Liputan6.com, Jakarta - Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, angka harapan hidup pria Indonesia pada 2021 adalah 69,67 tahun, sementara wanita mencapai 73,55. Umur Lelaki lebih singkat dari wanita tidak hanya kasus di Indonesia namun juga dunia.
Namun mengapa wanita hidup lebih lama dibanding pria? Tim peneliti yang dipimpin Kenneth Walsh dari Internal Medicine, University of Virginia, ingin menjawab pertanyaan ini.
Hasil studinya yang dipublikasikan di jurnal Science pada 14 Juli 2022 menunjukkan bahwa memudarkan kromosom X di sel tubuh pria secara langsung terlibat ke resiko gagal jantung dan fibrosis jantung. Melansir laman IFL Science pada rabu (11/12/2024), tubuh pria memiliki sejumlah kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan wanita. Pria hanya memiliki satu kromosom X, sementara wanita memiliki dua kromosom X.
Advertisement
Baca Juga
Artinya, jika terjadi gangguan genetik pada kromosom X, pria tidak memiliki cadangan seperti halnya wanita. Di sisi lain, hormon testosteron yang mendominasi tubuh pria juga berperan dalam berbagai perilaku berisiko, seperti kecenderungan agresif, pengambilan risiko, dan tingkat tekanan darah yang lebih tinggi.
Semua ini dapat meningkatkan risiko terjadinya cedera atau penyakit kardiovaskular. Penelitian ini juga menemukan, keberadaan kromosom Y di tubuh pria ternyata memiliki efek samping.
Kromosom Y memudar seiring seorang pria menua, dan berdampak kepada kesehatan. Sebelumnya sudah ditemukan indikasi bahwa berkurangnya kromosom Y di sel tubuh pria berkaitan dengan penyakit usia seperti kanker dan Alzheimer.
Peneliti juga melihat gejala ini pada manusia. Mereka mengumpulkan data kesehatan di UK Biobank mencakup 500,000 partisipan.
Pria yang kehilangan 40 persen kromosom Y di sel darah putih memiliki risiko 31 persen meninggal akibat penyakit kardiovaskular, dan risiko hingga tiga kali lipat meninggal akibat gagal jantung, dibandingkan dengan pria yang belum mengalami kehilangan kromosom Y.
Selain itu, gaya hidup pria juga memainkan peran penting. Pria lebih sering terlibat dalam kebiasaan yang berdampak buruk bagi kesehatan mereka, misalnya tingkat merokok yang lebih tinggi, konsumsi alkohol berlebih, serta keterlibatan dalam pekerjaan yang berbahaya seperti konstruksi atau industri berat.
Perilaku ini meningkatkan risiko penyakit serius, seperti kanker, kerusakan hati, dan cedera fatal akibat kecelakaan. Namun, faktor mental dan pengabaian kesehatan pun tidak bisa diabaikan.
Menahan Sisi Emosional
Banyak pria merasa enggan untuk mengungkapkan masalah emosional atau mencari bantuan profesional ketika mengalami gangguan mental, seperti stres atau depresi. Kondisi ini diperparah oleh kebiasaan mengabaikan pemeriksaan kesehatan rutin.
Akibatnya, penyakit serius sering kali tidak terdeteksi hingga sudah berada pada tahap lanjut. Penyakit jantung juga menjadi ancaman serius bagi pria.
Kadar kolesterol dan tekanan darah yang cenderung lebih tinggi membuat pria memiliki risiko lebih besar terkena serangan jantung dan stroke dibandingkan wanita. Ditambah lagi, sistem imun pria juga kurang kuat jika dibandingkan dengan wanita.
Hormon estrogen pada wanita berperan dalam meningkatkan respons imun terhadap infeksi. Tak hanya itu, norma sosial yang berlaku di masyarakat turut berkontribusi terhadap perbedaan ini.
Pria sering kali diharapkan menjadi sosok yang kuat, tangguh, dan tidak mudah menunjukkan kelemahan, termasuk ketika sakit. Tekanan sosial ini membuat mereka lebih memilih memendam masalah kesehatan fisik maupun mental daripada mencari pertolongan.
Peran sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga juga memberi beban psikologis dan stres yang tidak sedikit bagi pria. Dari semua faktor tersebut, terlihat jelas bahwa harapan hidup pria lebih rendah bukan hanya karena satu sebab, melainkan akibat dari kombinasi yang kompleks antara faktor biologis, gaya hidup, dan tekanan sosial.
(Tifani)
Advertisement