Liputan6.com, Jakarta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapresiasi Mahkamah Konstitusi (MK) atas dikabulkannya perubahan batas usia perkawinan. Pasalnya, perkawinan anak di Indonesia memiliki dampak jangka panjang bagi negara.
"Perkawinan usia anak menjadi salah satu problem yang akan berdampak panjang bagi sumber daya manusia Indonesia di masa yang akan datang," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Jumat (14/12/2018).
Baca Juga
Susanto mengungkap, data 2015Â menunjukkan 23 persen perempuan berusia 20 hingga 24 tahun melakukan perkawinan pertama sebelum usia 18 tahun. Kebanyakan dari anak yang melakukan pernikahan usia anak memiliki pendidikan yang rendah hingga putus sekolah.
Advertisement
"Hal ini rentan menyebabkan dampak jangka panjang bagi keluarganya dan berpotensi menyebabkan kemiskinan yang berulang,"Â ucap Susanto.
Selain itu, pernikahan usia dini berpotensi meningkatkan angka kematian ibu dan balita. Kualitas keluarga juga akan terkena dampaknya. Padahal, di kemudian hari mereka akan mengasuh anak. Sehingga, indeks kualitas sumber daya manusia Indonesia akan ikut terkena efek buruk dari maraknya perkawinan anak.Â
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Â
Undang-Undang yang Bertentangan
KPAI menilai, batas usia perkawinan anak perempuan yang tercantum dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 bertentangan dengan UU Nomor 35 Tahun 2018 tentang Perlindungan Anak.
Usia 16 yang tertera dalam UU Perkawinan bertentangan dengan UU Perlindungan Anak yaitu 18 tahun. Sementara dalam UU Perlindungan Anak, orangtua wajib mencegah terjadinya perkawinan usia anak.
Adapun, MK memerintahkan pihak pemerintah dan DPR agar dalam waktu tiga tahun, mampu mengubah batas usia perkawinan. KPAI menilai hal itu adalah bukti keseriusan negara dalam menghapus perkawinan usia anak.
"Dengan putusan tersebut akan memberikan ruang bagi perempuan menempuh pendidikan 12 tahun, meningkatkan skill dan akan semakin matang baik aspek biologis maupun psikis," kata Susanto.
Advertisement