beberapa bagian Bumi. Namun, seiring hilangnya es, area tersebut menyerap lebih banyak energi matahari, sehingga meningkatkan suhu permukaan tanah, yang dapat menyebabkan pencairan lebih lanjut dan dampak negatif lainnya.
Pencairan es juga meningkatkan jumlah air di danau, di mana air menyerap lebih banyak panas dibandingkan salju, sehingga meningkatkan suhu permukaan daratan.
Greenland telah mengalami pemanasan dua kali lipat dari tingkat rata-rata global sejak tahun 1970-an dan penulis studi memperingatkan bahwa suhu yang lebih ekstrem mungkin terjadi di masa depan.
Advertisement
Kontributor Besar Kenaikan Permukaan Laut Global
Greenland adalah pulau terbesar di dunia dan sebagian besar tertutup oleh es dan gletser. Sekitar 57.000 orang tinggal di wilayah otonom Kerajaan Denmark itu. Sebagian besar penduduknya adalah penduduk asli dan banyak masyarakat di sana bergantung pada ekosistem alami untuk kelangsungan hidup mereka.
Michael Grimes, penulis utama laporan, mengatakan bahwa aliran sedimen dan nutrisi ke perairan pesisir merupakan masalah khusus bagi masyarakat adat yang bergantung pada penangkapan ikan, serta bagi para pemburu di wilayah lain di pulau tersebut.
"Perubahan ini sangat penting, terutama bagi masyarakat adat yang praktik perburuan tradisionalnya bergantung pada stabilitas ekosistem yang rentan ini," kata dia.
"Selain itu, hilangnya massa es di Greenland merupakan kontributor besar terhadap kenaikan permukaan laut global, sebuah tren yang menimbulkan tantangan besar baik saat ini maupun di masa depan."