Liputan6.com, Jakarta - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu akan memberlakukan pembatasan akses ke Masjid Al Aqsa di Yerusalem Timur selama bulan suci Ramadan.
PM Netanyahu menyebut alasan utama pemberlakukan aturan tersebut lantaran masalah keamanan, dikutip dari laman Al Jazeera, Selasa (20/2/2024).
Baca Juga
Pembatasan akses ke Al Aqsa telah lama menimbulkan gesekan, terutama menjelang hari raya keagamaan seperti Ramadan yang akan dimulai sekitar tanggal 10 Maret tahun ini.
Advertisement
Ketika ditanya tentang kemungkinan pemblokiran akses bagi beberapa jamaah selama bulan suci Ramadan, kantor Netanyahu mengatakan: “Perdana menteri membuat keputusan itu demi alasan keamanan, yang juga dibuat berdasarkan pertimbangan para profesional.”
Selanjutnya, kantor PM Israel tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Hamas, kelompok Palestina yang menguasai Jalur Gaza, mengecam rencana pembatasan tersebut dan mendesak warga Palestina untuk melakukan perlawanan terkait aturan pembatasan tersebut.
Hamas meminta warga Palestina di Yerusalem dan Tepi Barat untuk menolak keputusan tersebut dan melawan arogansi serta masalah pendudukan Israel.
Israel kerap menetapkan aturan untuk membatasi jumlah jamaah di situs tersebut, dengan alasan alasan keamanan.
Pasukan Israel sebelumnya juga melakukan serangan dan kekerasan di lokasi tersebut selama bulan Ramadan.
Pengumuman ini muncul ketika Israel memperingatkan bahwa mereka akan melanjutkan serangannya ke Gaza selama Ramadan, termasuk di daerah Rafah.
“Dunia harus tahu dan para pemimpin Hamas harus tahu: Jika pada bulan Ramadan para sandera tidak ada di rumah, pertempuran akan berlanjut di mana-mana termasuk wilayah Rafah,” kata anggota kabinet perang Benny Gantz.
“Kami akan melakukannya secara terkoordinasi, memfasilitasi evakuasi warga sipil melalui dialog dengan Amerika Serikat dan Mesir serta meminimalkan korban sipil sebanyak mungkin.”
“Hamas punya pilihan. Mereka bisa menyerah, melepaskan sandera dan warga sipil Gaza agar bisa merayakan Ramadan,” ujarnya.
Israel Tetapkan Ramadan Sebagai Deadline Serangan Darat ke Rafah
Israel akan melancarkan serangan darat ke Rafah jika Hamas tidak membebaskan sisa sandera yang ditahan di Jalur Gaza pada awal Ramadan. Demikian disampaikan anggota Kabinet Perang Israel Benny Gantz.
"Dunia harus tahu dan para pemimpin Hamas harus tahu – jika pada bulan Ramadan para sandera tidak kembali ke rumah, pertempuran akan berlanjut di mana-mana, termasuk wilayah Rafah," ujar Gantz, yang merupakan seorang pensiunan kepala staf militer, dalam konferensi para pemimpin Yahudi Amerika di Yerusalem pada Minggu (18/2/2024), seperti dilansir CNA, Senin (19/2).
Ramadan, yang merupakan bulan suci bagi umat Islam, diperkirakan akan dimulai pada 10 Maret.
Pemerintah Israel sebelumnya belum menentukan batas waktu rencana penyerangan terhadap Rafah, kota yang saat ini dihuni lebih dari 1,5 juta pengungsi Jalur Gaza.
Khawatir akan potensi jatuhnya korban dalam jumlah besar, pemerintah asing dan organisasi bantuan telah berulang kali mendesak Israel untuk menyelamatkan Rafah, kota besar terakhir di Jalur Gaza yang belum diserang oleh pasukan darat Israel selama perang sejak 7 Oktober 2023.
Advertisement
Netanyahu Tak Goyah Meski Ditekan Komunitas Internasional
Meskipun ada tekanan internasional yang meningkat, termasuk seruan langsung dari Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan perang Hamas Vs Israel tidak dapat diselesaikan tanpa menekan Rafah.
Berbicara dalam konferensi yang sama pada Minggu, Netanyahu memperbarui janjinya untuk menyelesaikan tugasnya guna meraih kemenangan total atas Hamas dengan atau tanpa kesepakatan penyanderaan.
Gantz menambahkan bahwa serangan ke Rafah akan dilakukan secara terkoordinasi dan pihaknya dalam percakapan dengan AS dan Mesir untuk memfasilitasi evakuasi dan meminimalkan korban sipil sebanyak mungkin.
Namun, di mana warga sipil dapat pindah dengan aman ke wilayah lain di Jalur Gaza yang terkepung masih belum jelas.
Prospek Gencatan Senjata Suram
Pernyataan Gantz muncul setelah perundingan gencatan senjata selama berminggu-minggu gagal menghasilkan kesepakatan. Mediator utama, Qatar, mengakui pada akhir pekan bahwa prospeknya semakin suram.
AS, sekutu dan pendukung utama militer Israel, telah mendorong gencatan senjata selama enam minggu sebagai imbalan atas pembebasan 130 sandera yang diperkirakan Israel masih ditahan di Jalur Gaza, termasuk sekitar 30 orang yang diperkirakan tewas.
Israel mengatakan pihaknya yakin banyak dari sandera tersebut, serta para pemimpin Hamas, berada di Rafah.
Advertisement