Trump Mulai Deportasi Imigran Ilegal ke Penjara Guantanamo

Rincian lebih lanjut belum diungkapkan oleh pemerintah Trump, namun dua pesawat dikonfirmasi telah membawa imigran ilegal ke penjara Guantanamo.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 05 Feb 2025, 11:07 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2025, 10:59 WIB
Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025).
Donald Trump berpidato usai pelantikannya sebagai presiden ke-47 Amerika Serikat. Inaugurasi Trump berlangsung di Rotunda di Gedung Capitol, Washington DC, Senin (20/1/2025). (Dok. Chip Somodevilla/Pool Photo via AP)     ... Selengkapnya

Liputan6.com, Washington, DC - Pemerintahan Donald Trump telah mulai menerbangkan imigran ilegal dari Amerika Serikat (AS) ke fasilitas detensi militer di Guantanamo Bay, Kuba. Hal ini diungkapkan Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt pada Selasa (4/2/2025).

Leavitt mengatakan kepada Fox Business Network bahwa setidaknya dua penerbangan deportasi sedang "dalam perjalanan", namun tidak memberikan rincian lebih lanjut.

Pernyataannya mengonfirmasi laporan dari Wall Street Journal, yang mengutip seorang pejabat yang mengetahui operasi tersebut, bahwa sekitar selusin imigran ilegal berada di dalam satu penerbangan dari Fort Bliss, Texas. 

CNN kemudian melaporkan bahwa salah satu penerbangan memiliki sekitar sembilan atau 10 orang di dalamnya yang ditahan di AS tanpa dokumen imigrasi yang sah.

Badan Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai AS (ICE) seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (5/2), belum berkomentar.

"Presiden Trump tidak main-main dan dia tidak akan membiarkan AS menjadi tempat pembuangan bagi para kriminal ilegal dari berbagai negara di seluruh dunia," kata Leavitt kepada Fox.

"Hari ini, penerbangan pertama dari AS ke Guantanamo Bay dengan migran ilegal sedang dalam perjalanan."

Leavitt menyampaikan pula kepada Fox bahwa Trump bertekad menyelesaikan apa yang sebelumnya dia sebut sebagai "upaya deportasi terbesar dalam sejarah AS", yaitu 15 juta hingga 20 juta orang, di mana dia akan melibatkan militer untuk membantu mewujudkannya.

Trump pekan lalu menandatangani perintah eksekutif untuk mempersiapkan kamp detensi besar di pangkalan Angkatan Laut AS di Guantanamo yang dia klaim bisa menampung hingga 30.000 orang yang dideportasi dari AS.

"Beberapa dari mereka begitu jahat, kami bahkan tidak mempercayai negara asal mereka untuk menahan mereka karena kami tidak ingin mereka kembali," ungkap Trump. "Jadi, kami akan mengirim mereka ke Guantanamo."

Pujian AS untuk El Salvador

Aktivis dan Imigran Protes Rencana Kebijakan Donald Trump
Pada masa kampanye Pilpres AS 2024, Donald Trump selalu mengedepankan topik imigrasi dan perbatasan sebagai kata kunci. (Leonardo Munoz/AFP)... Selengkapnya

Berita tentang penerbangan pertama yang membawa deportasi dengan kewarganegaraan yang tidak diketahui muncul sehari setelah El Salvador menawarkan untuk menerima imigran ilegal dari negara mana pun, bahkan warga negara AS yang dipenjara. Pengumuman Presiden El Salvador Nayib Bukele ini menyusul kunjungan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio.

"El Salvador tidak hanya menerima repatriasi warga negara kami sendiri, tetapi juga kriminal ilegal dari negara lain," ungkap Bukele.

Venezuela juga telah menyetujui penerbangan repatriasi, begitu pula Kolombia, yang bersedia bekerja sama dalam repatriasi warga negaranya yang ilegal di AS.

Rubio memuji kesediaan El Salvador dalam menerima deportasi imigran ilegal.

"Tidak ada negara yang pernah memberikan tawaran persahabatan seperti ini. Ini adalah kesepakatan migrasi yang paling tidak ada sebelumnya di seluruh dunia," ujarnya.

Sementara itu, para pembela hak imigran menyuarakan kekhawatiran mengenai legalitas deportasi orang-orang yang berada di AS secara ilegal ke negara yang bukan negara asal mereka.

Rubio meresponsnya dengan mengatakan, "Jelas, kami harus mempelajarinya di pihak kami; tentu ada masalah hukum yang terlibat. Kami memiliki konstitusi, kami memiliki berbagai hal."

Menurut Wall Street Journal, pangkalan angkatan laut AS di Guantanamo hanya dapat menampung sekitar 120 orang. Dikenal oleh para kritik sebagai "Gulag Amerika", fasilitas ini telah menampung beberapa orang yang diduga terlibat dalam perencanaan serangan teroris 11 September 2001 dan mereka yang dianggap sebagai "musuh negara". Beberapa di antaranya telah ditahan bertahun-tahun tanpa pengadilan.

Rencana Trump untuk menggunakan Guantanamo sebagai tempat penahanan bagi warga sipil yang dideportasi, kata para pembela hak asasi manusia, semakin mendemonisasi imigran.

Eleanor Acer, Direktur Senior Perlindungan Pengungsi di Human Rights First, mengatakan kepada The Guardian, "Ini adalah teater politik dan bagian dari upaya pemerintahan Trump yang lebih besar untuk menggambarkan imigran sebagai ancaman di AS dan memicu sentimen anti-imigran."    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya