Liputan6.com, Jakarta Mendambakan payudara yang lebih besar malah berujung tragis bagi Julie Wanza. Wanita asal Nairobi, Kenya, itu meregang nyawa setelah operasi memperbesar payudara dengan metode cangkok lemak (fat transfer breast augmentation). Kejadian ini mengejutkan banyak orang, terutama para wanita yang semakin gencar mencari cara agar payudara terlihat lebih besar.
Prosedur pembesaran payudara yang dijalani Wanza dilakukan oleh ahli bedah tak dikenal di klinik yang berlokasi di Galleria Shopping Mall, Karen pada 5 Juni 2018. Wanza dipulangkan dari klinik, tetapi mengalami sakit perut parah. Tak tahan dengan kondisinya, ia pergi ke Nairobi Hospital untuk memeriksakan diri pada keesokan harinya, Rabu, 6 Juni 2018.
Advertisement
Baca Juga
Dokter yang menangani Wanza menyadari, ususnya telah dipotong atau ditusuk saat operasi pembesaran payudara dengan metode cangkok lemak. Tekanan darahnya sangat rendah. Ia langsung dirawat di High Dependency Unit, yang kemudian dibawa ke ruang ICU.
"Karena ususnya dipotong, semua kotoran dari perut merembes dan menyebar di dalam perut. Ini menyebabkan infeksi yang disebut sepsis. Dokter berjuang menyelamatkan hidupnya pada hari Jumat, 8 Juni 2018. Sayangnya, dia meninggal karena infeksi," tutur perwakilan keluarga Wanza, dikutip dari The Star, Selasa (12/3/2019).
Wanza dimakamkan pada hari Sabtu, 16 Juni 2018. Sebuah laporan juga mengungkapkan, usus Wanza telah terputus, lantas kotoran dari perut tumpah-ruah ke rongga perutnya. Kondisi ini menyebabkannya sakit perut parah.
Dokter bedah Stanley Khainga menyampaikan, Wanza menderita gangren gas—infeksi yang menghasilkan gas racun yang dilepaskan dan menyebabkan kematian jaringan. Hal ini dipicu kemungkinan dari sayatan yang dibuat selama operasi pembesaran payudara. Infeksi biasanya menyebar dengan cepat.
"Gangren gas merupakan infeksi jaringan lunak dari bakteri pada kulit. Ketika gas gangren masuk ke bawah kulit, gas itu menghentikan suplai darah dan memakan lemak maupun apa pun yang tersisa. Jika Anda tidak dapat menyingkirkan (mengangkat) kulit mati, maka jaringan mati akan semakin menyebar ke seluruh tubuh," jelas Khainga.
Beberapa wanita memilih prosedur pembesaran payudara usai operasi kanker payudara atau kebutuhan kosmetik mempercantik diri. Metode yang paling umum berupa penggunaan silikon atau implan saline. Ahli bedah membuat sayatan di bawah payudara, kemudian memasukkan implan.
Cangkok lemak adalah salah satu metode terbaru pembesaran payudara yang tidak melibatkan penggunaan silikon, bahan sintetis. Dalam cangkok lemak, sedot lemak digunakan untuk mendapatkan lemak dari bagian lain tubuh, lalu ditanamkan ke payudara.
Saksikan video menarik berikut ini:
Pengapuran tanda kanker
Proses operasi pembesaran payudara menggunakan cangkok lemak, yakni sel-sel lemak diambil dari salah satu bagian tubuh pasien dan ditransplantasikan ke bagian tubuh lain pasien.
Pada operasi memperbesar payudara, sel-sel lemak diambil dari paha atau perut, lalu disuntikkan ke payudara. Jumlah lemak yang ditransplantasikan kecil. Lemak yang disedot tidak dapat diambil dalam jumlah banyak karena sel-sel lemak perlu bertugas menyuplai darah.
Manfaat dari cangkok lemak memperbesar payudara, pasien tidak mengalami komplikasi implan seperti infeksi, bekas luka sayatan makin lebar, dan implan pecah. Bentuk payudara pada pasien yang implan lebih realistis. Pasien juga tidak mendapat bekas luka operasi yang besar.
Meski begitu, ada risiko dan komplikasi yang dapat terjadi. Seluruh kondisi tersebut perlu dipahami pasien sebelum memutuskan cangkok lemak untuk memperbesar payudara. Dokter Spesialis Bedah Plastik dan Rekonstruksi Imam Santoso menjelaskan, cangkok lemak dari bagian tubuh sendiri tergantung pada kualitas lemaknya.
“Tergantung bagus atau enggak lemak. Kadang lemak bagus itu cuma 40 persen. Jadi, itulah sebabnya, mengapa lemak yang diambil buat cangkok ada keterbatasan volumenya juga. Kualitas lemak ini juga memengaruhi daya penyerapan. Berbeda dengan implan, lemak yang ditransfer, lalu ditanamkan, sebagian akan diserap kembali oleh tubuh,” jelas Imam saat diwawancara Health Liputan6.com di RS EMC Sentul Bogor, Jawa Barat beberapa waktu silam.
