Liputan6.com, Brussels - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengundurkan diri pada hari Selasa (1/10/2024) dan menyerahkan tampuk kepemimpinan kepada mantan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte.
Stoltenberg, sekretaris jenderal ke-13 NATO, mengambil alih kursi kepemimpinan aliansi tersebut pada 2014, tahun Ketika pasukan Rusia menyusup ke Ukraina. Rusia mencaplok Semenanjung Krimea, memicu peningkatan anggaran pertahanan di aliansi keamanan terbesar di dunia yang semakin cepat selama masa jabatannya.
Baca Juga
Masa jabatannya hanya dilampaui oleh diplomat Belanda Joseph Luns, yang menghabiskan 12 tahun bertugas di NATO.
Advertisement
Serangkaian acara untuk menandai serah terima tersebut diadakan di markas besar NATO di Brussels, Belgia. Sekretaris jenderal NATO menjalankan kantor pusat, menggerakkan agenda kerja aliansi, dan berbicara atas nama organisasi yang beranggotakan 32 negara dengan satu suara yang menyatukan.Kesinambungan biasanya menjadi kata kunci saat mereka memangku jabatan. Demikian seperti dilansir kantor berita AP.
Rutte menjadi pejabat sipil tertinggi NATO saat invasi Rusia ke Ukraina mendekati hari ke-1.000. Ketidakpastian politik dalam organisasi tersebut juga tinggi karena demam pemilu melanda Amerika Serikat, "ketua dewan" tidak resmi dan anggota paling berkuasa.
Pasukan Rusia membuat kemajuan di Ukraina timur. Ukraina sendiri memiliki kendali yang goyah di sebagian wilayah Kursk di Rusia, yang telah memberikan dorongan moral sementara, namun karena korban terus bertambah, mereka kalah jumlah dan persenjataan.
Rutte dinilai harus menemukan cara baru untuk mendorong dukungan bagi Ukraina dari anggota NATO, yang jumlahnya telah membengkak menjadi 32 negara menyusul bergabungnya Finlandia dan Swedia untuk mencari perlindungan dari Rusia.
Sementara itu, survei menunjukkan Pilpres AS pada bulan November akan menjadi persaingan yang ketat yang dapat membuat Donald Trump ke Gedung Putih. Trump selama masa jabatan terakhirnya sebagai presiden AS kerap marah soal rendahnya anggaran pertahanan di antara sekutu Eropa dan Kanada.
Sikap Trump menjadi tantangan eksistensial karena anggota yang lebih kecil khawatir bahwa AS di bawah Trump akan mengingkari janji keamanan NATO yang mengharuskan semua negara menyelamatkan sekutu yang sedang dalam kesulitan, batu fondasi yang menjadi dasar aliansi tersebut.