Liputan6.com, Washington D.C.: Sebelum 1964, Amerika Serikat belum menjadi negeri impian yang menjunjung tinggi hak asasi manusia seperti yang sering didengungkan di film-film Hollywood-nya. Rasial merajalela, bahkan mencapai puncaknya hingga Martin Luther King Jr berpidato pada 28 Agustus 1963. "I Have a Dream", demikian judul pidatonya saat itu, yang kemudian mengubah segalanya. Dan, Presiden Lyndon B. Johnson pun menandatangani Undang-undang Hak Asasi Manusia pada 2 Juli 1964. Semua lantas berubah.
Kini hampir 40 tahun pidato bersejarah itu berumur. Rasanya memang baru kemarin atau malah tidak terasa sama sekali. Bahkan, kalau ribuan aktivis tidak berkumpul di Washington D.C., AS, untuk memperingati pidato bersejarah itu, mungkin juga tidak ada yang mengingatnya. Tapi, Martin Luther King Jr memang sudah menjadi bagian dari sejarah AS. Kalaupun yang bukan di AS tak mengingat atau mengenalnya, banyak dari warga AS yang mengenangnya. Dan, untuk itu pula, ribuan aktivis tersebut berkumpul di kawasan Lincoln Memorial, tempat Martin Luther King Jr membuat sekitar 250 ribu pendukungnya terpesona hampir 40 tahun silam.
Para aktivis itu menggelar long march. Ada yang pejuang hak-hak kaum gay, AIDS, serta pecinta lingkungan. Sebagian dari mereka bahkan sempat menyaksikan langsung pidato King Jr agar rasialisme di AS diakhiri pada 28 Agustus 1963.
King Jr lahir 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia. Sebagai anak cerdas yang selalu mendapat peringkat satu di sekolah dasar, dia lalu diterima di Morehouse College pada usia 15 tahun. Sejak muda, dia sangat mengagumi Ahimsa atau menolak kekerasan, pemikiran Mahatma Gandhi dari India.
Dia digambarkan sangat anti perlakuan warga kulit putih yang mengucilkan kulit hitam dari kehidupan sosial. Gubernur Alabama saat itu bahkan melarang siswa kulit hitam belajar di Universitas Alabama. Saat melontarkan I Have a Dream-nya, King Jr berharap agar kelak keempat anaknya hidup dalam satu bangsa yang tidak menilai mereka berdasarkan warna kulit tetapi berdasarkan karakter masing-masing. King Jr tewas ditembak orang tak dikenal saat tengah berdiri sambil bercakap di balkon sebuah hotel di Mulberry Street, AS, 4 April 1968.(SID/Kinanti Pinta)
Kini hampir 40 tahun pidato bersejarah itu berumur. Rasanya memang baru kemarin atau malah tidak terasa sama sekali. Bahkan, kalau ribuan aktivis tidak berkumpul di Washington D.C., AS, untuk memperingati pidato bersejarah itu, mungkin juga tidak ada yang mengingatnya. Tapi, Martin Luther King Jr memang sudah menjadi bagian dari sejarah AS. Kalaupun yang bukan di AS tak mengingat atau mengenalnya, banyak dari warga AS yang mengenangnya. Dan, untuk itu pula, ribuan aktivis tersebut berkumpul di kawasan Lincoln Memorial, tempat Martin Luther King Jr membuat sekitar 250 ribu pendukungnya terpesona hampir 40 tahun silam.
Para aktivis itu menggelar long march. Ada yang pejuang hak-hak kaum gay, AIDS, serta pecinta lingkungan. Sebagian dari mereka bahkan sempat menyaksikan langsung pidato King Jr agar rasialisme di AS diakhiri pada 28 Agustus 1963.
King Jr lahir 15 Januari 1929 di Atlanta, Georgia. Sebagai anak cerdas yang selalu mendapat peringkat satu di sekolah dasar, dia lalu diterima di Morehouse College pada usia 15 tahun. Sejak muda, dia sangat mengagumi Ahimsa atau menolak kekerasan, pemikiran Mahatma Gandhi dari India.
Dia digambarkan sangat anti perlakuan warga kulit putih yang mengucilkan kulit hitam dari kehidupan sosial. Gubernur Alabama saat itu bahkan melarang siswa kulit hitam belajar di Universitas Alabama. Saat melontarkan I Have a Dream-nya, King Jr berharap agar kelak keempat anaknya hidup dalam satu bangsa yang tidak menilai mereka berdasarkan warna kulit tetapi berdasarkan karakter masing-masing. King Jr tewas ditembak orang tak dikenal saat tengah berdiri sambil bercakap di balkon sebuah hotel di Mulberry Street, AS, 4 April 1968.(SID/Kinanti Pinta)