Cerita Pengungsi di Hutan Calais Prancis, Ada yang Ingin Ajukan Suaka

Setidaknya ada sekitar 3.000 orang pengungsi di hutan Calais, Prancis.

oleh Jazilatul Humda diperbarui 02 Mei 2024, 23:57 WIB
Diterbitkan 24 Feb 2016, 14:48 WIB
Kamp pengungsi Calais Jungle
Kamp pengungsian Calais Jungle di Prancis. (Philippe Huguen/AFP)

Liputan6.com, Calais - Beberapa waktu lalu, SkyNews mengadakan wawancara dengan seorang mantan tentara Inggris yang menjadi sukarelawan untuk para pengungsi di Calais. Orang yang diwawancarai tersebut bernama Dave King, ia membeberkan segala hal yang sebenarnya diinginkan oleh para pengungsi.

Tercatat, dari tahun 2015 hingga 2016 kini, sebanyak 2,5 juta orang menjadi pengungsi di Eropa dan mengajukan suaka. Namun, tidak semua pengungsi mengajukan suaka, bahkan ada yang tidak mengerti dengan apa itu mengajukan suaka, mereka hanya sekadar membuat kelompok dan berharap dapat sampai ke negara tujuannya.

King sendiri mengatakan, pada bulan Agustus tahun 2015 terdapat 3.000 pengungsi di hutan Calais, Prancis. Namun, kini jumlahnya sudah menjadi 6000 pengungsi, dan hampir semuanya berasal dari Afrika dan Timur Tengah, mereka tiba di Calais dalam kurun waktu enam bulan terakhir.

Mirisnya, para pengungsi ini datang ke Eropa tanpa mengetahui cuaca Eropa sama sekali, terutama musim dinginnya. King pun juga membeberkan bahwa para pengungsi yang menuju Inggris ini tidak mengetahui sama sekali keadaan politik Inggris. Alhasil, desas desus para pengungsi menuju ke Inggris untuk mencari keuntungan atau kesejahteraan adalah hal yang salah, mengingat mereka sendiri saja tidak tahu menahu tentang keadaan Inggris.

King mengatakan bahwa para pengungsi datang ke Inggris dengan kepercayaan bahwa orang-orang Inggris adalah orang-orang yang baik, dan mereka juga dapat berbicara dengan bahasa itu (Inggris). Hal ini diakibatkan oleh para tentara Inggris yang sejak dahulu tersebar di berbagai macam belahan dunia, dan dikenal sebagai orang-orang yang baik.

Para pengungsi tidak menganggap Inggris ataupun Eropa sebagai tempat peruntungan, melainkan mereka menganggapnya sebagai rumah. Ketidaktahuan para pengungsi terhadap keadaan Eropa juga menjadikan perjalanan para pengungsi menuju Eropa adalah perjalanan yang sangat luar biasa. King juga memberitahu para pengungsi untuk segera keluar dari Calais.

Alasan Para Pengungsi tidak Mengajukan Suaka ke Prancis

Alasannya sangat sederhana, para pengungsi ini tidak bisa berbicara bahasa Prancis. Namun, tak hanya itu, para pengungsi juga memiliki risiko mendapatkan serangan oleh kelompok fasis lokal di Calais. Bahkan terkadang polisi lokal juga ikut menyerang para pengungsi, memukul, melempar granat gas air mata, memukul, bahkan menembak dengan peluru karet.

King dan para sukarelawan pastinya juga sudah berbincang dengan para pengungsi, bahwa para sukarelawan bukanlah perwakilan seluruh masyarakat Inggris. Bisa saja para pengungsi mendapatkan perlakuan serupa di Inggris, dan bahkan lebih parah, dan ini bukanlah satu-satunya kekhawatiran, masih banyak kekhawatiran lainnya.

Alasan Pengungsi tidak Mau Menetap di Prancis

Tak hanya King, masih banyak para sukarelawan lainnya yang melakukan hal serupa untuk para pengungsi, seperti membantu negosiasi, membantu dalam hal logistik, dan sebagainya. Para sukarelawan menamai kegiatan ini sebagai operasi bantuan “Jungle Canopy”.

Sayangnya, beberapa waktu lalu pemerintah Prancis berencana menghancurkan bagian selatan kamp. Padahal, bagian itu adalah bagian yang paling padat penduduk dan hampir semua infrastruktur berada di sana. Dua pertiga penduduk berada di bagian selatan yang direncanakan akan dihancurkan.

Infrastruktur-infrastruktur seperti Pusat Perempuan dan Anak, Pusat Pemuda, tiga Masjid, gereja Ortodoks, tiga Sekolah, Perpustakaan Buku Hutan, Pusat Hukum, Pusat Vaksinasi, dan bahkan tiga titik distribusi makanan ikut terkena rencana pembongkaran.

Pemerintah mengatakan, rencana ini akan berdampak pada 800 hingga 1000 orang. Padahal kenyataannya, sukarelawan mengkonfirmasi ada lebih dari 3400 orang yang akan terdampak dan kehilangan tempat tinggal. Bahkan 290 anak di bawah umur tanpa pendamping juga akan terkena dampaknya.

Pemerintah berusaha merelokasi semua pengungsi ke bagian utara, pemerintah menyediakan kontainer untuk dijadikan pemukiman. Tetapi, pengungsi tidak mau menempati. Mereka tidak mau menempati dikarenakan pastinya akan ada pengetatan penjagaan. Bahkan polisi juga menjaga tempat itu.

Lebih parahnya lagi, makanan panas hanya disediakan sekali dalam per hari, alhasil menyebabkan antrean yang panjang. Tempat ini juga diakses dengan keamanan pemindai tangan, cukup aman. tetapi para pengungsi khawatir jika sidik jarinya terekam, mereka tidak akan bisa menyebrang ke Inggris.

Walaupun demikian, pemerintah sudah memastikan itu bukanlah sidik jari. Tetapi para pengungsi tetap tidak percaya.

Tak hanya tempat pengungsian di kamp utara, pemerintah juga mengatakan bahwa para pengungsi bisa menyebar ke 102 pusat istirahat musim dingin (CAO) yang ada di sekitar Prancis. Hal yang terdengar baik dan solutif, tetapi para pengungsi tetap tidak mau.

“Kondisi di CAO kedengarannya baik-baik saja bagi saya tetapi para pengungsi tidak ingin tersebar di seluruh Prancis. Ada alasan mengapa mereka berada di Calais; tidak hanya mencoba untuk sampai ke Inggris, tetapi juga untuk bersama komunitas mereka.” ujar King kepada SkyNews.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya