Liputan6.com, New York - Majelis Umum PBB memperkuat hak-hak Palestina dalam organisasi tersebut dan menyerukan agar negara itu diterima sebagai anggota. Palestina berstatus negara pengamat non-anggota sejak tahun 2012, yang hanya memberinya beberapa hak kurang dari anggota penuh.
Keanggotaan penuh Palestina hanya dapat diputuskan oleh Dewan Keamanan (DK) PBB.
Baca Juga
Amerika Serikat (AS)Â belum lama ini memveto upaya agar Palestina mendapatkan keanggotaan penuh PBB, namun pemungutan suara pada hari Jumat (10/5/2024) dapat dilihat sebagai bentuk dukungan yang meluas terhadap Palestina.
Advertisement
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas menyambut baik resolusi yang lahir pada Jumat, dengan mengatakan bahwa itu mendukung upaya Palestina untuk mengadakan pemungutan suara lagi mengenai masalah ini di DK PBB.
"Palestina akan melanjutkan upayanya untuk mendapatkan keanggotaan penuh di PBB," kata Abbas, seperti dilansir BBC, Sabtu (11/5).
Reaksi negatif tentunya datang dari Israel. Duta Besar Israel untuk PBB Gilad Erdan mengatakan Majelis Umum PBB telah menyambut baik "negara teror" ke dalam jajarannya.
Saat berpidato di depan sidang, Erdan merobek-robek salinan Piagam PBB dan menuduh para anggota PBB melakukan hal yang sama dengan mengeluarkan resolusi pada hari Jumat.
Dukungan di Majelis Umum PBB ini terjadi di tengah laporan bahwa sejumlah negara Eropa berencana mengakui Negara Palestina.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan kepada media Spanyol RTVE pada hari Kamis (9/5) bahwa Spanyol akan melakukannya pada 21 Mei. Dia sebelumnya mengatakan Irlandia, Slovenia, dan Malta juga akan mengambil langkah tersebut, namun tanpa mengonfirmasi tanggalnya.
3 Hak Tambahan Palestina
Resolusi PBB yang dirilis pada hari Jumat memberikan hak tambahan kepada Palestina di badan dunia tersebut, memungkinkan mereka ambil bagian penuh dalam perdebatan, mengusulkan agenda, dan memilih perwakilannya untuk menjadi anggota komite.
Namun, mereka tetap tidak mempunyai hak untuk memberikan suara – sesuatu yang tidak dapat diberikan oleh Majelis Umum PBB dan harus didukung oleh DK PBB.
Masalah kenegaraan Palestina telah membuat jengkel komunitas internasional selama beberapa dekade.
Pada tahun 1988, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) yang merupakan perwakilan utama Palestina, pertama kali mendeklarasikan berdirinya Negara Palestina.
Menurut kantor berita Reuters, status Negara Palestina diakui oleh 139 dari 193 negara anggota PBB – meskipun hal ini sebagian besar dianggap hanya simbolis.
Palestina mempunyai pemerintahan sendiri, yakni Otoritas Palestina yang memerintah secara terbatas di beberapa bagian Tepi Barat yang diduduki Israel.
Otoritas Palestina kehilangan kendali atas Jalur Gaza ke tangan Hamas pada tahun 2007. PBB menganggap, baik Tepi Barat maupun Jalur Gaza, diduduki oleh Israel dan merupakan satu kesatuan politik.
Advertisement
Sikap AS Selaku Sekutu Utama Israel
Israel tidak mengakui Negara Palestina. Tidak hanya itu, pemerintah Israel saat ini menentang pembentukan Negara Palestina, yang mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza. Mereka berpendapat bahwa negara seperti itu akan menjadi ancaman bagi keberadaan Israel.
AS sendiri mengaku mendukung pembentukan Negara Palestina merdeka yang hidup berdampingan bersama Israel atau yang dikenal sebagai solusi dua negara. Namun, AS mengatakan solusi itu hanya boleh dicapai melalui perundingan langsung antara kedua belah pihak.
Bulan lalu, AS menggunakan hak vetonya sebagai salah satu dari lima anggota tetap DK PBB untuk memblokir resolusi Aljazair yang didukung luas yang meminta pengakuan Palestina sebagai sebuah negara. Mereka menyebutnya resolusi yang prematur.
Resolusi DK PBB mengikat secara hukum, sedangkan resolusi Majelis Umum PBB tidak mengikat.