Puasa Gawai Penting Bagi Perkembangan Mental Anak

Puasa gawai sangat berguna karena membalik semua disfungsi fisiologis yang disebabkan oleh screen time setiap hari.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 19 Jan 2016, 18:30 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2016, 18:30 WIB
Saatnya Anak Mendapatkan 'Puasa Elektronika'
Ilustrasi anak menggunakan gawai. (Sumber Chubykin Arkady via Shutterstock)

Liputan6.com, New York - Anak-anak atau remaja selalu “bergerak” dan rentan terhadap amarah, atau sebaliknnya, menjadi depresi dan apatis. Anak yang gundah secara kronis biasanya terlihat mudah tersinggung tapi lelah. Karena rangsangan tinggi yang kronis berdampak kepada ingatan dan kemampuan untuk membangun relasi, anak-anak kemudian bergumul secara akademis maupun dalam pergaulan.

Dikutip dari Psychology Today pada Selasa (19/01/2016), pada suatu saat, anak dengan gejala-gejala ini bisa mendapatkan diagnosa depresi besar, penyimpangan bipolar, atau ADHD, lalu diberikan perawatan untuk mengatasi semisal terapi dan obat-obatan. Tapi perawatan kerap tidak berhasil dan malah memburuk.

Apa yang terjadi?

Baik orangtua maupun dokter salah mengira dan merujuk kepada penyimpangan mental, tapi gagal mengenali sebab lingkungan yang cukup lazim, yaitu penggunaan elektronika sehari-hari.

Dalam beberapa kali kejadian, keberhasilan penyembuhan seorang anak dengan gangguan mood masa kini memerlukan penyingkiran secara teratur semua peralatan elektronik selama beberapa minggu—yaitu “puasa gawai”—untuk membereskan sistem syaraf.

Jika dilakukan dengan benar, interfensi ini dapat memberikan tidur yang lebih dalam, mood yang lebih cerah dan baik, fokus yang lebih baik, dan peningkatan kegiatan jasmani.

Kemampuan toleransi stress meningkat, merajuk pun berkurang, baik frekuensi maupun intensitasnya. Anak mulai menikmati hal-hal yang wajar, lebih mendekat ke alam, dan kembalinya permainan imajiner atau kreatif.

Pada remaja dan dewasa muda, muncullah peningkatan perilaku kesadaran diri—berlawanan dengan apati dan putus asa.

Hal yang indah

Pada saat yang sama untuk kasus ini, puasa gawai mengurangi atau menghilangkan perlunya obat-obatan dan menyebabkan perawatan lain lebih berdayaguna.

Tidur yang lebih baik, olahraga yang lebih sering, dan pertemuan tatap muka dengan orang lain adalah kebiasaan yang saling mendukung. Setelah puasa—setelah otak mengalami set ulang—orangtua dapat memilih dengan hati-hati untuk menentukan seberapa banyak penggunaan gawai oleh anak tanpa mengundang kembali gejala-gejalanya.

Pembatasan peralatan elektronik tidak bisa menyelesaikan semuanya, tapi seringkali menjadi mata rantai yang hilang dalam perawatan anak-anak yang bermasalah.

Puasa gawai karena membalik semua disfungsi fisiologis yang disebabkan oleh screen time setiap hari.

Otak anak jauh lebih peka kepada penggunaan alat elektronik daripada yang kita duga. Kenyataannya, tidak seperti dikira banyak orang, tidak perlu rangsangan berat peratalatn elektronik untuk mengacaukan otak yang masih berkembang ini.

Bukan hanya itu, banyak orangtua yang keliru melihat screen time yang interaktif—internet atau media sosial, teks, surel, dan permainan— sebagai tidak berbahaya, apalagi dibandingkan dengan screen time pasif semisal menonton televisi.

Nyatanya, screen time interaktif lebih mungkin menyebabkan masalah tidur, perubahan mood, dan kognitif, karena lebih berkemungkinan menyebabkan rangsangan hiper (hyperarousal) dan penggunaan berulang (compulsive).