Untuk prosedur cangkok lemak, lemak yang bisa diambil dalam satu kali sesi operasi sebanyak 150 cc. Artinya, lemak yang diambil sangat sedikit. Jika seseorang ingin cangkok lemak 300 cc, maka harus menjalani dua kali operasi. Jangka waktu operasi umumnya berselang enam bulan sebelum operasi lanjutan.
Imam menambahkan, cangkok lemak biasanya dipakai untuk mengisi bagian tubuh yang kekurangan lemak. Contohnya menyasar pada lipatan wajah. Pada lemak yang ditransfer pada payudara lemak akan diserap oleh jaringan payudara. Efek selanjutnya, bisa terjadi pengapuran. Pengapuran tidak hanya terjadi pada tulang, payudara juga bisa mengalami pengapuran.
“Pengapuran akan terlihat saat pemeriksaan mamograf. Kita harus waspada, jangan-jangan pengapuran ini tanda munculnya kanker payudara. Untuk membuktikannya harus dibiopsi. Hal ini akan nambah beban pasien, baik beban biaya dan perawatan. Dibiopsi dulu, apa benar pengapuran yang terjadi karena cangkok lemak,” Imam melanjutkan.
Informasi NHS Foundation Trust mencatat, cangkok lemak perbesar payudara juga dikenal dengan sebutan lipomodelling. Pengapuran yang terjadi dikarenakan nekrosis (jaringan dan sel mati) lemak ke area payudara.
Pada tahap ini, sebagian lemak yang disuntikkan tidak bertahan atau menyerap. Ketika tubuh berupaya memperbaiki kondisi tersebut, terbentuklah deposit kapur atau kista. Wanita akan merasakan adanya benjolan di area payudara.
Advertisement
Tetap kontrol
Selain pengapuran pada payudara, pasien cangkok lemak juga bisa mengalami pembengkakan atau memar di area bagian tubuh tempat lemak dikeluarkan. Pembengkakan yang terjadi bisa memakan waktu 1 - 2 minggu. Mengenakan celana pendek atau pakaian dalam yang longgar (tidak terlalu ketat) dapat mengurangi pembengkakan.
Infeksi pada area payudara dapat terjadi. Payudara mungkin mati rasa atau terlalu sensitif selama beberapa minggu, bahkan terkadang mati rasa yang berujung permanen. Dari segi penampilan kulit, pasien bisa mengalami kulit payudara yang tidak rata. Ini karena payudara dimasukkan lemak. Ada beberapa cara mengatasi risiko tersebut, berdasarkan NHS Foundation Trust.
1. Ikuti prosedur perawatan dengan baik
Anda harus beristirahat selama 24 jam. Aktivitas normal baru boleh dilakukan setelah 2-3 hari pasca operasi.
2. Minum obat pereda nyeri
Rasa tidak nyaman setelah operasi bisa dialami. Anda harus minum obat penghilang rasa sakit sesuai yang disarankan dokter.
3. Tunda mengendarai kendaraan pribadi
Bila punya kendaraan pribadi, Anda dapat mengemudi setelah sekitar satu minggu pasca operasi atau ketika nyaman untuk mengemudi lagi.
4. Pastikan bra tidak terlalu ketat
Ini karena Anda masih dalam pemulihan luka bekas operasi.
5. Jaga perban tetap kering
Setelah satu minggu, perban dan jahitan akan dibuka. Dokter akan melihat luka bekas jahitan apakah sudah tertutup baik atau belum. Anda harus menjaga perban tetap kering.
“Adanya infeksi akibat sayatan operasi bisa muncul. Oleh karena itu, tetap upayakan kontrol. Tergantung dokter dan indikasi medis, apakah harus tetap kontrol atau tidak,” ujar Imam.
Sejumlah risiko di atas, menurut Imam, penting dijelaskan kepada pasien. Hal ini juga terkait prosedur apa saja yang dokter kerjakan. Dalam menangani pasien, Imam juga sering menghadapi pasien yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan pembesaran payudara. Alasan ingin ikut tren atau terinspirasi dari seleb ternama bukan prioritas jalani operasi.
“Namanya body disorder (gangguan tubuh). Ada masalah kejiwaan pada diri pasien. Pernah ada pasien yang pengin hidungnya enggak terlalu mancung. Alasannya dia enggak pengin jadi seperti orang Arab. Alasan seperti itu pastinya ada yang salah dari dirinya,” tuturnya.
Ada juga pasien yang sudah melakukan operasi plastik di luar negeri, lantas menginginkan wajahnya kembali seperti semula. Ini karena hasil operasi membuat dirinya tidak percaya diri. Imam pun tidak merekomendasikan operasi karena menilai pasien yang bersangkutan ada masalah kepribadian.
“Menjadi dokter bedah plastik bukan sekadar operasi, tapi juga menilai aspek psikologis pasien. Buat saya, yang diprioritaskan operasi adalah pasien yang benar-benar butuh operasi demi meningkatkan kualitas hidupnya,” tutup Imam.