6 Mekanisme Psikologis Gangguan oleh Screen Time

Beginilah 6 mekanisme psikologis yang menjelaskan kecenderungan elektronika dalam menghasilkan gangguan mood:

1. Screen time mengganggu tidur dan mengacukan jam tubuh

Cahaya dari layar meniru terang siang hari sehingga menekan melatonin, suatu isyarat tidur yang muncul dalam kegelapan. Paparan beberapa menit saja dapat menunda peredaran melatonin hingga beberapa jam dan merusak jam tubuh.

Sekali jam tubuh kacau, semua reaksi tak sehat pun bermunculan, misalnya ketidakseimbangan hormon dan inflamasi otak. Bukan hanya itu, rangsangan yang tinggi tidak memungkinkan tidur mendalam, padahal tidur yang mendalam itulah yang menyembuhkan kita.

2. Screen time membuat kebas sistem ganjaran pada otak

Banyak anak sekarang melekat pada gawai, lagipula permainan (game) menyebarkan dopamin—zat kimia “nikmat”—yang ketika dilihat melalui pemindaian otak tampak sama dengan penggunaan kokain. Tapi kalau “ganjaran” ini terlalu banyak dipakai, mereka jadi kurang peka sehingga memerlukan tambahan rangsangan untuk mengalami kenikmatan.

Selain itu, dopamin juga penting untuk fokus dan motivasi, sehingga perubahan-perubahan kecil sekalipun pada kepekaan dopamin dapat mengacaukan bagaimana seorang anak merasa dan berfungsi.

3. Screen time menciptakan “cahaya malam hari”

Dalam sejumlah penelitian, cahaya malam hari dari perangkat elektronik diketahui terkait dengan depresi dan bahkan risiko bunuh diri. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa paparan lampu dari layar sebelum atau selagi tidur menyebabkan depresi, bahkan ketika hewan itu tidak menatap layarnya.

Terkadang orangtua enggan membatasi penggunaan elektronik di dalam kamar anak karena mereka khawatir anaknya akan marah. Padahal, menghilangkan cahaya malam hari merupakan bentuk perlindungan.

Pentingnya kembali ke alam

4. Screen time menggugah reaksi stres

Baik stress akut  dan stress kronis menyebabkan perubahan pada zat kimia serta hormon otak yang dapat meningkatkan gangguan. Sesungguhnya, cortisol—hormon untuk stress kronis—yang ditengarai sebagai penyebab sekaligus dampak dari depresi, memulai siklus lingkaran setan.

Lebih dari itu, lintasan-lintasan hyperarousal dan kecanduan menekan bagian otak depan, yang sejatinya merupakan tempat pengaturan mood.

5. Screen time membebani sistem sensori, menggerogoti perhatian, dan menguras cadangan mental

Para pakar mengatakan bahwa yang sering menjadi atar belakang perilaku meledak-ledak dan agresif adalah fokus yang buruk. Ketika perhatian terganggu, terganggu jugalah kemampuan memproses lingkungan internal dan eksternal seseorang, sehingga tugas kecil menjadi terasa besar.

Screen time ikut andil pada terkurasnya tenaga mental karena masukan visual dan kognitif. Salah satu cara sementara untuk ‘meningkatkan’ cadangan yang terkuras adalah melalui kemarahan, sehingga amarah sebetulnya merupakan mekanisme menghadapi (coping mechanism) sesuatu.

6. Screen time mengurangi tingkat kegiatan jasmai dan paparan kepada “waktu hijau”

Penelitian menunjukkan bahwa waktu luar ruang, khususnya interaksi dengan alam, dapat mengembalikan tingkat perhatian, menurunkan stress, dan mengurangi keagresifan seseorang Karenanya, waktu yang dihabiskan dengan gawai mengurangi paparan positif mood kita.

Dalam dunia sekarang ini sepertinya terlihat tidak beres kalau kita membatasi penggunaan gawai secara drastis. Tapi ketika anak-anak mengalami kesulitan, kita tidak membantu mereka kalau membiarkan peralatan elektronik tetap ada dan berharap mereka dapat menjadi tenang melalui moderasi penggunaannya. Tidak manjur.

Sebaliknya, dengan mempersilahkan sistem syaraf untuk kembali ke keadaan yang lebih alamiah dengan segera, kita dapat mengambil langkah pertama menolong seorang anak menjadi lebih tenang, lebih kuat, dan lebih bahagia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya